37. Titip

916 129 56
                                    

Aku pengen kasih games ah

Iseng-iseng berhadiah.

Aku pas nulis ini 21:12
Dengerin lagu apa?
Yang pasti BTS
Kalian yang pantau story IG pasti tau

Yang bener aku kirimin saldo 20k (1 orang tercepat)
Dikit dulu lah ya 😂

Ini udah aku SS waktunya pas 21:12

Yang menang aku umumin di story IG ya.
Nanti aku bakal minta nomor rekening atau Dana, jadi jangan lupa follow 👀
Besok pagi aja deh ya umuminnya, tapi kalo ada yang bener 😂

.
.
.

Happy Reading!


Mungkin impian semua manusia yang hidup di semesta ini menginginkan sebuah keluarga yang manis dan hangat. Keluarga yang mampu menjadi sebuah 'rumah' yang sebenarnya. Keluarga yang menjadi tempat ternyaman untuk pulang. Seperti halnya dengan Tinka.

Gadis yang hampir sembilan belas tahun menghirup udara bumi ini memiliki begitu banyak mimpi. Mimpi yang tidak banyak orang ketahui. Salah satunya adalah 'pelukan' ayah, pelukan dalam arti yang lebih dalam.

Dulu ketika masih duduk di sekolah dasar, dia selalu bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa ayahnya tidak seperti ayah teman-temannya? Kenapa dia tidak pernah mendapat tepukan bangga di kepalanya? Kenapa dia tidak pernah mendapat lambaian tangan ketika dia berangkat sekolah? Kenapa dia tidak pernah mendapat kecupan kecil di keningnya? Bahkan pelukan pengantar tidur pun sama sekali tidak pernah dia rasakan.

Mungkin Tinka kecil hanya berpikir kalau ayahnya sedang sibuk mencari uang untuk menghidupi keluarganya. Namun, semakin bertambahnya usia, dia jadi semakin sadar bahwa itu semua tidak hanya karena uang. Sampai waktu di mana dia hanya terus mencoba untuk menerima bahwa bukan pelukan hangat yang dia terima, tetapi lebam yang akan bertahan selama beberapa hari pada tubuh.

Namun, bolehkah Tinka merasa bersyukur sekarang? Penantiannya selama hampir sembilan belas tahun terbayarkan sudah. Untuk pertama kalinya ketika gadis itu keluar rumah, sang ayah mengatakan sebuah kalimat sakral.

"Hati-hati. Belajar yang baik!"

Mungkin untuk sebagian orang itu hanyalah kalimat biasa, tetapi untuk Tinka yang memang belum pernah merasakan hangatnya keluarga menjadi sebuah kalimat sakral pengiring hari barunya. Mungkin saja hanya kalimat sederhana itu membuat perubahan suasana harinya.

Mungkin karena hal itu juga sekarang Tinka ingin cepat-cepat sampai rumah. Bahkan les menjahitnya terasa lebih lama dari biasanya karena saking nyaman rumahnya sekarang dan ingin segera pulang.

"Eh ada Aydin. Tumben ke sini, kangen ya sama aku?" ucap Tinka ketika masuk ke halaman rumah dan bertemu tatap dengan pria yang baru saja keluar dari pintu rumahnya.

"Jam segini baru pulang kamu? Sekolah apa nge-job?" celetuk Aydin yang seraya memakai helm miliknya.

"Asal banget tu mulut bacotnya," ucap Tinka dengan nada kesal. "Eh, kamu ngapain ke sini? Tumben banget mampir."

"Kepo." Aydin menyalakan motor besarnya dan bersiap untuk pergi.

"Sopan banget orang diajak ngomong malah kabur," ucap Tinka yang melihat Aydin sudah memutar motor besarnya dan keluar dari pekarangan.

Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepala ketika irisnya masih mengikuti Aydin yang perlahan mulai menghilang pada belokan jalan. Tidak heran sebenarnya, karena Tinka sendiri sudah begitu hafal dengan tabiat mantan teman kerjanya tersebut.

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang