35. He Know

825 135 49
                                    

Sini kemarin yang dobrak pintu ane :'
Yok jangan lupa jebolkan lagi :D

Kira-kira masih berapa part lagi, ya? 😌
.
.
.

Happy Reading!

Tuhan itu selalu tahu cara terbaik untuk menyadarkan makhluk-Nya. Dengan cara yang terbaik dan waktu yang tepat. Hanya saja, terkadang manusia itu sendiri yang terlalu menutup mata atas semua peringatan tersebut.

Satu minggu ini, Tinka merasa hal yang luar bisa terjadi dalam hidupnya. Seakan semesta sedang berbalik untuknya. Setelah perjuangan batin selama bertahun-tahun, akhirnya dia bisa merasakan kehangatan dari seorang "Ayah".

Mungkin memang manusia harus ditempatkan pada titik terendahnya dulu untuk bisa menemukan orang-orang yang benar tulus di sampingnya. Seperti Johan untuk sekarang ini. Dengan adanya penyakit yang sedang bersarang di tubuhnya, membuat Johan seperti terbuka matanya lebar. Tentang bagaimana sang istri dan juga anaknya yang paling setia menemani dan merawat.

Selama sembilan belas tahun ini yang ada dalam kepala Johan hanya kecewa, benci dan dendam terhadap dua orang tersebut. Entah sebaik apapun sikap mereka selalu tertutupi oleh awan kebencian yang tidak pernah ingin Johan hilangkan. Iya, memang dia sendiri yang tidak menginginkan kebencian itu hilang dari dalam dirinya. Yang dia tahu hanya akan terus menumbuhkannya setiap hari.

Namun, hanya dengan waktu kurang dari satu minggu, Johan seperti orang yang paling menyesal di dunia. Bagaimana dua orang yang itu selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuknya, bagaimana dua orang itu saling berlomba untuk memberikan kenyamanan untuk orang yang bahkan sudah memberikan luma yang cukup dalam.

Semua hanya akan tinggal penyesalan saja. Karena bagaimanapun caranya, Johan tidak akan bisa mengulang lagi waktu sembilan belas tahun itu sekarang.

"Kenapa dimasukkan ke dalam tas?" tanya Johan yang melihat anaknya mulai memasukkan bajunya yang berada di lemari sebelah brankarnya.

Selama satu minggu ini memang bibir Johan terlihat lebih baik. Cara bicaranya juga sudah tidak seperti saat pertama kali datang di rumah sakit. Hanya saja memang tidak bisa sejelas dulu, dan juga untuk kaki dan tangan sebelah kanannya masih belum bisa berfungsi dengan baik.

"Loh, Bapak udah bangun?" Sedikit terkejut, karena saat Tinka masuk ke ruangan memang dia melihat ayahnya masih tidur. "Baru dari ruangan Dokter Farhan, katanya besok udah boleh pulang. Makanya Tinka mau beres-beres sekarang biar besok nggak ribet."

"K— kamu, pulang juga, kan?" tanya Johan sedikit terbata.

"Iya, Tinka ikut pulang. Udah nggak di rumah Tante Sonia lagi, kok. Barang-barang Tinka juga udah di rumah semua."

Gara-gara membahas tentang itu, Tinka jadi merasa sedikit berat lagi. Merasa sedikit kehilangan, karena bagaimanapun di rumah Tante Sonia dia mendapat begitu banyak kebahagiaan. Terlebih dengan kekasihnya.

Ah bicara tentang kekasih, Tinka jadi sedikit berpikir. Setelah hari pertama Elko mengantar Tinka dari rumah sakit ke sekolah, pria itu terlihat sedikit aneh. Entah perasaannya sendiri atau bagaimana, tapi belakangan ini pria itu tidak begitu banyak berbincang dengannya. Entah langsung ataupun lewat ponsel.

"Kata ibumu, kamu mau ke Jepang?"

Lagi, kenapa harus dibahas sekarang? Tinka menutup tas ransel yang penuh dengan baju yang sudah dia pindahkan dari lemari. Kemudian duduk pada kursi plastik yang menghadap sang ayah.

"Kalo Bapak kayak gini, mana tega Tinka pergi jauh-jauh. Nanti yang rawat Bapak siapa?"

Kepala gadis yang masih duduk di bangku sekolah itu begitu banyak hal yang berkecamuk di dalamnya. Rasanya memang dia sedang dipaksa untuk dewasa. Sebelumnya dia sudah sangat yakin untuk pergi, bahkan semua dokumen sudah hampir lengkap. Hanya saja melihat bagaimana kondisi sang ayah yang seperti ini membuat gadis itu jadi berpikir ulang.

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang