11. Rahasia Yang Belum Terungkap

1.1K 165 105
                                    

Jangan lupa follow Instagramku, ya! @pigeonpurple14




Perihal pekerjaan Tinka, Elko sudah memberi perintah agar berhenti. Terlalu berbahaya untuk wanita bekerja pada malam hari. Terlebih juga untuk menghindari hal yang akan dilakukan oleh ayahnya kapan saja.

Itulah alasan kenapa Tinka sudah berada di Golden Mart setelah pulang sekolah.

"Yakin banget mau keluar?" tanya Aydin yang tengah berdiri di balik meja kasir. Sedangkan Tinka tengah menumpu wajahnya di seberang. Untung sedang sepi.

"Udah lah, Din. Orang udah dapet pesangon." Tinka menjawab seraya menunjukkan amplop coklat berisikan sisa gaji dan juga pesangon. Sebelumnya dia memang sudah memberitahu pemilik toko perihal berhentinya Tinka dari pekerjaannya. Jadi, dia datang hanya menyerahkan surat pengunduran dirinya. Dulu dia datang baik-baik, setidaknya saat pergi juga harus baik-baik juga.

"Kamu sering ketemu Bapak nggak, sih, Din?" celetuk Tinka yang membuat pekerjaan Aydin yang tengah menata beberapa stok produk yang baru terhenti.

"Kadang," jawab Aydin yang langsung meneruskan pekerjaannya.

"Bapakku digaji bapakmu nggak, sih, Din? Kok dari dulu nggak kaya-kaya. Malah minta duit terus sama anaknya."

"Emang Johan kerja buat dapet gaji?"

Mendengar ucapan Aydin, sontak Tinka memusatkan pandangannya pada pemuda tersebut. "Terus buat apa? Judi?"

"Bukan."

"Ya, apa?"

Aydin masih diam tidak menjawab. Malah sibuk membuka kardus yang berisikan beberapa kotak susu bubuk, lalu diletakkannya pada rak di belakangnya.

"Ih ... Aydin!" Tinka segera berjalan cepat memutari meja kasir. Menghampiri temannya itu. "Buat apa, Din?" tanyanya seraya menggoyangkan lengan Aydin.

"Bentar bego. Lagi kerja." Aydin berucap seraya menoyor kepala Tinka.

"Jangan ditoyor! Nanti nggak pinter-pinter."

"Nggak belajar mana bisa pinter."

"Ih ... Aydin lama." Karena tidak sabar, akhirnya Tinka membantu Aydin menata satu kardus susu yang tersisa, kemudian ikut menata pada rak khusus persususan. "Udah selesai. Ayo cepet bilang."

"Emang penting? Kamunya aja juga udah nggak satu rumah sekarang. Nggak bakal dipalak lagi, kan?" ucap Aydin seraya melipat kardus yang sudah kosong agar nanti tidak memakan tempat saat ditumpuk dengan kardus bekas lain.

"Palamu nggak dipalak. Bapakku udah gila, Din. Kemarin aja dia nyusul ke rumah Om Elko. Udah pake jotos-jotosan, tuh. Untung aja Om Elko langsung ancem Bapak buat dilaporin ke polisi."

"Kalo lapor polisi bisa habis papaku, bego!"

"Salah sendiri punya bapak bandar judi ... Ih, Aydin ngalihin lagi, kan. Ayo cepet kasih tahu."

Aydin sedikit menghela nafas. "Buat bayar utang."

"Utang? Utang apaan? Berapa?"

"Dulu, sih, pernah denger katanya dua puluh juta. Tapi, sampai sekarang nggak lunas-lunas." Tinka membelalak kaget dengan tangan yang sudah menutup mulutnya sendiri.

"Gila ... itu duit semua, Din?" Seumur-umur dirinya belum pernah melihat wujud uang sebanyak itu.

"Bukan .. pake campuran daun ganja," sarkas Aydin yang sudah melirik tajam pada mantan rekan kerjanya.

"Astaghfirullah ... Bapak make?"

Mendengar ucapan Tinka membuat Aydin menoyor lagi kepala gadis tersebut. "Becanda, bego! Dikira beneran campur daun ganja?"

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang