Happy reading ❤️❤️❤️
***
"Kau sudah gila? Kenapa mendorongnya?"
"Memangnya kenapa? Dia yang lebih dulu menyenggolku!"
"Dia itu Han Jimin! Kau tidak boleh mendorongnya!" tukas anak kecil pertama dan terlihat takut. Tidak berapa lama ia berlari dan meninggalkan temannya yang terus meneriakkan namanya.
Sementara anak kecil lainnya yang tersungkur di koridor kelas masih tampah syok. Wajahnya memucat karena ini pertama kalinya ia didorong oleh teman sekelasnya. Yang berbeda hanya perbedaan bobot tubuh mereka, si pendorong lebih berisi dibandingkan dia yang tergolong kecil.
Waktu itu usia Jimin baru sembilan tahun dan hari itu juga hari terakhir ia bertemu anak lelaki yang mendorongnya. Keesokan harinya wali kelas mereka memberitahu kalau si anak laki-laki bertubuh besar itu pindah sekolah dan setelah itu rumor tentang untuk tidak mendekati Jimin kian menjadi-jadi.
Hingga ia lulus dari sekolah dasar, Jimin tidak memiliki teman. Padahal Jimin tidak pernah mengganggu temannya. Ia sering duduk di bangku taman sekolah dan memperhatikan teman-temannya bermain bola. Dan dari sekian banyak orang yang melihatnya, tidak ada satu pun yang pernah mengajak ia bermain.
"Tuan muda Han, maafkan putraku! Dia tidak sengaja!"
Di tahun kedua bangku sekolah menengah pertama, untuk pertama kalinya Jimin mengira memiliki teman. Namanya Sunho, putra dari bibi yang bekerja di rumahnya. Jimin dan Sunho sering bermain diam-diam dan bagi Jimin itu masa yang menyenangkan. Naas, pernah terjadi kejadian yang tidak disengaja saat keduanya tengah bermain. Jimin mengalami kecelakaan kecil yang mengakibatkan di tangan dan kakinya terdapat luka lecet. Seperti mengulang kejadian usang, keesokan harinya Jimin tidak pernah lagi bertemu dengan Sunho dan ibunya di rumah Han.
"Teman-teman, besok Sabtu aku mengadakan pesta ulang tahun di rumahku. Kalian semua resmi kuundang datang," seru pelajar wanita yang kemudian membagikan satu per satu undangan pestanya.
Tiba di meja Jimin, gadis yang sama melengos begitu saja. Memalingkan wajahnya seolah tidak melihat Jimin.
"Kau tidak mengundang 'dia'?" celetuk salah satu murid.
Gadis itu menengok ke belakang—meja Jimin, lalu berujar, "Apa kau berharap setelah ulang tahun aku tidak akan sekolah lagi?"
Sindiran tersebut lantas mengundang tawa. Jimin terus menunduk. Pandangannya hanya tertuju pada buku yang terbuka lebar di atas meja. Suara-suara tawa yang bergema di rungunya sangat mengganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA
Fanfiction"Hai, Ayah. Akhirnya kita bertemu." Dunia Jimin yang tenang seketika porak-poranda sesaat seorang gadis kecil mendatangi dan mengaku sebagai putrinya. Memangnya sejak kapan dia menghamili wanita Ahn yang bahkan tidak dikenalnya? Ditambah Jimin tidak...