8. Ingin Seperti Dia

1.2K 184 95
                                    

Anyeong

Absen dulu yuk!

Kalian baca ini lagi pake baju warna apa?

Astaga random kali 😂

Jangan lupa kirim hati ungu 💜


🌲🌲🌲

S

etelah beberapa hari yang lalu Tinka memutuskan untuk pergi dari rumah, semua hal dikerjakan oleh Wining seorang diri. Susu kedelai yang biasa dijual Tinka sekarang hanya bisa dia titipkan di beberapa penjual lain. Tentu saja keuntungannya juga harus dibagi, tidak seperti saat bisa menjual sendiri.

Tinka adalah anak yang baik. Tidak pernah sekali pun membuat kecewa sang ibu. Sungguh Wining benar-benar merasa bersalah atas apa yang terjadi pada putrinya selama ini. Semua ini terjadi karena satu kesalahannya. Kesalahan yang menghancurkan hati anaknya sendiri.

"Bu Ning, Tinka kok udah lama nggak kelihatan kemana?" tanya Bu Hayati yang kini tengah duduk di sofa ruang tamu rumah Wining.

"Nggak kemana-kemana, Bu." Wining menjawab seraya menulis pesanan Bu Hayati dalam buku catatannya. "Mau dikasih isian buah nggak, Bu?" Wining mencoba mengalihkan.

Wining memang menjual aneka macam jajanan. Saat pagi dia membuka lapak di depan pabrik, kalau di rumah hanya menerima pesanan saja. Biasanya untuk acara arisan atau acara-acara kecil lainnya.

"Kasih jeruk aja deh, Bu."

"Berarti ini buat lusa lima puluh kotak ya, Bu."

Bu Hayati terlihat tersenyum dan menganggukkan kepala. "Tapi, Bu. Kemarin tengah malam saya lihat Tinka masuk ke perumahan Amaya lho, sama laki-laki."

Wining menghentikan gerakan tangannya yang semula masih menulis. Berkedip beberapa kali. Rasanya ingin memberi pembelaan, tapi itu juga malah akan membuka aib keluarganya sendiri.

"Hati-hati lho, Bu. Anak jaman sekarang kalau dikasih kebebasan suka ngelunjak. Pamitnya kerja sampingan, di luar sana kita nggak tahu, kan?" tambah Bu Hayati melebih-lebihkan. Sepertinya tetangganya yang satu ini memang tipe ibu-ibu CCTV.

"Nanggung, Bu Ning. Masih kelas dua. Kalau ham-"

BRAK

Terdengar sebuah pintu lemari yang ditutup kasar dari dalam kamar tepat di ruangan sebelah mereka duduk.

"Ning! Pisau dapur masih tajam?" teriak Johan dari dalam kamar.

Bola mata Bu Hayati langsung membola. "B-Bu, in- ini DP-nya dulu. Sisanya lusa, ya. Saya pamit pulang dulu. Permisi."

Setelah meletakkan uang tiga ratus ribu, wanita berumur empat puluh tahunan tersebut langsung melangkah keluar dengan terburu. Ada rasa sedikit kelegaan dalam hati Wining. Jelas dia tahu apa yang dimaksudkan oleh tetangganya tersebut. Rasanya dia sangat sudah kenyang mendapat gunjingan-gunjingan tetangga. Ah, beratnya hidup di kampung. Satu orang berucap, satu kecamatan terkontaminasi.

Terdengar pintu yang terbuka, menampilkan pria yang selama hampir delapan belas tahun hidup bersamanya. Ya, hanya hidup dalam satu atap yang sama. Namun, tidak dengan rasa yang sama pula.

"Suruh anakmu pulang. Bikin malu keluarga aja."

"Ini juga karena kamu, Mas."

"Kamu nyalahin aku?"

"Lalu siapa? Kamu yang bikin Tinka nggak betah di rumah. Dia susah payah bantu aku buat biaya sekolahnya sendiri. Tapi, kamu malah terus ambil uang dia. Cukup aku yang kamu susahin, jangan Tinka."

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang