4. Nyaman

1.5K 219 138
                                    

Jujur kemarin aku pengen unpub cerita ini 🤧
Karena merasa nggak cocok sama genrenya 🥺
Tapi, terimakasih buat kamu yang udah mau kasih aku semangat dan nyuruh aku jadi diri sendiri.
Akhirnya aku bisa lanjutin ceritanya.

Jadi inilah Teenfic ala pigeonpurple 🤣🤣🤣🤣

Jangan lupa ingetin kalo ada typo ya
Jangan sungkan buat kasih masukan juga 🥰🥰🥰


Happy reading
💜💜💜💜💜💜💜



Akhirnya Tinka malam itu tidur di kamar Elko setelah lama beradu pendapat— lebih tepatnya adu pendapat antara Elko dan ibunya.

"Semalam aja Koo. Besok ibu bantuin beresin gudang," kata Sonia mengusap punggung Elko meminta pengertian. Mau tidak mau Elko mengangguk pasrah kamarnya akan dikuasai oleh orang asing untuk malam ini.

"Tante tidur duluan ya, Ka. Besok pagi-pagi biar Elko antar kamu ambil barang."

Pada awalnya Tinka juga bingung karena saat pergi tadi dia tidak berpikir apapun, yang terpenting pergi saja. Sampai pada akhirnya dia sadar kalau dia hanya pergi dengan seragam dan juga tas yang memang sebelumnya masih dia bawa dari pulang sekolah.

Untuk malam ini Tinka memakai kaos dan celana milik Elko. Karena kalau meminjam baju milik ibu Elko tidak mungkin juga karena proporsi tubuh beliau yang berukuran besar.

Tinka masih duduk di sofa ruang tengah, dengan Elko yang masih setia menyaksikan tontonan di televisi.

"Om, maaf ya," kata Tinka tiba-tiba. Namun, seseorang yang diajak berbicara tidak menoleh sedikitpun.

"Om!" panggil Tinka dengan suara lebih keras, tapi masih sama— Elko masih diam.

"Om!" Akhirnya kali ini panggilan Tinka dibarengi dengan satu tarikan pada ujung kaos milik Elko.

"Kamu ngomong sama saya?" kata Elko yang kemudian melirik tangan Tinka yang masih memegang kaos miliknya.

"Ma ... maaf." Sumpah, seumur-umur baru kali ini Tinka melihat pria yang tampannya tidak tertahankan kalau sedang dalam mode marah-marah berwibawa.

"Lepas!"

"Ha?" Tinka tidak paham.

"Lepas!" ucap Elko lagi. Namun, Tinka masih tidak paham juga apa yang dimaksudkan Elko, dan akhirnya pria itu sendiri yang menarik tangan Tinka dari kaos miliknya.

Elko langsung berdiri dan berniat untuk pergi ke kamar ibunya— niatnya ingin meminjam selimut untuk dirinya tidur di sofa ruang tengah malam ini.

"Om!"

Elko menipiskan bibirnya tidak tahan dengan panggilan yang diberikan oleh Tinka. Sebelumnya dia tidak memiliki anak kecil di sekelilingnya, tapi kenapa tiba-tiba dia seperti memiliki ponakan super yang biasa di film-film? Menjengkelkan. Sayangnya anak kecil ini sudah besar.

"Bisa berhenti panggil saya dengan sebutan Om?" kata Elko seraya memutar badannya.

"Terus aku panggilnya apa kalau bukan Om? Kan, Om lebih tua," jawab Tinka polos.

Sebenarnya panggilan "Om" memang sudah tercipta sebelum mereka berdua bertemu, lebih tepatnya saat Maura bercerita untuk pertama kalinya tentang Elko. Bukan rahasia lagi kalau Maura dan Tinka memang pecinta pria sedikit tua dan kaya. Mereka berdua menyebutnya dengan "Om Gula" tapi, tidak mungkin juga kalau Tinka memanggil Elko dengan Om Gula.

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang