Baru dua hari ditinggal, rasanya Tinka sudah tidak tahan saja. Rindu. Atau sebenarnya malah didominasi oleh ketakutannya sendiri(?).
"Kalem dikit, Ka. Udah kek janda minta kawin aja," ejek Marvel yang sedari tadi sudah dibikin pusing dengan kelakuan temannya tersebut.
Pasalnya sedari tadi gadis itu selalu bergumam tidak jelas. Minta ditemani kesana-kemari tapi tidak juga menemukan titik tenangnya. Seperti saat ini mereka yang sudah berada di bawah pohon mangga sebelah warung makan tempat biasa nongkrong anak-anak Tunas Harapan.
"Kamu nggak tahu orang bucin apa, Vel?" Mau dibilangin apa aja ya tetep gitu bentukannya," sahut Maura yang sebenarnya juga tidak kalah heran. Sekalinya temannya itu jatuh cinta malah jadi aneh begini.
"Susah kalo curhat sama jomblo mah. Nggak bakal ngerti gimana perasaan orang yang lagi LDR-an," ucap Tinka yang membuat kedua temannya jadi saling melirik.
"Nggak usah pake status shaming juga kali, Ka," kesal Marvel pada Tinka yang malah membawa status percintaan pria tersebut.
"Telfon aja kenapa sih, dari pada galau begini malah bikin kita berdua bingung."
"Ya gimana nggak galau, Ra. Orang tadi malem video call-an malah katanya di sana mau di perpanjang. Padahal harusnya nanti sore dia udah terbang ke sini."
"Namanya juga kerja. Nggak udah khawatir gitu. Om Elko bukan cowok macem Marvel kok."
Merasa dibawa-bawa namanya, Marvel melayangkan tatapan protes. "Padahal diem ganteng gini lho, masih aja dibawa-bawa."
Maura berkacak pinggang. "Coba sini lihat lagi DM-an sama siapa aja! Nggak terima dipanggil buaya, tapi tiap hari chat yang masuk beda-beda cewek."
"Kok tahu?!" tanya Marvel sedikit terkejut. Maura sendiri jadi gelagapan.
"Kan kamu sendiri yang bilang. Gimana sih? Kamu yang curhat sendiri, tapi lupa."
"Kok aku lupa pernah curhat. Kan itu rahasia, kenapa aku malah bilang ke kamu?"
"Ya mana aku tahu."
Tinka yang semula suntuk malah jadi tersenyum diam-diam ketika melihat interaksi dua temannya tersebut. Ah, kenapa mereka lucu sekali, sih?
Sebenarnya tanpa diberitahu pun, Tinka tahu kalau Maura itu sebenarnya memiliki perasaan yang lebih pada Marvel. Mungkin itu juga salah satu alasan kenapa Tinka sendiri selalu menolak mentah-mentah setiap kali Marvel mengungkapkan perasaannya. Dia tidak ingin persahabatannya dengan Maura hancur. Lagi pula, Marvel memang tidka terlihat seserius itu.
***
"Om kenapa nggak pulang-pulang, sih? Katanya maksimal cuma tiga hari."
Seperti dua hari sebelumnya, setiap malam sebelum tidur mereka melakukan video call.
"Aku juga nggak tahu kalo bakal diperpanjang," jawab Elko dari seberang. Pria itu terlihat baru saja mandi. Sedang duduk bersandar pada punggung ranjang.
"Sampe kapan?" tanya Tinka lagi yang sedang berbaring menghadap samping. Setengah wajahnya sudah tertutup selimut. Malu, katanya sedang ada jerawat di hidung.
"Belum tahu sampai kapan. Pokoknya nunggu sadar- maksudku nunggu kerjaan clear dulu. Ada beberapa yang harus direvisi," jawab Elko yang terlihat langsung meminum satu gelas air putih.
"Katanya cuma nyerahin berkas." Elko masih ingat betul saat Elko berangkat. Dia janji pulang cepat karena memang hanya menyerahkan beberapa berkas penting dan sedikit berdiskusi saja.
"Soalnya aku berangkat sama atasan, jadi ada beberapa hal yang mendadak harus dikerjakan lagi."
"Ih, nyebelin."
KAMU SEDANG MEMBACA
EL:Querencia [SELESAI ✔️]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Seorang ayah seharusnya menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Namun, bagaimana kalau malah dialah yang menjadi alasan sakit hati dan fisiknya anak? Selama 18th Tinka tidak pernah merasakan sekali saja hangatnya pelukan seora...