Juli Minggu Pertama

66 10 0
                                    

Aku menulis ini pada saat menuju pukul 23.00 tentunya setelah bangun tidur. Hari ini tidak banyak hal yang aku lakukan. Aku memulai hari dengan berjalan bersama nyokap keliling kota, menelusuri toko demi toko untuk mencari kado yang mungkin tidak seberapa untuk sosok yang memberikan cinta tak kenal lelah. Usia beliau bertambah satu tahun. Jelas menunjukkan angka yang tidak lagi muda. Kamu tentu tau beberapa harap yang selalu kupanjat agar beliau lebih lama menatap. Bisa menyaksikan putrinya melalui hari demi hari dengan pengharapan mampu mewujudkan mimpi sesederhana apapun itu.

Dan sejak mungkin awal bulan Juli ini, aku kembali memiliki harapan baik. Salahnya, ketika kita merasa segalanya terasa ada namun pada kenyataannya, segalanya terlalu fana. Kupikir kedatanganmu bisa membuat segalanya berangsur membaik. Aku mulai berharap dipertemuan kita rencana-rencana kecil akan terlaksana, sudut-sudut kota bisa menjadi saksi kita memulai segalanya. Ah kita? Dari sini aja udah jelas banget kita ini dalam konteks apa.

Beberapa hari belakangan memang banyak yang memenuhi isi kepala perihal kamu. Yang hadir katanya melalui takdir, lalu berharap cerita ini nggak akan berakhir. Di sini kita lupa perihal eksistensi. Seseorang bisa kapan saja datang dan pergi ketika eksistensinya telah habis. Tapi untuk kamu, bukan soal telah habis. Namun tentang rasa yang mulai terkikis. Aku nggak ngerti gimana cara mendeskripsikan. Katanya jangan melulu mengandalkan perasaan. Tapi jujur, kamu bikin aku nggak bisa mengendalikan.

Aku pernah diam-diam sebelum tidur mendengarkan suaramu mengenai perdebatan alot kita mulai dari hal sangat sederhana. Memandangi makna senyum yang kamu layangkan walau hanya melalui layar kaca. Sampai pada akhirnya aku tau. Senyum itu punya makna yang lebih dari sekedar kata-kata.  Ku pikir menyusuri kota kelak akan indah ketika bersamamu. Namun lagi-lagi, perasaan ini membuatku ragu.

Sebab selain aku, tentu akan ada dia yang lainnya yang kamu tunggu.

Aneh ya, aku menulis ini tanpa melihat secara langsung dan menilaimu seolah telah melakukan kesalahan. Padahal jauh dari lubuk hati terdalam, mengenalmu bukanlah sebuah penyesalan. Dan mungkin cukup sekian kita berkenalan. Semoga setiap rasa tidak lagi menjadi candaan. Aku tidak lagi menjadikanmu sosok yang kupanjat dalam doa. Meskipun sudah berniat, lagi-lagi harapan akan mengantar kita pada kecewa. Yang sulit bukan menyusun rencana indah yang akan terlaksana, namun memaknai beberapa rencana yang mungkin akan sirna.

Sebab kita, terkadang tidak memiliki kesiapan untuk melepaskan.

Untuk kamu, seseorang yang raganya jauh disana. Istirahatlah yang cukup. Semoga tidurmu nyenyak. Mimpimu satu persatu terwujud. Jangan merisaukan sesuatu yang katamu bisa saja mengendalikan rasa untuk cemas setiap waktu. Dari, anggap aja dari seseorang yang paling peduli padamu.

 Dari, anggap aja dari seseorang yang paling peduli padamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued
Published on July 4, 2020

Salam sayang,
Elokvitaloka

KATA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang