Selamat malam Poeny
Ngomong-ngomong pas dapet notif kalian lagi ngapain nih?
Oh ya, jangan lupa bahagian ya.
Sayang Poeny banyak-banyak
💜💜💜💜💜💜💜Happy Reading!
"Masih marahan?" tanya Maura yang menyodorkan satu teh kotak ke hadapan Tinka. Mereka sedang duduk di bangku panjang di kantin.
"Males banget aku, Ra. Nggak mood hari ini," jawab Tinka malas dengan kepala yang dia letakkan pada meja kantin. Seharian ini dia benar-benar tidak ada amunisi semangat sama sekali. Bahkan banyolan Marvel tadi pagi pun tidak bisa memperbaiki suasana hatinya.
Maura yang melihat temannya sedang dalam keadaan sangat tidak baik-baik saja itu hanya bisa menghela napas sejenak. Malang sekali nasib temannya tersebut. Belum juga kemarin mendapatkan permasalahan keluarganya yang rumit, sudah ditambah lagi dengan kisah asmaranya juga.
"Boleh nggak kalo aku kasih pendapat?" ijin Maura yang membuat Tinka menaikkan wajahnya, wajahnya tertumpu pada dagu dengan bibir yang masing memberengut menunggu apa yang akan dikatakan oleh Maura.
"Menurutku sih, Om Elko di sini nggak salah, Ka. Kalo denger apa yang kamu ceritain tadi, dia cuma khawatir sama mantannya karena emang lagi dalam posisi bahaya." Sebagai seorang teman, Maura tidak boleh membenarkan kalau memang apa yang dilakukan oleh Tinka itu salah.
"Tapi, dia kayak khawatir banget, Ra. Dia kayak masih sayang gitu sama mantannya."
"Tapi, itu kan cuma persepsi kamu sendiri. Kamu juga belum denger dari Om Elko langsung, kan? Ini bukan cuma permasalahan cinta doang, Ka. Ini kebih rumit dari itu kalo aku denger semua cerita kamu. Ini juga tentang bisnis, kan? Bukan cuma mantan Om Elko yang bahaya, tapi juga proyek Arion yang bakal kena juga."
Tinka terdiam sejenak. Beberapa minggu terakhir memang Elko sempat menceritakan permasalahan yang terjadi pada proyeknya dengan cukup detail. Karena mengetahui bapaknya juga terlibat dalam masalah itu, Tinka juga jadi ikut pusing. Akhirnya dia juga menceritakan hal tersebut pada sahabatnya- Maura.
Tinka berpikir lagi. Mungkin memang berada di posisi Elko juga tidak semudah itu. Apakah dia sudah berlebihan karena marah dengan pacarnya?
"Aku keterlaluan ya, Ra sama Om Elko?" tanya Tinka dengan wajah masam atau lebih tepatnya merasa bersalah.
"Enggak keterlaluan juga, sih. Menurutku itu hal yang wajar karena posisi kamu juga sebagai pacarnya. Kamu udah bagus nggak langsung menuduh atau marah sama dia. Itu juga bikin image kamu bukan cewek bar-bar di mata Om Elko. Tapi, lebih bagusnya lagi kamu minta penjelasan dulu. Kalo emang itu pure khawatir karena kepedulian antar sesama manusia, kamu harus minta maaf. Tapi-"
"Tapi?"
"Tapi, kalau dia jujur karena masih sayang ya, keputusan ada di kamu."
Dengan spontan Tinka menegakkan tubuhnya. "Ih, Maura ngeselin deh," sebal Tinka yang kesal karena seolah temannya tersebut berbicara seolah pacarnya masih menyukai sang mantan. Walaupun mungkin pada kenyataannya itu bisa saja terjadi mengingat bagaimana seriusnya tahap mereka pacaran dulu dan juga lamanya mereka menjalin hubungan.Tapi, tetap saja, Tinka masih berharap kalau pacarnya itu sudah benar-benar meletakkan hatinya pada Tinka.
"Jaga-jaga aja, Ka. Siapa tahu nanti dia mau mutusin kamu," celetuk Maura yang memang sengaja untuk menggoda Tinka. Orang kalau sedang galau masalah cinta itu bisa terlihat benar-benar menyenangkan. Banyak orang pintar menjadi bodoh, banyak orang realistis jadi penuh dengan khayalan.
"Parah ih. Temen masa begitu. Nggak mau putus, Ra."
"Siapa yang putus? Kamu, Ka?" sahut Marvel yang tiba-tiba sudah duduk tepat di sebelah Maura dan mencomot keripik kentang yang sedang gadis itu pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
EL:Querencia [SELESAI ✔️]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Seorang ayah seharusnya menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Namun, bagaimana kalau malah dialah yang menjadi alasan sakit hati dan fisiknya anak? Selama 18th Tinka tidak pernah merasakan sekali saja hangatnya pelukan seora...