Anyeong yeorobun
gimana kabar kalian?
Sehat, kan?
Jangan lupa bahagia walaupun jomblo Anda :DYash
jangan lupa tinggalkan jejak juga yasselamat membaca!!!
Tinka berlari tunggang langgang memasuki memasuki minimarket tempatnya bekerja. Bisa gawat kalau pemilik toko sedang di sana. Bisa-bisa gajinya dipotong bulan ini.
Walaupun minimarket tersebut merupakan milik perorangan, peraturan di sana cukup ketat. Telat lima menit, gaji akan dipotong lima puluh ribu. Seperti kerja di tempat kompeni saja memang, tapi setidaknya pemilik minimarket tersebut tidak pelit juga untuk memberikan bonus pada setiap karyawan yang jam kerjanya bagus. Tidak memandang itu karyawan tetap atau hanya part time seperti Tinka.
"KAK LA, MAAF!" teriak Tinka pada seorang perempuan yang tiga tahun lebih tua darinya yang kini tengah melayani pembeli di meja kasir.
Tinka langsung menuju ke kamar mandi untuk mengganti seragam sekolahnya dengan seragam kerja. Tidak mungkin juga dia berdiri di kasir menggunakan seragam puti abu-abu miliknya.
"Astaga!"
Sekali lagi Tinka merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia lupa untuk melepaskan helm yang dipakainya? Pantas saja Elko tadi menatapnya sedikit aneh. Akhirnya dia kembali berlari keluar untuk mengembalikan helm tersebut.
"Lagi latihan lari maraton apa gimana sih, Ka?" kata Lala yang heran melihat Tinka terus menerus berlari dari tadi. Bahkan pembeli yang berada di sana juga ikut memperhatikan.
Tinka melihat persensi Elko dengan motornya yang sudah berada di pinggir jalan siap untuk pergi. "OM! HELMNYA!"
Namun sayang, belum sempat Tinka menghampirinya, pria tersebut sudah melaju dengan motornya.
"Pasti sengaja nggak diminta biar aku kasih langsung ke rumahnya," celetuk Tinka tiba-tiba dengan senyum malu-malu.
Memang kalau orang sudah kepalang percaya diri ya seperti itu.
***
"Tahu nggak kalau tahun ajaran baru nanti Pak Hasan nggak pegang Tunas Harapan lagi?"
Pak Hasan adalah ketua yayasan dari Tunas Harapan di Bandung.
Kini mereka sudah duduk berlima di kantin, komplet dengan Marvel, Dando dan Pandu.
"Siapa yang ganti Pak Hasan?" tanya Marvin.
"Anak pertamanya— Pak Bondan." Maura memang sempat mendengar pembicaraan dari orang tuanya tadi malam. Orang tua Maura dengan pengurus yayasan Tunas Harapan memang dekat, jadi wajar kalau mereka sedikit banyak mengetahui hal tersebut.
"Kata Papa, bakal ada peraturan baru nanti. Termasuk beasiswa murid kurang mampu," kata Maura yang memang sengaja ditujukan pada Tinka yang sedari tadi memperhatikan.
"Peraturan apa, Ra?" tanya Tinka khawatir.
Maura nampak sedikit berpikir. "Semua murid yang dapat beasiswa kurang mampu sebelumnya, harus berada di sepuluh besar. Kalau nggak, bakal dicabut."
Tinka sontak menghentikan makannya. "Artinya aku bisa didepak dari sekolah gitu?"
Maura menganggukkan kepala. "Ini baru perkiraan sebenarnya, tapi kemungkinan besar bakal diterapin. Papa tahu betul gimana sifat Pak Bondan."
KAMU SEDANG MEMBACA
EL:Querencia [SELESAI ✔️]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Seorang ayah seharusnya menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Namun, bagaimana kalau malah dialah yang menjadi alasan sakit hati dan fisiknya anak? Selama 18th Tinka tidak pernah merasakan sekali saja hangatnya pelukan seora...