Bel masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Mading yang tadinya tidak terlihat karena dikerumuni oleh manusia-manusia penasaran kini telah sepi. Seperti biasa, setelah bel masuk berbunyi akan ada guru di masing-masing kelas yang akan memperkenalkan diri sebagai wali kelas. Oleh karena itu, para siswa seharusnya sudah masuk kedalam kelas sebelum bel masuk berbunyi.
Namun, berbeda dengan keempat lelaki yang saat ini masih berada di depan Mading untuk kembali memeriksa nama mereka. Dan mereka kembali terkejut saat menemukan nama mereka benar-benar berada pada daftar nama siswa kelas XI IPA 4.
"Anjir gimana bisa?!" Eno yang terlihat sangat terkejut dengan hasil pembagian kelas itu. Ia nampak sangat frustasi karena berulang kali terdengar umpatan yang keluar dari mulutnya.
"Perasaan gue udah isi tuh formulir dengan jelas, baik dan benar. Masak iya gue lupa ngisi?" Bingung Haekal yang juga merasa heran mengapa ada namanya dalam daftar itu.
"Siapa sih yang ngebagi kelas tahun ini? Ngajak ribut kali ya tuh guru." Kesal Rendi yang juga tidak terima ada namanya disana.
"Perasaan gue juga udah milih kelas XI IPS 1 dengan jelas gak pake typo deh. Terus kenapa nama gue jadi nyasar kesitu?" Naufal yang tak kalah heran dengan hasil pembagian kelasnya.
"Ck, maksudnya apa coba? Gue udah pertahanin nilai gue dari awal kelas 10. Tapi kenapa tiba-tiba nama gue malah ada di daftar kelas XI IPA 4?!" Eno kembali mengerang frustasi.
"Ke ruang guru ajalah biar bisa langsung protes. Mading mana bisa jawab pertanyaan kita." Ujar Haekal memberi saran.
"Hayukk lahh!"
Mereka berempat pun melangkah bersama menuju ruang guru. Namun tinggal beberapa langkah lagi mereka sampai, mereka malah menghentikan langkah mereka dengan raut terheran-heran karena banyak siswa di ruang waka.
"Lagi ada demo apaan rame banget?" Tanya Naufal yang pertama membuka suara.
"Mereka juga gak terima sama hasil pembagian kelas kali." Sahut Haekal mengira-ngira.
"Udahlah kesana dulu aja, dari sini mana kedengeran mereka ngapain." Usul Rendi yang langsung melangkahkan kakinya mendekat ke ruang waka. Eno, Haekal dan Naufal pun mengikuti dari belakang.
"Pak jelas-jelas waktu itu saya ngisi XI IPA 5, tapi kenapa nama saya malah ada di XI IPA 4?!"
"Iya pak, saya juga udah isi formulirnya."
"Pak prestasi saya banyak loh pak, nilai saya juga bagus-bagus. Tapi kenapa saya gak bisa masuk ke XI IPA 1 atau paling gak XI IPA 2?"
"Pasti ada kesalahan pembagian kelas kan pak?"
"PAK PINDAHIN SAYA DONG PAK!"
"SAYA GAK MAU DI XI IPA 4 PAK!"
"PAK HARUSNYA SAYA TUH MASUK KE XI IPA 6 BUKAN XI IPA 4."
Dan masih banyak lagi suara-suara yang mengajukan keberatan dengan hasil pembagian kelas tahun ini. Mereka memang tidak terlalu banyak, tapi mereka berbicara bersamaan sehingga tidak bisa mendengar salah satu dengan jelas.
"DIAMM!! TENANG DULU!!" Akhirnya terdengar suara Pak Tomi yang menjabat sebagai Waka Kesiswaan itu.
Otomatis para siswa yang awalnya sangat berisik itu langsung terdiam. "Satu-satu kalau mau bicara." Lanjutnya.
"Gini aja bapak data dulu biar bisa ditindaklanjuti. Soalnya kalian juga lumayan banyak. Jadi mungkin bisa kalau mau atur ulang."
"Oke, kalian dapet kelas apa emang?" Tanya pak Tomi dengan wajah yang sudah berangsur tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
FanfictionDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...