Duduk menyendiri di taman belakang rumah, pandangan Seulgi tercermin kosong. Meski padangannya tertuju pada mawar putih yang mekar indah, sayang ia tidak benar-benar mengerti arti keindahan itu. Yang dilihatnya sekadar bunga mekar setelah kuncup beberapa lama. Tidak lebih dari proses tumbuh sebagaimana mestinya.Mungkin tidak berbeda jauh seperti dirinya. Status sebagai istri Jimin berjalan seperti keinginan orang tua mereka, tetapi ia tidak benar-benar pernah tumbuh sebagai seorang istri. Status itu hanya melekat layaknya baju indah, mahal, dan bermerek yang terus ia kenakan.
Seulgi membuka lagi secarik kertas yang ia sempat ia remukkan. Matanya kembali memanas dan dadanya berdenyut perih. Bagaimana bisa hidupnya yang berubah nyaman tak bisa berjalan beriringan dengan keinginan hatinya.
Kata-kata Dokter Lee kembali berputar di kepalanya. "Maafkan aku, Nyonya Han. Walau kita memaksakan untuk melakukan inseminasi ulang, kemungkinan berhasilnya sangatlah kecil. Jumlah sel telur Anda masih sangat kurang."
Sangat tidak adil. Padahal segala cara sudah ia lakukan. Segala rekomendasi ia jalankan. Lantas kenapa, masih kendala yang sama yang membendung niatnya? Alasan yang sama yang membuat ia harus menggunakan ibu pengganti tujuh tahun lalu. Dan sekarang, ucapan Dokter Lee tidak ubahnya repetisi atas kejadian yang sudah-sudah. Seolah menekankan padanya untuk melupakan impiannya jadi seorang ibu.
Seulgi tertunduk bersamaan satu per satu air matanya berderai. Apa ini artinya ia harus menyerah untuk tetap berada di sisi Jimin?
***
Sambil menenteng ransel pink kesukaannya, gadis kecil itu terus berjalan melewati jalan setapak yang lumayan ramai dilewati banyak pejalan kaki dan kendaraan. Di sisi kiri dan kanan jalan kebanyakan toko-toko. Sangat variatif. Kadang ia berhenti dan mengamati toko yang menarik perhatiannya, tetapi tatapannya teralihkan paling lama pada sebuah toko yang menjual cemilan manis. Bentuk unik dan dipenuhi warna-warni jadi godaan tersendiri bagi dirinya yang agak lapar. Sayang, di tasnya tidak ditemukan sepeser uang. Kalau sudah begini, dia jadi menyesal mengeluarkan bekal yang sempat ditaruh ibunya di tas.
"Adik kecil, sedang apa kau berdiri di sini?"
Gadis kecil dengan tas bertuliskan nama Ahn Ye Won itu menoleh ke arah pria matang yang tak disadari entah sejak kapan berdiri tepat di sebelahnya. Pria itu tersenyum lebar. Bibirnya yang agak hitam dengan penampilannya yang cenderung berantakan membuat Ye Won bergidik ngeri.
Ye Won lekas berlari. Ia memutuskan pergi ketimbang menjawab pertanyaan pria yang terlihat mencurigakan itu. Kaki pendeknya terus bergerak. Ye Won memutuskan bersembunyi di terowongan bermain yang ada di taman yang ia temukan.
Awalnya Ye Won terus terjaga sambil mengatur deru napas yang memburu. Setelah dirasa aman, seraya memeluk tasnya Ye Won lantas termenung. Ingatannya terusik pada kejadian beberapa hari lalu, di taman depan apartemen, kala ibu dan pria Han yang tinggal di sebelah rumah mereka membicarakan hal yang seharusnya tidak ia dengar. Ditambah kemarin, sebelum pulang sekolah, saat akan menaruh tugas di meja wali kelasnya, lagi-lagi Ye Won mendengarkan pembicaraan beberapa gurunya. Pembicaraan yang menjengahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA
Fiksi Penggemar"Hai, Ayah. Akhirnya kita bertemu." Dunia Jimin yang tenang seketika porak-poranda sesaat seorang gadis kecil mendatangi dan mengaku sebagai putrinya. Memangnya sejak kapan dia menghamili wanita Ahn yang bahkan tidak dikenalnya? Ditambah Jimin tidak...