Tulisan ini didedikasikan untuk seseorang yang mengajari makna setiap kata. Untuk beberapa tanya yang terkadang tak butuh jawaban juga penjelasan. Kepada semesta, terima kasih sudah menghadirkan dia ke dunia.
Nggak berasa ya, kita sudah memasuki bulan Mei. Bulan yang diawali hari sabtu ini mungkin akan banyak hal yang memicu hadirnya rindu. Iya, kangen ternyata bisa semenyiksa itu. Melalui beberapa mimpi bahkan sudah terjadi sejak beberapa hari yang lalu.
Eh, ngomong-ngomong kamu apa kabar? Langsung main cerita aja aku nih nggak tanya kabar kamu dulu. Gimana puasanya? Lancar lah. Mengingat bagaimana kamu sudah seterbiasa itu. Gimana di semester enamnya? Salah satu kating yang satu jurusan sama aku sih hobinya ngerjain aku karena dijajah tugas akhir. Nggak tau ya, udah atau belum dia sempro.
Terakhir kali, kamu enggan diskusi lantaran mungkin sedang sibuk. Sudah lama sekali ternyata kita tidak berbincang. Bulan ini, kalau aku ingin bercerita apa boleh? Gimana ya, kamu pernah bilang kan buat aku jangan ngasih harapan ke orang. Padahal jelas aku nggak ada ngasih harapan.
Di situ kamu bilang:
Yaudah nggak usah ditanggepin wkwk.
Satu kalimat yang akhirnya bikin aku mau buka percakapan kita lagi dengan selanjutnya kamu mengatakan bagaimana aku fokus terhadap apa yang ingin aku capai. Nggak usah cinta-cintaan dulu.
Lucu sih. Kalau diingat-ingat gimana aku pernah secara nggak langsung punya kesepakatan secara sadar sama seseorang, A. Nggak secara serius banget tapi nggak main-main. Waktu itu udah malam tapi masih cukup ramai jalanan waktu aku sama dia perjalanan pulang dari makan di salah satu kaki lima yang tidak jauh dari rumahku. Aku pernah sekali bilang nggak bakal jalan mulu kalo satu kota sama kamu.
Siapa sangka? Semuanya berakhir dengan kesepakatan yang aku sendiri tau kalo itu aku terima salaman dia. Tanpa tahu, tanpa memastikan bahwa aku bisa menepatinya atau nggak. Sekarang aku rasanya seperti ingin menertawai diri sendiri.
Kamu pernah berkata juga kalau aku fucekgirl. Siapa tau aku kesindir. Aslinya iya, tapi nggak deh eh kamu suruh yang jujur. Apa namanya kalau bukan memancing keributan? Katamu, kamu nggak sedang mancing. Duduk biasa.
Memang kalau dilahirkan kodratnya menyebalkan susah. Tapi nggak apa-apa, malam ini aku sedang ingin berkeluh kesah. Balik soal perkataanmu untuk nggak menanggapi aku tau. Aku hanya saja merasa lain dari aku yang sekarang.
Aku menanggapi seseorang, jika dia baik ya terima kasih. Kalau sudah menyangkut perasaan, seperti biasa aku mengatakan lebih awal sebelum dia membuka perjalanan untuk maju. Namun, kali ini sepertinya kebaikannya salah untukku. Dan justru memicu retaknya hubungan komunikasiku dengan dia, yang tentu kamu tau siapa.
Bagaimana jika dahulu aku tidak berjanji? Bagaimana jika dahulu kita tidak membahas itu? Bagaimana jika beberapa bulan lalu tidak ada pertemuan itu? Apakah semuanya akan seperti dulu?
Ah, bisa-bisanya soundtrack pergi, hilang dan lupakan menjadi penenam aku menulis kali ini. Mengatakan bagaimana aku melakukan kesalahan. Dengan berakhir untuk siap melepaskan. Tentunya dengan persiapan perpisahan.
Bukankah setiap perpisahan tidak akan ada yang punya kesiapan?
Lagi-lagi, aku nggak tau masih punya banyak kemungkinan baik atau justru sebaliknya. Melihat dari tayangan sebuah film pendek yang aku tau, pembuktian itu perlu. Dan, bagaimana aku pernah terlihat seakan aku biasa saja dengan dia membuat aku sadar. Mungkin, kesalahanku tidak termaafkan.
Tapi, tidak ada salahnya kita memiliki satu kata semoga.
Untuk kamu, terima kasih malam ini sudah menjadi tempat bercerita. Doakan perasaannya sudah mereda. Tidak ada lagi amarah, atau bahkan kecewa. Sebab aku, sudah merasa putus asa. Dan parahnya, berharap kembali bisa bersama.
To be continued Published on May 1, 2021
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Melihat foto profil WhatsApp mu sedang ditempat coffee, jadi pengen nagih es krim waktu kamu bilang suka ngopi, hihihi