11

141 17 2
                                    

Hari ini

Yeorin.

Kami berkendara meninggalkan kota, melewati gerbang penjaga, dan menuju rumah besar para pendiri yang menghadap ke seluruh kota. Rumahnya berada di sebelah kiri kami.

Aku meletakkan sikuku di sandaran tangan di antara kami, dan Taehyung menegang karena kedekatanku. “Apa yang kau lakukan di sekitar sini untuk bersenang-senang?” 

Melihat ke jalan, dia berkata, "Aku bekerja." 

“Semua pekerjaan dan tidak ada permainan membuat seorang Hwang Taehyung menjadi anak yang membosankan,” candaku. 

Taehyung tertawa. 

Aku pura-pura terkesiap kaget, menutupi mulutku dengan tangan. “Maukah kau melihat itu? The Lonely Boy tertawa." 

"Jangan panggil aku begitu," balasnya saat dia parkir di depan gerbang besi tempa yang tinggi dengan huruf K besar di tengahnya. 

Rumah Kakekku. 

Dia menekan sebuah tombol di kotak panggilan, berbicara dengan penjaga keamanan, dan dalam beberapa detik, gerbang bergerak ke dalam. Saat kami berkendara ke properti kakekku, kenangan bertahun-tahun menyelimutiku, yang hanya membuat ku semakin merindukan Yeonjun. Kami melewati barisan pohon maple, tempat ku bersembunyi bersama Yeonjun pada musim panas pertama kami di Daegok. 

Nenek membenci kami dan mengatakan bahwa kami tidak diterima di rumahnya. Jadi kami menghabiskan sebagian besar waktu kami di luar. Kami bersenang-senang saat itu sebelum kami mengerti mengapa kakek-nenek kami mengundang kami untuk tinggal bersama mereka. 

Ketika Taehyung parkir di depan sebuah rumah besar yang luas dengan jalan masuk melingkar, aku membuka pintu dan turun dari mobilnya.

"Aku akan kembali jam sepuluh," geramnya. "Kau tidak akan menyukai konsekuensinya jika aku harus memburumu." 

"Aku bukan milikmu, Tae."

Aku membanting pintu dan berjalan menuju rumah. 

Di usia akhir enam puluhan, seorang pria dengan setelan jas hitam dan dipersenjatai dengan senyum hangat menyambutku. 

"Nona Yeorin," katanya dengan kepala menunduk. “Selamat datang kembali ke rumah.” 

“Terima kasih, Ahjusi. Bagaimana kabarmu? ” 

“Luar biasa, terima kasih telah bertanya. Ku harap perjalananmu menyenangkan." 

“Ya,” aku berbohong. “Bagaimana kabar cucumu?” 

Dia tersenyum. “Miran baru berusia lima tahun. Dan Minho akan memulai tahun pertamanya di Sekolah Menengah.” 

“Anak-anak tumbuh dengan sangat cepat.” 

"Ya mereka melakukanya."

Paman Kang telah bekerja untuk kakek-nenekku sejak dia seusiaku. 

Musim panas pertamaku di sini, Paman Kang membuatku merasa seperti di rumah sendiri. Dan setiap musim panas setelah itu. Dia tidak pernah membentak Yeonjun dan aku, selalu menyiapkan makanan ringan untuk kami. Memperlakukan kami seperti remaja yang sangat membutuhkan orang tua. 

Aku melangkah ke dalam rumah dan melirik ke arah Taehyung sebelum dia pergi. Pembebasan yang bagus. Untuk pertama kalinya dalam dua puluh empat jam, aku bernapas lega tanpa Taehyung di belakangku. 

Aku berjalan menyusuri lorong panjang bersama paman Kang. Interior rumah tidak sesuai dengan kepribadian kakekku. Rumah ini dingin dan steril. Dengan dinding dan lantai putih, warna minimal kecuali kalian menghitung hitam dan krem, bahkan lukisan mahal tidak dapat menghidupkan tempat ini.

The Devil i HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang