Di bangku penonton, Senja duduk berdampingan dengan Vanilla. Gadis itu sudah tampak membaik dengan semburan warna merah di kedua pipinya tatkala Restu menggodanya. Senja tak melepaskan tautan mereka. “Kalau butuh apa-apa bilang langsung, ya,” ujar Senja dan disambut dengan senyum simetris oleh Vanilla.
“Oiya, kalian ada yang lihat Bram enggak?” Tiba-tiba Abian bersuara. Kemudian, mereka celingak-celinguk mencari atensi seseorang yang akhir-akhir ini mulai jarang terlihat. “Dia enggak ada?” tanya Senja. “Bram kenapa, sih?” tanya Restu. “Gue enggak tahu,” balas Abian dengan mengedik bahunya. Sakya diam. Ia hanya mendengarkan. Lima hari lalu, ia tak sengaja melihat Bram mengikuti Queen. Sakya pikir, sesuatu mungkin terjadi dan mereka tidak mengetahuinya.
“Acaranya udah mau dimulai,” kata Abian heboh. Tak sengaja netra Senja menangkap Queen di sana—dua bangku di depannya. Gadis itu tengah berbincang-bincang dengan sahabatnya. Untuk beberapa hari, ia tak menjumpai gadis itu di perkarangan sekolah. Bahkan, tidak ada yang bertanya di mana Naraya Queensha.
“Ini teater Othello, ya?” tanya Restu memastikan. Vanilla mengangguk. “Tragedi besar jugakan?” celetuk Abian. “Sayang, kamu jangan tidur, ya,” ujar Abian mengingatkan. “Pasti tidur Si Kya,” imbuh Restu. “Kamu enggak boleh tidur,” kata Abian. “Aku enggak akan tidur, kok,” ujar Sakya memastikan Abian tak menerornya lagi dengan kalimat yang sama.
“Lo semua bisa diam, enggak?” Senja kesal. “Ini kita mau diam,” kata Abian. Kemudian, Senja menggeleng. Bagaimana mereka bisa memiliki hubungan erat seperti ini? bagaimana ia bisa bertahan dengan orang-orang seperti ini?
Drama yang dipentaskan—Othello adalah seorang prajurit. Pemuda itu berdarah suku Moor. Sosok yang berani. Ia menyukai Desdemona, yaitu seorang putri cantik dari senator terhormat Venesia. Tatkala Senja mencari keberadaan Queen, ia melihat Bram tengah beranjak dari bangku. Ternyata, sahabatnya itu mengikuti Queen yang sudah berjalan bersama Leah ke arah pintu ke luar. “Gue permisi dulu. Mau ke toilet,” pamit Senja kepada Vanilla dan diangguki oleh Si Gadis. Restu juga melihat kepergian pemuda itu.
Daksanya menyeret kedua tungkainya mengikuti laki-laki seumuran dengannya. Senja mengamati Bram yang tampak linglung. “Bram kenapa?” gumamnya. “Dia lagi ngapain?” Senja bingung sekaligus heran. Di depannya Bram berhenti. Ia melihat dua punggung mungil itu menghentikan langkahnya. Kemudian, Senja melihat sahabatnya itu bersembunyi. Samar-samar terdengar pembicaraan dua gadis itu. “Makasih banyak, kak,” ucap Queen sambil tersenyum tipis.
“Sama-sama. Kalau terjadi sesuatu jangan sungkan hubungi kakak,” ujarnya. “Leah, kakak percaya kamu,” ucapnya sambil menatap gadis muda itu. Leah tersenyum sebagai tanggapan. “Kakak pergi dulu,” pamitnya. Queen menarik ujung kemeja Damar. “Hati-hati, Kak,” ucapnya. Damar menampilkan senyum simpulnya.
“Kamu juga,” ucapnya sembari mengusap kepala Queen. Damar pergi. “Kak Damar orang yang tulus. Lo enggak boleh kabur lagi. Dia juga tersiksa. Kalian berdua menderita,” tuturnya. “Maafin aku yang selalu ngerepoti kamu, Leah,” kata Queen dengan mata berkaca-kaca. “Enggak perlu. Sebagai sahabat, itu emang udah tugasnya saling bantu, tapi Queen cuma kali ini. Selebihnya, enggak. Kamu harus direhab.”
“Kasih aku waktu. Aku enggak bisa tiba-tiba pergi gitu aja. Ada Papa dan Mama. Aku harus hargai mereka.”
“Lo pasti bisa.”
***
Abian berceloteh riang. “Ceritanya bagus banget.” Mereka semua ada di perpustakaan. Setelah drama teater selesai, kelompok belajar itu pergi mendatangi ruang penuh dengan aneka macam judul buku. “Penulisnya keren,” celetuk Restu. “Ini salah satu dari tragedi karya William. Dia seorang penulis sekaligus aktor. Jadi, wajar banget,” ujar Vanilla.
“Ternyata cinta itu buta, ya,” ucap Abian. “Emang lo enggak buta?” ujar Restu. “Gue masih bisa lihat Sakya. Pacar gue cantik banget,” pujinya sambil menyandarkan kepalanya pada bahu kekasihnya. “Gue kasian banget lihat Othello-nya,” ucap Vanilla. “Sama. Padahal, gue enggak nonton cuma pernah baca kisahnya. Emang sedih banget.” Sakya bersuara.
“Oiya, lo kenapa lama banget balik dari toilet, Ja?” tanya Restu tiba-tiba. “Gue mampir dulu ke ruang guru,” jawabnya. “Btw, udah seminggu Bram hilang timbul. Waktu Ila sakit juga, dia enggak datang. Dia kenapa? Ada yang tahu?” tanya Restu. “Gue enggak tahu,” jawab Abian cepat. “Akhir-akhir ini, dia aneh banget. Kalian sadar enggak?” Senja menyuarakan pemikirannya. “Dia enggak ada masalahkan?” Vanila khawatir.
“Guys,” panggil Sakya. “Kenapa?” tanya mereka serentak. “XII-I ada tugas dari ibu Lana.” Sakya menunjukkan chat grup kelasnya. “Tugas lagi,” ucap Restu spontan. “Emang tugasnya apa, sayang?” celoteh Abian. “Review drama teater Othello tadi. Tugas mingguan.”
“Kisahnya, Prajurit pemberani yang jatuh cinta dengan seorang putri lalu mereka menikah. Kemudian, Si Othello dihasut oleh Lago. Lago bilang kalau istrinya seorang pezinah. Akhirnya, Othello cemburu lalu dia bunuh istrinya sendiri. Sayangnya, Othello ditipu. Istrinya enggak pernah seperti yang Hago bilang. Terakhir, dia menyesal. Dia mencintai istrinya. Dia bunuh diri. Selesai.”
“Simpel banget, La,” celoteh Abian. Vanilla tergelak. “Habisnya, Ibu Lana kasih tugas review. Kalo gue ya begitu. Gue enggak suka bahasa Indonesia.” []
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Dark √
Teen FictionNaraya Queensha, seorang gadis remaja. Ia harus bertahan hari ini, esok, lusa, dan seterusnya. Berjuang dengan dua tungkai yang sewaktu-waktu akan berhenti. Tatkala ia sudah melabuhkan cinta pada seseorang. Namun, dengan lihainya semesta mengguncang...