Maaf lama kali aku nggak update ya 🤭
Btw Happy 2K
Mari kita temenin One-A sampai terbit yes 😍
Jangan lupa follow Instagram-ku @pigeonpurple14
🌲🌲🌲
Akhirnya sore itu Elko memutuskan untuk memesan makanan dari luar saja. Diantar sampai rumah agar tidak perlu repot keluar.
Walaupun sudah pernah melihat kejadian yang serupa sebelumnya. Elko yakin kalau Tinka mengalami trauma yang cukup berat. Terlihat dari sikap yang saat ini gadis itu tunjukkan.
Kalau biasanya suka sekali menggoda Elko dengan berbagai macam kelakuan aneh, gadis itu kini hanya diam mengurung diri di kamar.
Elko memang tidak pernah tahu bagaimana kasih sayang seorang ayah. Namun, bukankah orang tua tidak sepatutnya berbuat seperti itu? Seseorang yang seharusnya menjadi perisai pertama untuk melindungi sang anak malah menjadi orang pertama pula yang menjadi alasan sakitnya anak tersebut.
Entah apapun yang menjadi alasan Johan melakukan hal tersebut. Elko tidak bisa menerima kalau seorang laki-laki melakukan hal kasar pada wanita. Entah ada ikatan ataupun tidak. Itulah yang menjadi alasan Elko mengatakan bahwa Tinka kini menjadi tanggung jawabnya. Tanggung jawab bukan hanya antara seseorang yang memiliki ikatan. Namun, tanggung jawab itu dilakukan Elko karena sisi kemanusiaan yang tertanam dalam dirinya.
Bersyukurnya Elko karena mendapat pendidikan yang baik dari sang ibu. Walaupun tanpa ayah pun, dia masih bisa tumbuh menjadi manusia yang baik. Memiliki keluarga yang utuh pun bukan jaminan hidup baik dan bahagia. Bersyukur dengan kasih sayang yang ada adalah hal yang paling membahagiakan.
"Keluarlah ... ayo makan!"
Elko sudah berdiri di depan pintu kamar milik Tinka. Sudah tiga jam lamanya gadis itu tidak keluar kamar. Rasanya khawatir juga, terlebih Elko tahu sejak pagi Tinka sudah merasa tidak enak badan. Sakit fisik dan sakit dalam kalau sudah bersatu apa jadinya?
Terdengar suara kunci yang berputar dan pintu kamar yang perlahan terbuka, menampilkan persensi gadis yang memakai hodie besar yang bahkan bisa dijadikan atasan sampai lutut. Kenapa perempuan jaman sekarang suka sekali dengan style seperti itu, sih?
"Kamu baik-baik aja?" Pertanyaan bodoh macam apa itu? Bahkan sekali lihat pria itu pasti sudah bisa menilai bagaimana keadaan Tinka. Mata sembab dan sayu, terlihat sekali habis menangis lama.
"Sakit, Om."
Elko sedikit terkejut. Kalau Tisya dulu saat ditanya dengan pertanyaan yang sama pasti akan menjawab "Aku baik-baik saja, Koo". Bukankah wanita biasanya begitu? Jawaban yang diberikan itu berlawanan dengan keadaan yang sebenarnya. Begitulah rumus wanita yang Elko ketahui. Namun, sepertinya Tinka sedikit berbeda.
"Apanya yang sakit?"
"Perutnya mules terus, tapi nggak mau ke kamar mandi."
Elko menggaruk kepala dengan telunjuknya— bingung. Dia bukan dokter. Tidak tahu apa-apa tentang kesehatan. Haruskah dia membawa Tinka ke rumah sakit?
"Lagi mens. Sakit."
Ah, sepertinya sekarang Elko paham. Dulu Tisya pernah mengalami hal seperti ini. Sial, kenapa saat-saat seperti ini saja Elko masih mengingat Tisya terus menerus?
"Mau aku beliin obat?" Tinka mengangguk dengan tangan yang masih memegangi perutnya.
"Jangan kemana-mana! Aku akan ke apotek sebentar. Mau makan sesuatu? Tadi aku pesan nasi goreng tanpa tanya kamu dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
EL:Querencia [SELESAI ✔️]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Seorang ayah seharusnya menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Namun, bagaimana kalau malah dialah yang menjadi alasan sakit hati dan fisiknya anak? Selama 18th Tinka tidak pernah merasakan sekali saja hangatnya pelukan seora...