Halo, aku menuliskan ini pada pukul 22.30 tentunya satu jam lebih larut daripada tempat kamu saat ini. Ternyata benar, sesuatu yang kamu inginkan dengan sangat itu pada akhirnya tidak akan jadi. Sama kaya aku sekarang. Dari kemaren mau nulis, selalu ada aja alasannya. Contohnya tadi, selepas magrib aku berencana menulis. Eh nanti aja deh nugas dulu. Eh nanti aja deh makan dulu. Dan seterusnya.
Jadilah baru sempat menulis sekarang di tengah mata yang sudah mengantuk. Aku suka tidur lebih awal sekarang. Eh sebelum aku bercerita, aku mau nanya gimana kabarmu yang jauh di sana? Semoga selalu diberikan kesehatan ya. Hari senin lalu aku sangat-sangat malas memulai hari. Sebenarnya tidak begitu berat karena pembelajaran mata kuliah pertama di mulai dengan pertemuan virtual. Tapi ada kendala yang bikin dosen itu bad mood.
Apalagi kalo bukan presentasi via video untuk pertama kalinya ditayangkan di zoom bikin temen aku kebingungan. Berlanjut pada mata kuliah statistik yang bikin aku harus cari jawaban padahal nggak dikumpulkan. Kerjaan emang. Nggak tau deh uts nanti aku bisa ngerjain tugas atau nggak soalnya otakku penuh banget. Lanjut hari-hari berikutnya aman sih menurutku.
Nggak ada cerita yang ingin aku bagi selain revisi proposal penelitian yang bikin aku mumet menghubungi beberapa kakak tingkat hanya untuk minta dikritik biar nggak ada yang salah dan harus ngerevisi lagi. Oiya, selain itu aku juga memiliki kegiatan berdiskusi dengan teman satu kelas sebelum kuis filsafat. Nggak tau deh bikin takut aja sampe sekarang nggak pasti kapan kuiznya, kaya hubungan kita, mueheh.
Dan diskusi yang lebih cocok ke ghibah itu berlanjut selepas magrib tepatnya setelah siang bolong seorang kawan vc aku pas lagi tidur siang. Aku terima aja kirain cuma voice call. Pas udah dipastikan memaki dia sambil pake jilbab, eh malah nggak jadi. Kan kampretnya.
Sama kaya kamu. Ditunggu nggak datang, pas datang kehadirannya nggak keliatan. Apaan ya ko aku nggak jelas gini. Udah lupain. Itu adalah waktu pertama kali aku menerima telepon dalam waktu yang cukup lama. Dua jam lebih ada kali, ya. Bikin aku nggal konsen buat mindmap tugas salah satu mata kuliah buat uts.
Lanjut hari berikutnya aku mengerjakan mindmap. Ternyata mengedit wkwk mindmap cukup menguras tenaga. Asli. Aku menghabiskan waktu seharian penuh. Jika biasanya aku menyempatkan tidur siang barang sejenak sebelum kelas—bahkan pada saat kelas siang bolong aku nggak ada mandi sama sekali. Asli, sih. Itu dosennya kaya nyindir ke aku meskipun ke temen cowok aku. Gimana nggak coba? Pakaian posisinya sedang pake kaos eh disebutin meskipun ketutupan jilbab. Disuruh mandi meskipun dirumah aja ditambah cewek pake bedak biar cantik ketemu temen satu kelas. Biar fress gitu dan aku jujur tampil seadanya. Karena ngantuk banget. Lanjut keperkara ngedit, aku nggak ada sama sekali istirahat barang sejenak sampai pukul empat sore.
Setelahnya, habis magrib aku merasa sedikit pusing. Mungkin karena cukup lama berhadapan dengan layar laptop ya? Ya abis gimana mumpung akunya rajin gitu. Terus aku memutuskan untuk mencari soto ayam di sudut kota terdekat sambil mengambil barang ke teman. Ternyata sudah cukup lama aku tidak berbincang dengan diri sendiri diatas motor apalagi malam hari.
Mengapresiasi diri setelah menyelesaikan sesuatu itu penting. Karena lelahmu sangat berpotensi bikin kamu jadi sinting. Ya, meskipun kamu bukan orang penting, tapi situasi sudah sangat genting. Dan, setelah aku sedikit menikmati kuah hangat yang masuk ketenggorokan, sepertinya pikiranku sedikit fress.
Lelah sedikit menghilang. Apa lagi saat kamu mengunggah sebuah kegiatan di sosial media kamu. Aku nggak inget semuanya karena jujur kamu sudah tidak sepenting itu. Aku hanya mengingat kamu mengunggah poto pada saat kamu melaksanakan suatu kegiatan himpunan. Kemudian melihat seorang perempuan yang kuyakini satu angkatan dengan kamu memposting fotonya bersamamu dan satu lagi lelaki dengan mengucapkan Selamat Hari Ayah. Semuanya sesederhana itu.
Aku juga melihat bagaimana beberapa waktu lalu kamu memposting akun WhatsApp mu sedang dalam masa riset dan jika ada kepentingan bisa menghubungi via Instagram. Anyway, berbicara Hari Ayah juga bertepatan dengan Hari Kesehatan, aku jadi ingin pandemi ini segera berlalu. Karena ini jelas menghambat kita untuk melangkah dan terus maju. Ketakutan membuat kita jadi ragu.
Aku nggak berkeinginan untuk bertemu dengan kamu sebenarnya. Hanya saja, barusan aku mendengarkan fakta yang beredar di Surabaya. Tentang angka kematian akibat virus yang tidak rasional rupanya hanyalah permainan dalam budang kesehatan. Meresahkan warga dengan menimbulkan banyak ketakutan. Tentu semuanya dirugikan.
Aku juga kemarin sedang menjalani mata kuliah untuk menyampaikan pendapat terkait fenomena apa saja yang terjadi selama pandemi ini di Indonesia. Ku katakan, karantina yang membuat orang panic buying, padahal kelangkaan membuat orang yang tidak cukup kuasa untuk membeli sesuatu yang dibutuhkan ini tidak bisa dihindari.
Kita bisa lihat contohnya masker yang beberapa bulan lalu nggak bisa dijangkau dengan harga murah. Padahal dunia kesehatan membutuhkan sementara stoknya tidak tersedia. Tidak hanya itu. Di pendidikan, masyarakat menengah kebawah yang kesulitan dalam pekerjaannya untuk kehidupan. Kita para mahasiswa yang ingin berkumpul dengan teman untuk segera tatap muka. Entahlah.
Seorang kawan mengunggah salah satu kutipan bahwa pada akhirnya eksistensi seseorang akan habis intinya. Aku jadi teringat salah satu episode filsafat yang dahulu sering kudengarkan. Minggu ini aku tidak sempat. Semoga lain waktu bisa bahkan hingga tamat.
Kemudian aku mencari episode tentang kepemilikan itu. Jika kita tidak ingin takut kehilangan segala sesuatu jangan dikaitkan dengan kepunyaan. Karena kelak kita akan kehilangan. Aku lupa dan nggak tau itu ada di bagian mana. Jadilah aku memberanikan diri untuk menghubungimu.
Jujur awalnya aku takut sebab kita sudah selama itu tidak berdiskusi. Kecanggungan menghapiri. Tapi aku tidak menyerah dan memberanikan diri. Kamu terlihat aktif satu menit yang lalu. Setelah aku mengirim pesan tanda ingin bertanya, eh kamunya centang satu. Aku takut malah kamu memblokir. Emang pikiran buruk itu harus diusir.
Ternyata kamu merespon. Bertanya perihal intinya karena aku nggak pake intro. Dan seperti dugaanku sepertinya kamu belum mendengarkan episode itu. Terlihat dari bagaimana balasanmu apakah kamu pernah memberitahu itu sebelumnya. Kamu bahkan menyempatkan untuk mencari di channel yang biasanya. Ah, disempatkan seperti ini aja aku udah merasa spesial. Dasar payah. Ingat, Mas A ini sudah punya rumah.
Lalu kuputuskan untuk mencarinya lagi. Sial, kamu malah membalas dengan kalimat dari asal daerahmu yang tidak ku mengerti. Kamu tertawa pelan, memberikan arti apa yang sebelumnya kamu tuliskan. Dan aku berencana membalas keesokkan harinya. Tepat setelah apa yang kucari sudah ku temukan.
Oh iya, kamu mungkin belum tau alasan aku menulis selarut ini juga karena membalas pesanmu. Singkat, sederhana namun bikin rindu. Hari ini terasa sangat menyenangkan. Aku mengerjakan tugas dengan baik. Kemudian menikmati mie ayam di sore hari sambil menyuci motor. Aku bisa keluar sejenak dari penatnya kehidupan. Kamu selalu jaga kesehatan. Jangan lupa menjaga pola hidup bersih dan sehat. Sekarang jangan begadang hihi. Selamat malam.
Dari aku yang mengagumimu yang tak pernah padam.
To be continued
Published on November 14, 2020Foto profil mas A yang pasang muka datar bikin salfok mulu secara ga sadar
KAMU SEDANG MEMBACA
KATA KITA
Teen FictionTulisan ini didedikasikan untuk seseorang yang mengajari makna setiap kata. Untuk beberapa tanya yang terkadang tak butuh jawaban juga penjelasan. Kepada semesta, terima kasih sudah menghadirkan dia ke dunia.