Siap-siap guling berguling Poeny
wkwkwkNggak banyak cot ah
Happy Reading!
Di saat semua wanita berlomba-lomba menunjukkan berbagai kelebihan dirinya di depan pasangan. Di saat mereka memberikan gambaran terbaik agar dilihat pantas oleh pasangannya, berbeda dengan pemilik naman lengkap Latinka Nirwana tersebut. Dia tidak tahu sama sekali apa yang dapat dia beritahukan pada prianya untuk menunjukkan kelebihan yang dia miliki. Nyatanya malah semua keburukan yang menempel pada dirinya dan juga keluarganya tercuat satu persatu. Memperkenalkan diri dengan sendirinya tanpa perlu dibawa.
Rasanya Tinka sudah tidak bisa menampakkan wajahnya lagi. Seolah sudah begitu banyak coretan yang memenuhi setiap incinya. Tidak ada alat secanggih apapun yang dapat membersihkannya.
"Hancur banget ya Om keluargaku." Tinka masih dalam duduknya, tersenyum kecut pada dirinya sendiri. Menertawakan bagaimana sebuah kehidupan yang benar-benar seperti permainan. Selalu ada kejutan di setiap level yang dia buka. Bahkan dirinya sendiri tidak pernah tahu kapan bisa sampai pada babak terakhir. Apakah sebuah kematian? atau malah akan mengikuti sampai pada alam lain?
Kini Tinka hanya akan selalu menerima dan menjalani setiap takdir yang singgah pada kehidupannya. Memang mau bagaimana lagi? Menolak? Bahkan dia sendiri juga tidak ingin memiliki jalan hidup yang seperti ini. Memangnya siapa juga yang ingin? Semua orang menginginkan kehidupan yang tenang dan nyaman. Bukan kehidupan yang hanya penuh dengan halangan dan rintangan.
"Aku malu banget sama Om sama Ibuk. Harusnya sebagai pacar bisa jadi kebanggaan. Aku aja sampai nggak tahu apa yang bisa dibanggain." Pada kenyataannya dia juga ingin terlihat sempurna di mata keluarga sang kekasih. Namun, memang begitulah kenyataan.
Tinka lupa kapan terakhir dia mendapat sanjungan. Apakah saat kelulusan dulu? Sepertinya juga tidak. Atau saat dia bisa juara satu lomba menggambar tingkat provinsi? Ah, benar. Orang yang memujinya adalah gurunya saat masih di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Yang lainnya tidak pernah mau peduli, mungkin(?) Dia sendiri juga tidak begitu mengingatnya.
Elko terdiam sejenak, bukan berarti dia mengiyakan tentang bagaimana hancurnya kehidupan pacar kecilnya. Namun, dia hanya mencoba untuk memberikan ucapan yang benar-benar pas untuk situasi yang saat ini terjadi. Bagaimanapun Tinka sedang dalam kondisi terjatuhnya sekarang.
"Aku senang karena kamu masih punya rasa malu, tapi aku berharap kamu tidak jadi rendah diri karena rasa malumu itu," jawab Elko yan perlahan sedikit menggenggam jari lentik milik sang pacar. Pada unjung saja karena takut menyentuh luka gadis tersebut.
Sejenak Elko memandangi jari kecil itu. Bahkan pada ujungnya terasa begitu kasar, saksi bahwa gadis kecil yang sudah sangat berjuang begitu keras. Elko tidak bisa membayangkan bagaimana selama delapan belas tahun gadisnya menjalani kehidupan. Tanpa sadar dia memang sudah didewasakan dengan keadaan.
Elko terkekeh sebelum berucap kembali, "Akhirnya ada satu kesamaan kita." Kemudian melempar pandangannya pada Tinka.
"Apa?"
"Sama-sama nggak pernah ketemu sama ayah kandung." Elko masih fokus pada mata gadis berrambut pendek dengan sedikit goresan di pipi kanannya. Sedikit menelisik pahatan sempurna yang diciptakan Tuhan. Pahatan sempurna yang di dalamnya begitu kacau.
"Kamu hebat. Kamu nggak perlu malu sama aku atau sama ibuk. Karena yang bisa menilai kamu hanya orang lain. Dengan keadaan keluarga yang retak dan kamu masih jadi gadis baik. Itu sudah bisa menunjukkan bagaimana sisi terbaik yang kamu punya. Dan aku harap kamu akan tetap baik dan semakin baik."
Banyak sekali seorang anak yang berada di luar sana memilih untuk menghancurkan kehidupan mereka sendiri dan mendeklarasikan sebagai korban dari rusaknya hubungan kedua orang tuanya. Entah dengan sikap keras, merokok, memilih pergaulan bebas, dan masih banyak yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EL:Querencia [SELESAI ✔️]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Seorang ayah seharusnya menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Namun, bagaimana kalau malah dialah yang menjadi alasan sakit hati dan fisiknya anak? Selama 18th Tinka tidak pernah merasakan sekali saja hangatnya pelukan seora...