33. Saingan Katanya

954 177 20
                                    

Setelah aku baca ulang, ternyata ada yang salah. YOWES TAK ULANGIN😭😭

 YOWES TAK ULANGIN😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arjan terkesiap ketika Satya menggeber-geberkan motor tepat di sampingnya. "Iya iya yang punya motor."

Satya terkekeh dibalik helmnya. Ingat pikiran aneh-anehnya tadi. Dari kejauhan dia sempat mengira bahwa Arjan itu bukan Arjan---sebangsa makhluk halus. Tapi saat melihat kakinya menapak aspal dan wajahnya tersinari layar handphone, masa bukan Arjan asli?

"Udah lama nyampe sini?" tanya Satya. Dia memarkirkan motor di dekat pagar.

Arjan menggeleng. "Baru nyampe. Lo pulang lewat mana?"

"Lewat jalan biasa. Kenapa nanya-nanya kayak wartawan?"

Arjan kembali menggeleng. Lalu dia mengangkat handphone dan menempelkan di dekat telinga. "Hati-hati, katanya ada begal nyawa---Gue di depan gak sendiri, ada si Memble."

Satya mengerutkan kening karena perkataan Arjan yang membingungkan. Tapi dia tidak bersuara lagi karena pemuda di depannya itu sibuk mengobrol lewat telepon. Takut menganggu. Jadi, Satya memutuskan untuk menyender pada pagar dan memejamkan mata.

Ini sudah larut malam. Tapi keduanya malah terlihat seperti nongkrong di depan rumah. Satya tadi mengerjakan tugas di kontrakan salah satu kawannya, sekalian kumpul. Ingin menginap tapi tidak enak karena kontrakan itu juga diinapi banyak orang. Sedangkan Arjan baru kembali dari Bandung. Harusnya bersama Nanta, namun sahabatnya itu berkata akan kembali besok. Arjan yang punya jadwal kuliah pada besok pagi pun langsung tancap gas kembali ke Yogyakarta.

"Gak usah nyari kunci garasi, langsung buka pintu aja," ucap Arjan.

Tak lama ada suara pintu dibuka. Lalu menampilkan seorang gadis berbalut piyama merah muda. "Kok nggak sekalian besok pagi aja pulangnya, Jan?" tanya Naran.

Suara yang sangat familiar itu sontak membuat Satya membuka mata. Dia membalikkan badan untuk melihat apakah itu benar-benar Naran atau dia hanya bermimpi.

Sementara itu, Arjan tersenyum lalu menyimpan handphone di saku jaket. "Emang lo nggak kangen gue?" tanyanya.

"Ndak ada manfaatnya ngangenin lo," jawab Naran.

Satya sudah memicingkan mata. "Kangen sama gue menghasilkan kebahagian. Lo nggak mau nyoba?"

"Bukan kebahagian tapi kesengsaraan kali," sahut Arjan.

"Bajingan, sini lo satu lawan satu."

"Ngapain?"

"Mancing lah."

"Oke, atur jadwal."

Naran menghela napas. Anak-anak Pratala itu rata-rata begini. Dia yang mengira bahwa Arjan itu cool, kalem kalem gimana gitu, ternyata kalau sudah disatukan dengan yang lain ya sama saja.

PRATALA & PRATIWITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang