Something Not To Say

507 124 59
                                    

"Ke-kenapa bisa datang berdua?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Ke-kenapa bisa datang berdua?"

Entah kenapa Sohyun bahkan merasa tidak aneh sesaat mendapati Yoojung terperangah kala melihat ia datang bersama Jimin. Baginya menghadapi Jimin sudah cukup melelahkan. Ya, pria itu ... entah apa yang terjadi padanya hari ini. Sejak dari pagi tidak ada yang berjalan lancar bila dikaitkan dengan pria yang tak lain juga adalah tetangga mereka.

Tenaga Sohyun sudah cukup tersita karena memikirkan lauching besok, ucapan Yoojung, dan ucapan Ye Won. Kapasitas otaknya tidak cukup kuat untuk berpikir lebih tentang si pria Han. Seperti pertemuan yang tidak disengaja di depan lift tadi. Kalau bisa memilih, untuk saat ini ia sendiri ingin menghindar.

Memang tidak menampik, Sohyun sempat terenyuh. Memikirkan bagaimana perhatian pria Han itu pada Ye Won, bahkan kesukaan mereka pun terlihat serupa, hatinya sempat tergerak. Namun, perasaan itu singgah sebentar, sebelum akhirnya ia kembali sewot melihat tingkah Jimin yang masih saja menyebalkan.

"Kalau begitu nanti aku menyerahkan ini pada Ye Won." Tadinya Sohyun coba mengambil alih kantung plastik yang dijinjing Jimin.

"Yak! Apa yang sedang kaulakukan?!" Bukan memberikan pada Sohyun, Jimin malah menepis tangan Sohyun.

Lantas membuat wanita Ahn itu mendelik. "Roti itu ... bukankah untuk putriku? Aku akan mewakilimu memberikannya pada Ye Won," jelas Sohyun dengan kepala yang meneleng.

Jimin berdesis sinis, dengan wajah yang berpaling ke arah berbeda. "Siapa yang percaya kau akan bilang roti ini dariku? Bisa saja tanpa sepengetahuanku kau akan mengakui bahwa ini adalah pemberianmu. Tidak! Aku akan memberikannya langsung pada Ye Won!"

Sohyun berdecak tak percaya. Serendah itukah dia di mata Jimin? Lagi pula, sejak kapan tetangganya itu peduli pada putrinya, Ye Won? Ah, pria Han itu benar-benar perwujudan dari kata menyebalkan.

Jimin lagi-lagi mencibir dengan matanya yang menyelisik bawaan Sohyun, "Padahal putrimu sedang sakit, tidak bisakah kau membawakannya sesuatu selain buku sketsa?"

Darah Sohyun serasa mendidih. Pria itu sengaja membuatnya marah, kan? Beruntung ia belum meraut pensil gambarnya. Kalau tidak, bolehkan dia mengancam pria itu dan menyuruhnya diam?

Seiring emosi Sohyun belum mereda, lift terbuka. Tepat di lantai apartemen mereka.

"Terserah," ketus Sohyun keluar lebih dulu.

Sementara Jimin yang menyusul di belakangnya tak berhenti tersenyum. Rasanya puas bisa melihat wanita itu marah setelah sekian lama rasanya cuma dia yang biasa dibuat kesal. Atau anggap ini balasan untuk kejadian uban tadi pagi.

Kembali ke masa sekarang, Yoojung masih terkesan gugup menghadapi Jimin yang diyakininya adalah si pendonor untuk Sohyun.

"Di mana Ye Won?" tanya Jimin yang kontan membuat Yoojung melirik Sohyun.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang