"Minhyun-ah, kau mau pergi sekarang?"Pria jangkung yang baru saja selesai mengancingkan kancing di lengan bajunya itu mengangguk setelah menoleh sekilas ke arah ibunya yang membawakan segelas jus jeruk.
"Kalau begitu nanti malam jangan datang terlambat. Orang tua Nayeon akan datang dan kita berencana membicarakan pernikahan kalian." Wanita baya mengingatkan, lalu menyodorkan jus jeruk tadi untuk putranya.
Mengambil jas yang sempat diletakkan di kasur, Minhyun membalas, "Aku tidak akan menikahi Nayeon, Bu." Dan gelas jus dari ibunya ikut terabaikan.
"Kenapa? Apa tujuh tahun penantian Nayeon masih dirasa belum cukup?"
Minhyun malah berkaca, bukan menjawab. Pria itu terus melakukan aktivitasnya dan terlihat akan bersiap-siap kerja. Sedikit pun tidak menunjukkan gelagat terusik meski ibunya terus mengajaknya bicara.
Sang ibu lantas mencekal tangan Minhyun yang akan pergi. "Ibu mohon, Minhyun-ah. Pikirkan tentang keluarga ini, kita butuh penerus." Sang ibu memelas. Tampak mengiba.
Sayang, Minhyun tidak tergugah. Perlahan ia menepis tangan renta sang ibu diikuti bibir atasnya sedikit meninggi. "Penerus?" Ia mendengkus, "Tenanglah, Bu. Aku pasti memberikannya pada Ibu. Dan sekarang aku harus pergi untuk mencari penerus yang Ibu inginkan. Sampaikan permintaan maafku pada Nayeon dan keluarganya."
Minhyun tetap pergi, walau suara sang ibu terus menyerukan namanya. Tidak ada lagi Minhyun si Anak Baik. Ah, atau sejak awal memang tidak ada. Mungkin dikarenakan perceraian dengan Sohyun membuatnya pria Kang itu terpukul. Karena itu, Minhyun sempat putus asa dan kehilangan antusiasnya.
Lagi pula sejak awal Minhyun tidak pernah menjanjikan apa pun pada Nayeon. Wanita itulah yang mengatakan akan bersedia menunggunya.
Minhyun pernah goyah dan berpikir menikah adalah jalan keluar terbaik untuk lepas dari bayang-bayang Sohyun. Terutama selepas pertemuan tidak terduga mereka di mini market kala itu. Sohyun yang tersenyum lebar didampingi seorang pria dan gadis kecil, membuat Minhyun percaya kalau mantan istrinya itu sudah bahagia.
"Wah, tahun ini pun saham Perusahaan Han masih melesat. Jimin benar-benar sedang berada di tahun emasnya." Beberapa minggu lalu Minhyun diajak bertemu dengan teman-temannya. Mereka menggerutu perihal saham. Awalnya Minhyun hanya tersenyum tipis. Tidak tertarik untuk menyela, sebelum atensinya teralihkan pada majalah ekonomi yang diletakkan sang teman.
Minhyun lekas mengambil majalah yang menampilkan wajah pria yang pernah bertemu dengannya itu. "Kau mengenalnya?" tanya Minhyun polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA
Fiksi Penggemar"Hai, Ayah. Akhirnya kita bertemu." Dunia Jimin yang tenang seketika porak-poranda sesaat seorang gadis kecil mendatangi dan mengaku sebagai putrinya. Memangnya sejak kapan dia menghamili wanita Ahn yang bahkan tidak dikenalnya? Ditambah Jimin tidak...