Pertama-tama saya ucapkan turut bersedih atas keterlambatan update cerita Om Gula yang agak manis ini.
Yang kedua, ya saya mana tahu bisa males banget nyentuh Om satu ini. Soalnya lagi sibuk usap Om Duda di sebelah.
Yang ke tiga, ya udah lah baca aja deh.Btw, jangan esmoni ya, Sayang
🥀
Happy reading!
.
.Pernah tidak kalian merasa kalau hidup itu cepat sekali berjalannya?
Masalah yang cepat sekali berlalu. Bahkan kebahagiaan sekalipun. Menandakan bahwa di dunia ini memang tidak ada yang abadi. Semua akan datang dan pergi ketika sudah saatnya.
Seperti keberangkatan Tinka hari ini.
Iya, tepat pada hari ini menjadi keberangkatan Tinka ke Jepang. Seperti yang sudah dia rencanakan sebelumnya.
"Ibuk, sehat-sehat, ya? Tinka bakal sering telfon nanti." Memeluk ibunya erat demi memuaskan diri sebelum dia akan benar-benar rindu dengan pelukan tersebut.
"Kalau sudah sampai jangan lupa kabari ibuk. Mau jam berapa pun." Terlihat Wining dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Padahal dari rumah masih bisa ditahan, tetapi setelah berada di bandara, rasanya dia jadi tidak ingin putri semata wayangnya pergi.
Kini Tinka beralih pada satu sosok yang sudah dia anggap seperti ibu sendiri. Tersenyum sebelum melebarkan tangannya meminta pelukan.
"Tinka pamit ya, Buk."
Sonia tersenyum. Rasanya memang seperti melepas anak sendiri untuk menuju masa dewasanya.
"Jaga diri di sana. Kehidupan yang bebas memang menyenangkan, tapi Tinka harus paham batasan, ya."
Tidak bisa dipungkiri. Hal yang dikhawatirkan setiap orang tua adalah lingkungan dan pergaulan anak mereka. Terlebih untuk Tinka yang bahkan berbeda negara, berbeda budaya, pasti rasa khawatir dan was-was akan selalu membayangi.
Namun, mereka semua percaya. Tinka lebih dari paham, hanya saja mungkin butuh untuk tetap sering dipantau. Walaupun itu sekadar dari jarak jauh.
"Iya, Bu. Tinka janji."
Setelah melepaskan pelukan Sonia, kini Tinka beralih pada satu pria yang satu minggu terakhir ini selalu membuat keruh suasana. Siapa lagi kalau bukan Om Gula kesayangan.
"Padahal udah mau pisah lho ini. Masa Om mau diem gini terus."
Tinka sendiri heran. Seminggu terakhir ada saja hal yang diributkan oleh pria itu. Alhasil membuat mereka jadi sering bertengkar. Padahal juga masalah sepele.
Seperti saat ini. Tinka tidak sengaja meninggalkan cincin yang pernah mereka beli sewaktu liburan ke Jogja. Karena dia tadi telat bangun, jadi semuanya serba panik. Sampai setelah dia mandi, Tinka lupa memakai cincinnya kembali.
"Jangan marah, ih. Kan, cuma cincin doang."
"Tapi, itu cincin pasangan. Aku juga pake." Elko mengangkat jemarinya yang memang tersemat satu cincin pada jari manisnya.
Elko berhasil membuat mood Tinka jadi menurun lagi. Gadis itu mengerucutkan bibirnya tanda sebal.
"Cuma gitu doang lho. Tega banget. Padahal ini terakhir-"
Belum sempat melanjutkan kalimatnya, bibir Tinka sudah dijapit oleh tangan Elko. Sampai beberapa orang yang berada di sana jadi tertawa.
"Udah dibilangin jangan ngomong gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
EL:Querencia [SELESAI ✔️]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Seorang ayah seharusnya menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Namun, bagaimana kalau malah dialah yang menjadi alasan sakit hati dan fisiknya anak? Selama 18th Tinka tidak pernah merasakan sekali saja hangatnya pelukan seora...