"Hai, Ayah. Akhirnya kita bertemu."
Dunia Jimin yang tenang seketika porak-poranda sesaat seorang gadis kecil mendatangi dan mengaku sebagai putrinya. Memangnya sejak kapan dia menghamili wanita Ahn yang bahkan tidak dikenalnya?
Ditambah Jimin tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Haha ...."
Ini sudah detik dan menit kesekian Sohyun harus berbesar hati mendengar suara tawa Yoojung, meski secara harfiah tak bisa diartikan tawa itu bentuk kebahagiaan. Dominan mencemoohnya. Ya, lebih tepat seperti itu. Lihat saja cara Yoojung yang menahan perutnya yang mulai kesakitan akibat terlalu banyak terbahak. Benar-benar mengesalkan.
Bila dia tahu akan seperti ini, Sohyun mungkin tidak akan bercerita pada Yoojung—tentang kejadian dan ucapan yang dilontarkan pada ibu Jimin. Keberanian bar-bar yang tidak terpikirkan secara matang-matang. Sekarang, cuma ada penyesalan.
Ditambah berbicara dengan Yoojung bukan membuat perasaannya membaik atau setidaknya mengurangi rasa sesalnya, sebaliknya ... Yoojung benar-benar tahu cara memperburuk suasana. Sejenis euforia bagi Yoojung yang memang sejak awal meramalkan hubungan Sohyun dan Jimin tidak akan berjalan mudah.
Sambil menekuk kedua lututnya di kursi, Sohyun kembali menenggak soda dinginnya. Ditemani suasana malam Kota Seoul yang agak dingin dari hari sebelumnya, hanya ada Yoojung dan Sohyun duduk di balkon apartemen. Anggap ini ladies night versi mereka—free soda, keripik kentang, dan bahasan rate 19+. Sementara Ye Won, sudah dua puluh menit lalu dia tertidur. Daya tahan mata gadis kecil hanya mampu bertahan paling lama hingga pukul 12 malam.
Sohyun pernah meledek putrinya. Dia bilang kalau Ye Won tidak akan pernah cocok menjadi Cinderella. Ketimbang harus melepaskan sepatu kacanya tepat di pukul 12 malam, Ye Won lebih tidak rela jam tidurnya diganggu. Lucunya hal ini dibenarkan Ye Won. Dia juga sepakat dengan perkataan sang ibu. Menurut gadis kecil itu menjadi Cinderella juga pastinya merepotkan. Harus ke pesta hingga tengah malam, menurutnya itu sangat merepotkan dan kurang kerjaan. Dan satu hal lagi, tentang sepatu kaca. Apa benar sepatu itu terbuat dari kaca? Memangnya tidak sakit saat mengenakannya? Pertanyaan ini masih sering dilontarkan Ye Won.
"Kau pasti sangat menyukai pria Han itu, kan?" Yoojung kembali menyela.
Sohyun tersedak. Meringis sakit ketika sedikit soda naik ke hidungnya. Dia belum siap mengantisipasi pertanyaan Yoojung barusan.
"Ternyata benar kau menyukainya," lanjut Yoojung yang kembali memasukkan potongan keripik ke mulutnya. Gadis yang memiliki tahi lalat di bawah mata kirinya itu kembali meneruskan, "Penyesalan yang kaurasakan sekarang bukankah karena kau takut perkataanmu melukai Han Jimin. Apa tebakkanku salah?"
Sohyun menghela napas panjang. Sedikit pun tak bisa menampik ucapan Yoojung. Seperti kata sepupunya itu, dia memang menyesal. Bagaimana bila ibu Jimin benar-benar tidak akan melakukan operasi karena ucapannya? Atau karena sikapnya, kondisi Nyonya Han—ibu Jimin—semakin memburuk?
Sohyun lagi-lagi memandangi ponselnya yang sejak kepulangannya dari rumah sakit belum berdering. Dia juga belum menerima balasan dari Jimin meski sudah mengirimkan beberapa pesan.
"Aku hanya tidak ingin mengulang kesalahan yang sama."
Yoojung menoleh pada Sohyun yang berucap lirih. Senyum kecutnya jelas menggambarkan ia sedang memaksakan diri. Tanpa perlu memperjelas, Yoojung sudah mengerti maksud perkataan Sohyun. Pastilah alasan perpisahan dia—Sohyun—dengan Kang Minhyun penyebabnya. Perpisahan mereka yang terjadi atas kehendak orang lain, bukan karena keinginan Sohyun atau Minhyun.