Sajak Bermakna

6 2 0
                                    

Minggu-minggu ini cukup berat buat aku A. Nggak bisa dipungkiri sih, mengingat beberapa minggu ke depan uts buat para mahasiswa semester 1 baru dimulai. Senin terasa cukup menyita waktu. Pada mata kuliah pertama, aku tinggal menunggu hasil. Berharap nilai nggak buruk biar nggak diremedi. Terus bakal ada pertemuan virtual di mata kuliah ke tiga.

Seperti yang biasa terjadi di perkuliahan, dosen banyak yang dilanda acara mendadak. Setelah melalui perdebatan alot perihal waktu yang pas untuk pertemuan virtual berakhir batal. Aku harus menyelesaikan uts statistik. Kamu bisa memperkirakan bagaimana aku memulai pada pukul 11 siang dan baru selesai pada pukul 10 malam. Tentu saja karena tugasnya serumit itu. Ditambah aku menggunakan tulisan tangan.

Hari berikutnya sedikit menyebalkan karena aku sudah mempelajari beberapa materi untuk uts mata kuliah pertama hari ke dua dan itu batal. Diundur hari sabtu karena kesepakatan satu kelas. Malas banget rasanya hari libur dibuat uts. Terus aku harus menyusun power point untuk presentasi mata kuliah yang diampu oleh dosen pembimbing akademik kamu.

Rasanya capek banget. Suasana lagi siang bolong, panas sedang menjalar. Aku sampe nggka kuat dan memilih rebahan sambil merapikan apa yang nantinya dipresentasikan. Harusnya itu menjadi jadwal tidur siangku. Tapi nggak apa-apa lah ya. Itung-itung membiasakan diri.

Lalu ada beberapa pertanyaan, mengingat materi ini berhubungan dengan filsafat yang aku bisa nanya sama kamu, ya kenapa nggak? Lagi-lagi kamu nggak bisa dihubungi. Mungkin lagi sibuk. Aku juga nggak tau. Terus aku tanya deh ke salah satu teman dekat kamu A.

Dia juga nyebelin masa. Nggak mau jelasin rinci, muehe. Meskipun cara menjelaskan dia nggak sama kaya kamu tapi aku cukup senang presentasi bisa berjalan dengan lancar. Jadi bisa istirahat deh. Soalnya kemungkinan besar besok uts lagi.

Mata kuliah pertama di hari selanjutnya nggak diadakan. Dosennya sedang sakit. Aku sedikit kesal sih soalnya setiap pertemuan selalu virtual padahal dalam satu semester dibatasi dua kali. Tapi beliau cukup asik. Jadi sekarang sedih ketika tau beliau sakit. Istrinya bilang stroke. Jadi beliau harus di opname. Untuk Bapak, semoga lekas pulih ya, Pak. Aamiin.

Kemudian aku uts filsafat. Oiya, malam itu kamu menjawab pertanyaan yang nggak bisa aku jawab. Perihal sifat radikal gitu. Kamu membenarkan jawabanku. Dan saat uts filsafat ini aku bingung. Jawabanku cukup menjabarkan tapi aku nggak bisa jawab. Pas diteliti, ternyata bukan max 200 kata tapi 200 huruf. Aku mau jawab apa coba sesingkat itu? Mana mengenai pemikiran radikal disangkutkan dengan agama. Kan aku jadi pusing lagi ya.

Yaudah, aku memilih diskusi dengan teman sekelasku. Soalnya kamu lagi-lagi sulit dihubungi. Heran deh, pas lagi perlu kamunya ilang mulu. Hehehehe. Tapi nggak apa-apa menurut aku udah benar. Ibunya bilang jangan terlalu dipusingkan.

Nih ya, waktu hari selanjutnya aku nggak jadi uts karena cuma satu mata kuliah, disuruh ngumpulin tugas dulu eh akunya terlanjur ngeposting. Malah pertama lagi. Ujiannya belum pasti kapan. Katanya tunggu semuanya dapat jaringan yang pas. Di situ kamu membalas pesanku.

Isinya waktu itu aku mengajak kamu diskusi filsafat. Eh balasanmu pasti menyebalkan. Katamu, gimana? Gimana? Udah pinter? Wkwkwk. Itu bikin aku sedikit kesal. Terus kamu menjawab deh. Asli. Isinya beda banget sama jawabanku. Aku jadi sedikit panik.

Satu soal itu ada tiga, A. Kamu menjelaskan bahwa berpikir radikal itu perlu, karena kalo nggak dipahami kedangkalan dalam pasti ada dalam memahami suatu pemikiran dalam ilmu. Contohnya aja kuliah sekedar kuliah. Namanya masih belajar. Salah itu nggak apapapa kamu bilang. Ya, meskipun jawabanku menurutmu kurang tepat.

Lalu katamu, perihal agama itu dipahami dengan ilmu. Dan ilmu didampingi dengan agama. Kamu kesal. Katanya perbandinganku melalui pendidikan sejarah, biologi dan agama itu nggak apple to apple. Sejujurnya aku juga bingung maksudnya gimana hehe.

Tapi A, aku senang. Hari itu kita jadi diskusi banyak. Aku nggak menyangka kamu bisa seserius itu menjelaskan. Katamu, kalau kamu dosennya jawabanku nggak tepat. Iya paham. Untung bukan kamu dosennya. Lalu untuk memperdalamnya, kita membahas mengenai berTuhan. Jelas itu bikin kepalaku pening. Aku nyerah. Sialnya, kamu meledek.

"Ini ha? Anak yang ngajak diskusi filsafat? Wkwkwk belum masuk filsafat aja udah pusing."

Benar-benar menyebalkan karena aku nggak punya alasan lagi untuk mengelak. Kamu juga bilang kalo kamu bakalan ngajak diskusi dosennya. Padahal rencananya aku memang akan bertanya ketika virtual nanti. Eh kamunya nanya emang aku berani? Kamu benar-benar pengin ngajak berantem ya A?

Ya sampe di situ, ada pertanyaan perihal mengapa pahala itu ada juga kamu harus ngasih pilihan. Mau jawaban umum atau nggak. Ya aku jawab aja kenapa nggak dua-duanya? Katamu tamak nggak boleh. Aku kesal. Padahal kan menuntut ilmu sampe ke negeri Cina. Eh kamu malah nyuruh aku ke Cina sekarang. Mana bisa. Kan lagi wabah mueheh. Aku banyak alasan banget ya? Yaudah aku pilih nggak umum.

Kamu menjelaskan berdasarkan agama yang menurut hasil diskusi dengan seorang kawan itu termasuk contoh yang masih umum. Menurutnya contoh yang nggak umum yang dari pemikiran bukan dari buku atau yang lainnya. Menurutmu, kalo masih mikir itu umum karena manusia sejatinya berpikir.

Emang bener-bener beda. Aku diam ajalah udah cukup pusing. Terima kasih udah mau menjawab. Aku nggak baca pesan selanjutnya dari kamu. Soalnya cuma ketawa sambil bilang iya-iya. Terus besoknya aku virtual mata kuliah kewirausahaan. Aku kesiangan. Nggak tau kayanya aku nggak mandi. Terus mendadak gitu virtualnya soalnya nggak punya banyak waktu. Harus uts mata kuliah selanjutnya.

Aku sebel. Karena nggak tau hasilnya bener apa nggak. Soalnya mendadak harus pake waktu cuma 20 detik. Kalo disuruh remedi aku malas. Nggak tau deh gimana. Badmood. Terus aku mikir. Nggak usah dipikirin masih semester awal-awal yang penting lebih baik semakin hari.

Eh, ditengah-tengah mikir kamu tiba-tiba ngechat. Ya aku langsung deg-degan. Bingung mau jawab apa. Terlalu banyak asumsi soalnya kamu nggak biasanya manggil namaku. Ya aku seneng dong. Rupayanya kamu bertanya perihal apakah aku punya puisi terbaru. Aku jawab aja nggak.

Tapi kalo sajak akhir-akhir ini aku senang buat tentang kebahagiaan dua anak manusia. Kamu nggak tertarik. Lebih ke teka-teki dan beberapa tingkah manusia di bumi. Kita jadi diskusi banyak banget kemarin. Aku menyuguhkan beberapa sajak dari postingan salah satu aktor muda yang senang berpuisi. Bukunya sudah terbit. Kamu nggak kenal dia.

Aku menjelaskan banyak hal tapi kamu tangkis mulu. Katamu kamu nggak seupdate itu. Kalau aku jelas langsung cari tau. Soalnya bukunya bagus. Jadi bisa belajar bagaimana dia berkembang. Ah ternyata kamu balas lelucon berkembang biak. Ngeselin. Tapi aku suka. Banyak hal yang nggak kamu pahami. Aku bilang nggak perlu dipahami. Urusin sana puisimu.

Kamu mengirimkan beberapa bait. Kamu lagi mikir ternyata. Nggak sampe 15 menit puisinya jadi. Benar. Tentang tingkah laku manusia. Kamu nggak kabut tapi baru saja menyelesaikan sebuah buku. Nggak mau kamu kasih tau judulnya. Dan nggak mau mempublish karena belum kepikiran. Padahal sudah kamu kasih lihat aku beberapa kali. Cukup banyak.

Kan proses itu jadikan kita tumbuh lebih baik. Bisa juga kamu tempel di dinding meja belajar. Supaya kamu ingat kamu pernah nulis itu. Lalu perdebatan kita berakhir saling menyetujui. Kita sama-sama di tahap belajar.

Terima kasih.

Terima kasih udah bikin aku lupa besok di weekend ada waktu uts. Dan aku nggak bisa tidur dengan nyenyak. Terbangun ditengah malam. Lalu memutuskan untuk mendengarkan podcast hingga pukul 8 pagi aku terbangun dan langsung mempelajari soal. Aku rangking 4 dari 50 siswa. Sedikit bangga tapi langsung sebal ketika ada tes ulang jadi rangking 32. Kan nggak adil ya, yang lainnya jd hapal jawabannya. Nggak murni dari aku yang udah belajar. Terserah ibunya ajalah.

Hari ini benar-benar menyebalkan. Aku nggak menghubungimu. Belum juga membalas pesanmu. Takut rindu. Lalu chatmu tidak kunjung centang biru. Atau justru centang satu? Aku juga sedang capek nggak punya topik.

Tapi, terima kasih ya. Sudah mau memberi percakapan minggu ini. Aku sampai nggak nyadar cerita ini panjang banget. Kamu semangat ngurusin kehidupan perkuliahan A. Sibuk promosi kegiatan kayanya. Jangan lupa jaga kesehatan. Sebentar lagi kota bertemu. Itu juga kalo ada kesempatan.

To be continued
Published on November 21, 2020

Elokvitaloka

Yang foto profile WhatsAppnya sekarang masih muka datar.

KATA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang