19. The Reason

1K 138 26
                                    

Hi Poeny?
Gimana kabarnya hari ini? Gimana weekend kemarin?
Apa kalian bahagia? Apa ada sesuatu yang bikin kalian bad mood?
Entah apapun itu, aku cuma pengen bilang.
Kalian hebat udah bisa bertahan sampai hari ini. Terimakasih karena telah sekuat ini entah untuk diri kalian sendiri atau untuk orang yang kalian sayang.
Aku harap suatu saat kalian benar-benar menemukan kebahagiaan yang kalian cari.

Semangat Peony
.
.
.
Semoga semua ceritaku bisa menemani hari kalian, ya.


Happy Reading!

Setiap manusia memiliki kadar kebahagiaan mereka masing-masing. Entah itu hal yang cukup besar, atau hal kecil sekalipun. Tidak bisa untuk disama-ratakan antara satu orang dengan orang yang lain.

Jadi, alangkah lebih baik ketika kita dapat menghormati ekspresi orang lain ketika mendapat kebahagiaan mereka. Karena terkadang hal yang kita anggap remeh bisa jadi sesuatu yang besar untuk orang lain. Jadi, mari kita tingkatkan toleransi dalam diri kita.

Seperti Tinka saat ini. Hanya dengan  mendapat satu pesan dari Om Gulanya di pagi hari saja sudah membuat kepalang senang. Bagaimana tidak? Setelah perdebatan panjang kemarin akhirnya keluarlah panggilan sakral dari Elko.

Om Gula :

Udah bangun? Gimana badannya? Udah enakan?

Tinka :

Masih pusing, tapi udah nggak kayak kemarin. Om jadi berangkat kerja? Nggak capek?

Om Gula :

Nggak, Sayang.

Rasanya Tinka ingin jungkir balik saja. Mungkin akibat belum pernah pacaran jadi, setiap apapun yang Elko lakukan untuknya jadi sesuatu yang benar-benar spesial.

"Masa panggilnya aku kamu sih, Om. Yang manis gitu dong. Pas masih PDKT sama udah jadian sama aja."

"Yang penting kan hubungannya, bukan panggilannya."

"Ah, Om malesin."

Hari ini Tinka memang masih libur, jadi dia masih bisa santai saja di kamarnya. Sedang tidak enak badan. Karena memang jarang sekali bepergian jauh, jadi saat dia pulang kemarin langsung tidak bisa bangun. Untung calon mertua bisa memahami, jadi tidak akan dicap jelek karena bangun kesiangan.

Tok tok tok

Dengan sedikit terburu-buru Tinka turun dari ranjang. Bergegas membuka pintu kamar. Siapa tahu pacar baru yang datang.

"Sayang, mau makan di luar, apa di kamar aja?" tanya Tante Sonia ketika pintu terbuka. Ada sedikit helaan napas yang keluar. Kalau benar Elko yang datang bisa malu dia karena melihat Tinka yang benar-benar buruk. Rambut sedikit acak, mata yang masih setengah terbuka, bahkan dia tidak yakin kalau tidak ada bekas air liur pada pinggiran bibir miliknya.

"Di luar aja deh, Bu. Maaf, ya. Tinka bangunnya kesiangan." Walaupun sudah tahu Tante Sonia tidak mempermasalahkan itu, tapi tetap saja Tinka tidak enak hati. Dia itu menumpang, terlebih seorang wanita juga. Rasa-rasanya tidak sopan sekali kalau tidak ikut membantu tuan rumah.

"Nggak apa-apa, Sayang. Kalo emang masih nggak enak badannya biar ibu bawa ke kamar sarapannya."

"Eh, nggak usah, Bu. Tinka makan bareng aja," potong Tinka segera.

"Ya udah, ibu tunggu di luar, ya." Dijawab  Tinka dengan anggukan dan juga senyuman.

Setelah Tante Sonia pergi, Tinka segera mengambil langkah terburu menuju cermin yang berada di lemari bajunya. Merapikan sedikit rambut miliknya agar tidak seperti singa terkena angin topan.

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang