26. New Hope

940 129 46
                                    

Hari ini Army lagi hujan air mata bangga :'(

Setelah beberapa hari yang lalu banyak banget hal yang bikin kita marah, sedih, nangis. Tapi, kalian sadar nggak sih? Kalau setiap habis ada berita aneh-aneh tentang Bangtan selalu ada pencapaian yang mereka dapetin.

Udah ah malah curhat :')
Maaf ya yang bukan Army malah jadi bacain beginian  :D






Dulu Tinka selalu menganggap rumahnya adalah tempat ternyaman yang paling dia sukai. Mau bagaimanapun keadaan di dalamnya. Entah itu baik atau  bahkan buruk.

Tempat di mana dia bisa tidur kapan saja, tempat di mana dia bisa melakukan hal-hal yang dia sukai tanpa harus takut mengganggu orang lain.

Terlebih kamarnya, tempat surganya berada. Di mana dia menghabiskan waktu dengan coretan di atas kain kanvas. Bahkan hampir seluruh dinding kamarnya dipenuhi dengan gambaran yang dia buat sendiri sejak lama.

Kebanyakan gambar yang dia buat adalah sebuah bangunan. Mulai dari yang sederhana sampai bangunan bersejarah seperti tembok panjang di China.

Kalau dibandingkan melukis atau membuat gambar pemandangan. Tinka lebih suka untuk membuat desain bangunan, seperti sebuah rumah dan juga gedung pencakar langit. Itulah kenapa dia ingin sekali menjadi arsitek. Dia ingin membuat rumahnya sendiri suatu saat.

"Gimana Ka, sekolahnya?" tanya sang ibu yang sedang menyiapkan makan siang untuk Tinka.

Hari ini dia memang sedang berkunjung. Bagaimana pun dia masih memiliki keluarga untuk dia ketahui dan beri kabar.

"Bagus, Buk. Karena kerjanya emang dari rumah ngurusin dagangannya Tante Sonia, jadi Tinka punya banyak waktu buat belajar."

Wining meletakkan satu mangkuk sup kacang merah dengan irisan sosis dan juga sedikit daging ayam yang dipotong dadu di dalamnya. Makanan kesukaan Tinka, ditambah tempe goreng yang juga masih panas.

"Ibuk nggak makan?" tanya Tinka yang hanya melihat satu mangkuk di meja makan. Sedangkan ibunya duduk di seberang hanya duduk memperhatikannya.

"Ibuk udah makan sisa jajanan tadi pagi. Kamu tahu kan kalau Ibu nggak pernah makan kalau siang?"

"Iya, nggak makan siang. Tapi, makan pisang goreng tiga, tahu isi dua, risol empat sama susu kedelai dua bungkus."

Wining tertawa mendengar kalimat sindiran dari putri semata wayangnya tersebut.

"Ya kan sayang kalau sisa, Ka. Nanti kalau nggak dimakan jadi basi, ujung-ujungnya dibuang juga. Kalau dimakan sendiri ya ibuk jadi irit bahan makanan di kulkas."

Namanya juga pedagang makanan. Tidak selalu semua dagangannya habis terjual. Terkadang ada beberapa makanan yang tersisa. Tapi, tidak jarang pula dagangannya bisa habis.

"Bagaimana lukamu? Sudah benar-benar sembuh?" tanya Wining lagi bersamaan mengamati tubuh anaknya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Satu hari setelah kecelakaan Elko memang mendatangi rumah Tinka tanpa sepengetahuan gadis tersebut untuk memberitahukan keadaan putrinya yang baru saja terlibat kecelakaan. Kalau harus ijin terlebih dulu dengan gadis itu pasti tidak akan diberi. Alasannya tidak ingn membuat sang ibu khawatir. Namun, menurut Elko akan lebih menyakitkan kalau ibunya tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya.

"Udah kok. Tinggal bekasnya aja yang masih. Kemarin juga diajak sama Om Elko buat ke dokter kulit buat hilangin bekasnya."

Wining terdiam sejenak sebelum bertanya kembali, "Kamu ada hubungan sama Elko?"

Tinka mengangkat kepalanya dan menghentikan kunyahan dalam mulutnya. Sejenak berpikir haruskah dia berkata jujur atau tidak mengakui hubungannya saja? Namun, pada akhirnya di menganggukkan kepala sebagai jawaban. Toh, untuk apa juga dia harus berbohong.

EL:Querencia [SELESAI ✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang