"Hai, Ayah. Akhirnya kita bertemu."
Dunia Jimin yang tenang seketika porak-poranda sesaat seorang gadis kecil mendatangi dan mengaku sebagai putrinya. Memangnya sejak kapan dia menghamili wanita Ahn yang bahkan tidak dikenalnya?
Ditambah Jimin tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lagu ceria yang diperdengungkan Jimin nyatanya tidak mewakili perasaan Seulgi yang dirundung kesal. Entah pria itu yang tidak peka atau memang tidak lagi peduli sama sekali padanya, tapi Seulgi yakin ekspresinya kini tertekuk kesal.
"Apa kau akan terus begini, Park Jimin? Kaupikir dengan bersikap menyebalkan akan membuatku mundur?" tukas Seulgi menoleh ke arah Jimin yang mengendarai mobil. Bersama keduanya kini menuju kantor Jimin.
"Kau pernah mendengar lagu ini?" Ucapan Jimin begitu kontras, terkesan jelas coba mengalihkan pembicaraan. Ditambah pria Han itu seolah sengaja menambah volume suara musik tanpa menjawab pertanyaan sang istri.
Seulgi mendengkus. Sungguh sial, pikirnya. Ia sengaja datang pagi ke apartemen suaminya dengan harapan suasana hati Jimin lebih baik dan keduanya bisa membicarakan hal penting lainnya dengan kepala dingin. Seulgi kembalibmemandang amplop cokelat yang masih diremasnya. Padahal tadinya ia kira hati Jimin mungkin melunak bila melihat surat cerai ini. Namun, sepertinya niat itu ia urungkan lagi.
Sejujurnya, Seulgi masih terkejut dengan kejadian ini. Rasa simpatinya telanjur tertukar dengan kemarahan yang kadung menggerogoti. Lagi-lagi ia harus melihat suaminya bersama wanita yang belakangan ini dianggapnya gangguan.
"Kau menyukai wanita itu?"
Jimin tetap abai, kembali bersenandung sambil mengetuk-ketukkan jemarinya di kemudi. "Katanya lagu ini sangat populer," dalih Jimin.
"Apa karena dia kau menolak melakukan bayi tabung?" Lagi, Seulgi bertanya sembari menurunkan volume pengeras musik. "Apa kau lupa statusnya? Dia itu sudah memiliki seorang anak. Ah, jangan bilang sekarang kau menyukai putrinya juga meski asal usulnya tidak jelas?"
Ucapan Seulgi begitu sarkas, tapi belum berhasil menyulut emosi Jimin yang memilih menyungging tanpa berkomentar.
"Yak, Han Jimin! Apa kau tidak keterlaluan memperlakukanku begini!" Mata Seulgi berkaca-kaca. Nada suaranya bergetar, meski terdengar meninggi.
Ada jeda sejenak di antara keduanya, menyisakan bunyi klakson dari arah luar yang coba memecah kesunyian mereka. Seulgi memalingkan wajahnya dan menyeka sudut matanya yang terasa basah.
Tidak lama kemudian Jimin bersuara. "Seulgi-ya, meski aku tidak mengerti alasanmu sebenarnya melakukan ini semua, tapi ... baiklah. Ayo, kita lakukan bayi tabung."
Secepat itu pula Seulgi kembali berpaling pada Jimin. Matanya melebar penuh harap, memandangi pria yang tetap mengedarkan pandangannya ke depan.
"Tapi dengan syarat ...," lanjut Jimin kemudian.
Alis Seulgi mengernyit. Tepatnya sedang menunggu lanjutan perkataan Jimin.
Pria Han itu meneruskan, "Berhentilah menjelekkan orang lain. Hanya membuatmu terlihat lebih buruk."