30. Always Know

917 149 25
                                    

Hi Sayang
Maaf nunggu lama ya :(
Jangan bosen kawal Om Gula sama pacar kecil sampai halal ye bund.

Boleh banget kalau mau rekomedasiin One-A ke temen kalian :)
Jangan lupa tag aku ya*love*

Happy Reading!

Pukul lima pagi Tinka sudah bangun, padahal dia baru memejamkan mata satu jam yang lalu. Keadaannya tidak begitu baik. Bukan hanya karena permasalahan asmara. Hidupnya terlalu kompleks, sampai dia sendiri bingung ingin menjalani yang mana dulu. Alhasil semua dibawa dalam sekali tarikan. Entah nanti dia yang berhasil atau malah sendirinya yang kalah. Bukankah hidup memang seperti itu?

"Loh, Ka ... kok sudah rapi?" tanya Sonia yang baru saja keluar kamar dan melihat Tinka yang sudah lengkap dengan seragam dan juga tas punggungnya.

"Mau pulang ke rumah dulu, Buk. Katanya Bapak lagi sakit. Tinka pengen jenguk dulu sebelum berangkat."

Pagi sekali Tinka mendapat pesan kalau bapaknya sedang sakit. Tidak diminta untuk pulang juga, tapi rasanya gadis tersebut merasa tidak tenang juga. Pasalnya setelah kejadian penyerangan pada bapaknya dulu, beliau sering sekali sakit-sakitan, kata ibunya.

"Nggak mau sarapan dulu, Ka? Atau biar diantar Elko? Biar ibuk yang bangunin dia."

Tinka menggeleng menahan lengan Sonia yang hendak berjalan menuju ruang tengah- tempat di mana sang putra sedang terlelap. "Nggak udah, Buk. Kasian ... biar istirahat omnya. Tinka naik ojek gang depan aja. Pamit ya, Buk."

Belum sempat melangkah, tangan Tinka ditahan balik oleh Sonia. Entah kenapa tiba-tiba wanita paruh baya tersebut langsung memeluk Tinka.

"Ibuk minta maaf kalau kemarin sempat marah ya sama Tinka. Seharusnya ibuk mengerti bagaimana ada di posisi kamu. Ibuk hanya sudah terlanjur sayang sama kamu, Ka. Inginnya kamu di sini terus, tapi ibuk yakin kamu lebih tahu bagaimana yang terbaik buat kamu. Ibuk nggak akan bilang apa-apa sama Elko, tapi kamu juga harus jujur sama dia ya. Jangan lama-lama."

Mendengar kalimat tersebut rasanya Tinka ingin menangis saja. Ternyata
sebanyak ini orang yang benar-benar tulus menyayanginya. "Makasih ya, Buk. Restuin apapun keputusan yang Tinka ambil ya. Do'a ibuk juga berarti banget buat Tinka. Janji nggak akan kecewain ibuk nanti."

Perlahan Sonia mengurai pelukan. "ya sudah, sana cepat pulang. Nanti keburu siang."

"Tinka pamit ya, Buk. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Sonia berbalik menuju kamar mandi, sedangkan Tinka juga melangkah pergi. Ketika melewati ruang tengah, gadis tersebut berhenti sejenak, merendahkan tubuh dan menyingkirkan beberapa rambut yang terlihat mulai memanjang dan menutup mata kesayangannya.

"Tinka pamit ya, Om. Tinka nggak marah kok sama Om, cuma kesel aja. Tapi, Om jangan ikut-ikutan cuek. Kalo aku lagi marah Om harus tetep coba rayu biar akunya luluh. Itu cara kerja orang pacaran. Oke!" ucap Tinka yang seolah lawan bicaranya juga mendengarkan.

Senyumnya sedikit mengembang. "Tidur aja cakep banget, sih. Gimana aku nggak ketar-ketir coba." Tangannya terus mengusap rambut pria tersebut. "Tapi, Tinka percaya kok sama Om."

Pada akhirnya sebuah hubungan hanya perlu saling percaya dan menjaga kepercayaan tersebut, bukan? Mungkin memang usia Tinka terbilang masih muda dalam hal yang seserius itu. Namun, gadis tersebut sudah cukup memiliki berbagai macam pengalaman hidup yang memaksanya untuk berpikir jauh ke depan.

Setelahnya Tinka langsung pergi untuk pulang ke rumahnya. Untung saja ojek di daerah sana memang selalu siaga dua puluh empat jam, jadi walaupun pagi buta juga sudah siap menerima pelanggan.

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang