Hari-hari berlalu begitu cepat. Tahun 2020 pun sebentar lagi tamat. Pencapaian tahun ini, entahlah, akupun nggak bisa berpikir dengan cermat. Sepertinya resolusi tahun ini akan dilaksanakan di tahun 2021.
Bukan tanpa alasan karena target dengan tujuan juga butuh rehat barang sejenak untung menenangkan. Minggu ini kita akan mengawali cerita dengan bagaimana aku melakukan sesi presentasi kedua setelah minggu lalu berhasil menjawab dengan lancar. Seorang kawan bertanya sederhana namun rumit karena tidak ku pahami. Tadinya aku ingin bertanya ke kamu perihal itu, namun kuurungkan.
Selain kamu yang cukup sibuk dan kita yang nyaris tidak pernah bertukar pikiran, aku rasa tidak sepertinya aku bertanya dijam perkuliahan. Lalu, segalanya begitu rumit ketika beberapa sumber yang ku dapat bikin aku lancar menjawab tapi tergantikan dengan satu mata kuliah paling membunuh. Kalo kamu bertanya mata kuliah apa? Woyajelas jawabannya adalah statistik.
Dosennya sedikit labil ditambah dosen satunya lagi hobinya bilang "saya selalu komitmen sama omongan saya" itu udah kaya hubungan aja gitu komitmen. Sengaja. Trauma sama kata komitmen soalnya. Kemudian aku berdiskusi bersama salah satu kakak tingkat yang cukup baik. Sepertinya kamu kenal. Jika dirasa hari-hari itu berat, kita sering sambatan, akhirnya semua tugas terselesaikan. Rupanya benar, bahwa segala sesuatu tidak seburuk yang kita pikirkan.
Oh, iya. Kamu apa kabar? Kurasa sedang baik atau lebih tepatnya sangat baik. Pernah sekali, aku melihat bagimana kamu pergi menikmati semangkok bakso hangat di sore hari dengan beberapa kawan yang suasananya cukup tenang. Menciptakan rasa senang, tentu saja dalam waktu yang panjang. Lalu di suatu waktu, aku melihat kamu hobi mengunggah ulang beberapa postinganmu yang sudah sangat lama. Beberapa sudah pernah kulihat lantaran kita telah bertemu.
Dari sekian banyak berita juga cerita, pernah terlintas satu tanya. Jika kita tidak memutuskan untuk bertegur sapa, berdiskusi perihal sesuatu yang fana juga nyata, apakah perbincangan ini terus berlanjut hingga waktu yang cukup lama?
Aku tersenyum. Sedikit samar mengingat bagaimana kepingan ingatan muncul dalam kepala. Kamu masih sama. Menyukai lagu lara juga kukira kau rumah dengan begitu menikmati. Kali ini, aku melihat bagaimana kamu latihan serius bermain gitar. Menatap lawan main dengan wajah yang sedikit datar dengan mata tanpa berkedip.
Lirikan lagu yang kamu nyanyikan tepat. Bahwa kisah ini seharusnya berjalan dengan singkat. Bukankah sedari awal rasa yang timbul hanyalah sebuah bentuk dari ketertarikan? Sekedar tertarik bukan ingin mengikat.
Iya, benar. Cerita masih berlanjut tentangmu bagaimana kamu memutar salah satu lagu favoritku untuk kedua kalinya. Sebuah jalan dari pilihan tanpa paksaan atau lebih tepatnya sebuah usaha untuk mengikhlaskan. Aku kira kamu sedang patah. Namun lagi-lagi, bukankah sudah menemukan rumah?
Pikiranku terlalu kalut untuk membahas beberapa hal yang membuatku berasumsi. Sedangkan tugas masih menumpuk sana sini. Beberapa hari lalu aku mempelajari filsafat kembali di mata kuliah minggu ini. Dan membuatku memahami salah satu tragedi ketika diberikan kesempatan untuk berkomentar. Tentunya juga menggali beberapa scene dimana saat kita saling berkabar.
Aku menuliskan bagaimana filsafat bisa menjadi begitu penting, salah satu judul bacaan filsafat yang pernah kamu kirim yang bikin aku nahan napas nggak selesai dalam sekali duduk. Padahal, kalau membaca novel, tanpa membuka akun sosial media pun aku kuat. Cerita itu tentang bagaimana beberapa hari lalu seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Alasan pastinya aku tidak tau apa.
Beberapa orang tidak banyak bertanya. Lebih mengarah kepada kenapa sih, harus sekarang? Bukannya tanggung ketika hidupnya sudah semakin menua. Namun, yang terlintas di benakku adalah bagaimana ia mengakhiri hidup bukan hanya pada pilihan. Kamu pernah bilang bahwa segala sesuatu digariskan oleh takdir bahkan sebelum kita dilahirkan. Dan kini, aku mengerti segala sesuatu butuh pengorbanan.
Iya. Hidup itu sebuah harapan, bukan? Pasti banyak hal yang sudah ia lalui hingga membuat keputusan itu menurutnya adalah pilihat yang tepat. Berpikir bahwa segala kesulitan bisa segera tamat. Setiap orang memiliki kapasitasnya masing masing dalam menghadapi hidup. Dan aku, berterimakasih sebelum tahun ini di tutup.
Jika tahun lalu, sebuah tulisan penuh luka disusul sebuah harapan, tahun ini aku tidak banyak melakukan tindakan namun ingin mengabadikan. Sosokmu selalu mengagumkan. Bahkan seperti sekarang, di tempat sulit dari jangkauan. Semoga kita lekas dipertemukan.
Malam minggu ini asik, tidak banyak berisik. Kamu, selamat malam minggu menikmati hasil karyamu yang tidak berhenti sampai menemukan titik. Jangan begadang lagi! Ucapan ini tulus dari hati.
To be continued
Published on November 7, 2020Suara mas A yang alus gitu bikin ngajak berumah tangga, muehehe
Salam sayang,
Elokvitaloka
KAMU SEDANG MEMBACA
KATA KITA
Fiksi RemajaTulisan ini didedikasikan untuk seseorang yang mengajari makna setiap kata. Untuk beberapa tanya yang terkadang tak butuh jawaban juga penjelasan. Kepada semesta, terima kasih sudah menghadirkan dia ke dunia.