Rintik

8 2 0
                                    

Sebelum hujan turun, gelegar petir sudah lebih dulu menyambut bumi malam ini. Hawanya sedikit panas bikin kita mau nggak mau mendesah pelan untuk mengganti baju dengan bahan yang sedikit menyamankan. Kalo sudah begini, pasti banyak hal yang menjadi bahan untuk dipikirkan.

Tapi sebelum lebih jauh untuk menceritakan apa-apa saja. Kamu masih mau kan untuk sekedar mendengarkan? Ah bercerita denganmu sepertinya tidak akan sama lagi. Mengingat bagaimana tulisan sebelum ini ada dihari kemarin yang bikin bete lagi, bete lagi.

Kamu apa kabar? Aku sudah tidak sesering kemarin untuk melihat apa saja aktifitas yang kamu unggah. Tidak juga mencatat hal-hal sederhana yang kamu lakukan sebagai bahan untuk bersenang-senang. Tapi yang kuingat, kamu masih sering mengunggah bagaimana kamu masih menekuni beberapa olahraga. Aku juga sedang sibuk minggu ini untuk persiapan menjelang kuliah. Apalagi jika bukan persiapan untuk pengenalan?

Harusnya, malam ini aku nggak menulis. Karena rasa kantuk lebih kuat nggak bisa ditangkis. Tapi, setelah meneguk beberapakali susu hangat, juga hujan yang perlahan mereda, aku tidak bisa menahan untuk tidak bercerita. Tentunya kepada kamu, mas A.

Dihari terakhir, aku menonton beberapa tayangan pengenalan melalui video yang diunggah oleh pihak kampus di channel YouTubenya. Memperkenalkan beberapa UKM yang bisa diikuti oleh beberapa mahasiswa sebagai ajang mengasah bakat. Jelas tujuan yang sudah sangat sering ku dengar. Soalnya, kamu tentu tau, aku sudah seaktif itu mengikuti berbagai ekstrakurikuler selama sekolah. Dan yang membuat aku sedikit tertawa adalah bagaimana satu persatu pengurus organisasi mempromosikan beberapa program kerja dengan tujuan menarik minat. Kamu muncul di sana, tentu saja sebagai kahim idaman mahasiswi baru yang gencar mengejar cowok ganteng dengan otak yang digunakan untuk berpikir. Bukannya sibuk mengukir perjalanan cinta sana-sini yang tentunya cepat berakhir.

Seperti yang sudah diberitahu oleh kawanku, dengan nada sindiran jelasnya, aku baru mengamati bagaimana kamu berbicara tidak seperti saat kita berdiskusi. Kaya orang nggak ada semangatnya. Padahal katamu, semua orang bisa berbicara di depan umum, tapi nggak semua orang tau retorika. Ah, ngapain juga aku harus menceritakan kamu kan. Dibanding itu, tentu ada hal yang jauh lebih penting yang harus ku beritahu.

Minggu-minggu ini tidak hanya menguras tenaga dengan serentetan tugas online dari pengenalan yang telah dilaksanakan. Namun juga beberapa maksa sebuah mimpi yang sulit dimengerti. Beberapa hari belakangan jadwal tidurku berantakan. Sering terbangun tengah malam hingga baru bisa tertidur dengan pulas lagi ketika subuh menjelang. Ada beberapa hal yang membuat aku berpikir. Salah satunya rupanya berdamai dengan diri sendiri masih sesulit itu.

Lingkungan pertemanan perlahan mengecil, menyisakan mereka-mereka yang sebenarnya kita anggap berarti. Namun jelas tidak sepenuhnya. Kalo kata lirik lagu yang dinyanyikan Lats Child yang bunyinya gini:

Hanya diri sendiri yang tak mungkin orang lain akan mengerti.

Kamu tau nggak kenapa aku ngomong gitu? Ya karena bener adanya. Aku membaca salah satu unggahan di Instagram Story temanku. Kita tidak pernah bertemu. Tapi, dia cukup baik untuk dijadikan teman bertukar pikiran. Dia menulis bahwa orang rumah, apalagi ayahnya, mengatakan terserah mau berteman dengan lelaki sebanyak apapun dibawa ke rumah. Yang penting satu, jangan pacaran. Soalnya dia cengeng katanya. Dan ayahnya nggak suka ada anak perempuannya dibuat nangis oleh lelaki kurang ajar

Aku tersenyum pahit. Mengingat bagaimana kurang ajarnya temen-temenku menceritakan betapa mengenaskannya aku setahun silam. Sumpah. Mengingat dan menulis lagi peristiwa beberapa bulan lalu bikin aku nggak bisa nahan untuk nggak nangis. Disitu teman-temanku membahas perihal bagaimana aku yang nekat hampir bunuh diri sebagai bahan candaan. Tolol sekali mengingat disitu ada ayah. Aku bukan orang yang mau membuka diri dengan keluarga. Menceritakan perjalanan cinta dengan mudahnya seperti remaja perempuan kebanyakan. Juga enggan memperkenalkan beberapa laki-laki tang dekat denganku karena nggak ada jaminan mereka yang akan menjadi pasangan di masa depan. Dan pertahananku runtuh saat itu juga.

Aku menyadari bagaimana ayahku tersenyum. Seperti menyimpan banyak tanya perihal apa saja yang telah ku lewati. Aku memaki diri sendiri. Menyalahkan betapa bodohnya aku dihari lalu, yang dengan sintingnya menangisi cowok brengsek. Emang cowok tuh, semuanya ya semuanya. Bisa berpotensi jadi brengsek. Beda cara aja. Dari senyuman ayah, aku tau sudut matanya yang kerutan menyimpan sedih. Bagaimana bisa ada lelaki yang dengan mudahnya membuat putrinya menangis, sementara ia mati-matian melakukan apapun, apapun yang ia bisa untuk membahagiakan putrinya.

Aku memang selalu dimanja juga sering bersifat manja meskipun usia tidak lagi muda. Perlahan-lahan luka juga duka menjadikanku pribadi yang lebih dewasa. Tapi, seorang anak sampai kapan pun tetap menjadi anak kan? Dan yang membuatku berpikir adalah ini. Bagaimana nanti aku bisa hidup menjalani perkuliahan jauh dari orang tua. Dulu aku pernah berharap pergi sejauh-jauhnya. Namun lupa, sejauh apapun kita pergi, jalan yang kita tuju selalu membawa kita ke rumah. Untuk berpulang.

Dan sekarang, aku ingin sedikit bercerita denganmu. Semoga kamu berkenan untuk mendengarkan. Selamat malam minggu, A.

To be continued
Published on September 26, 2020

Salam dariku,
Elokvitaloka

Salam dariku,Elokvitaloka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KATA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang