Lets stick together!

465 98 34
                                    

Hari yang melelahkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari yang melelahkan. Begitu yang dipercayai Sohyun usai menyelimuti putrinya. Dengan lembut dia mengusap sudut mata Ye Won yang basah sebelum akhirnya beranjak pelan meninggalkan gadis kecil tersebut tidur lelap di kamarnya. Terlalu lama menangisi roknya yang bernoda, akhirnya Ye Won tertidur sendiri.

Langkah Sohyun bergerak menuju ruang tamu. Di sana ada Jimin yang masih menunggu dengan sebotol soda dingin. Namun, langkahnya kontan selangkah bergerak mundur, bersembunyi di balik tembok sembari mendengar pembicaraan Jimin.  Sohyun turut memerhatikan ekspresi Jimin hingga pembicaraan selesai. Hati Sohyun ikut terluka tatkala melihat pria Han itu terus memandangi ponselnya dengan air muka tergurat sendu.

"Maaf karena kau jadi lama menunggu." Sohyun tiba-tiba menyela. Pergerakan tenang dan disempurnakan dengan senyum, Sohyun tampak berhasil mengelabui Jimin.

Pria Han yang tidak tahu Sohyun baru mencuri dengar sontak gelagapan. Tangan kanannya dengan tangkas menyembunyikan benda pipih yang sempat dipandanginya ke saku celana seiring Sohyun terus mendekat.

Sohyun begitu santai ketika memosisikan duduk di sebelah Jimin. "Kau serius akan melepaskan hakmu sebagai pewaris Perusahaan Han?" tanyanya.

Pria Han yang menggulung kemejanya hingga batas siku itu dengan mantap mengangguk. "Apa sekarang aku terlihat lebih keren?" Cekungan di tulang pipi Jimin meninggi diikuti matanya mengecil saat tersenyum.

Sohyun berdesis seturut bibir atasnya menyungging, "Keren apanya? Bukannya itu sama artinya kau juga jadi pengangguran?" Bibirnya mengerucut, lalu lanjut bilang, "Aku belum berminat kencan dengan pria pengangguran."

Mendengar penuturan Sohyun, Jimin lantas memutar badannya. Dengan posisi berhadapan dengan Sohyun, dia berujar, "Yak! Aku juga tidak akan bilang begitu bila tahu kau sudah lebih dulu mengundurkan diri. Padahal tadinya aku berencana melamar menjadi supir pribadimu." Jimin memberengut.

Keduanya saling memalingkan wajah usai mencibir satu sama lain. Namun, tidak berapa lama kemudian, keduanya sama-sama tergelak. Menertawakan keputusan masing-masing yang dianggap bodoh.

Kendati begitu, sejujurnya Sohyun merasa lega. Bebannya sedikit terangkat setelah memberitahu Jimin tentang beberapa hal yang terjadi padanya. Contohnya tentang pengunduran dirinya yang melibatkan ibu Jimin.

Awalnya Sohyun tidak ingin terkesan seperti mengadu. Alasan itu juga yang membuatnya enggan bercerita pada Jimin. Akan tetapi, melihat persoalan yang dihadapinya kian melebar, bahkan kini melibatkan Jimin, maka Sohyun terpaksa memberitahu hal yang sebenarnya. Beruntung, pria Han itu bisa memahami posisinya. Perhatian yang menurutnya lebih dari cukup.

Wanita Ahn itu merangkul tangan Jimin, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu sang kekasih.
"Terima kasih sudah membelaku, Han Jimin," tandasnya sembari tersenyum.

Jimin ikut menggenggam tangan Sohyun. Setelah itu mengusap punggung tangan wanita Ahn itu beberapa kali. Ini sangat aneh dikecapinya—bagi Jimin. Dia yang selalu bergelimang kemewahan dan kemudahan, kini harus berjuang. Tak lebih demi mendapatkan kebahagiaan. Sebuah perasaan hangat yang sudah lama ia lupakan. Lebih penting, Jimin merasa telah menemukan rumahnya, tempat ternyaman.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang