5. Pasrah Menerima Takdir

605 97 19
                                    

Pagi itu Eno, Rendi, Naufal, dan Haekal datang bersamaan ke sekolah. Eric? Dia sudah berangkat duluan sebelum mereka berangkat. Biasa anak XI IPA 1 harus membiasakan diri berangkat pagi ke sekolah wkwk.

Saat di parkiran, mereka selain Eno masih berdiam diri enggan beranjak dari sana seolah sedang menunggu kehadiran seseorang. Sedangkan Eno sudah beranjak terlebih dahulu karena akan pergi ke ruang waka.

"Gue masih gak percaya kita ada di IPA 4." Ucap Naufal menatap bangunan didepannya seperti sedang menerawang jauh.

"Padahal gue berharap itu cuma mimpi buruk." Lanjutnya.

"Tapi kalian sadar sesuatu gak sih? Ada yang beda gitu dari XI IPA 4." Tanya Haekal memandang ke arah Naufal dan Rendi.

"Apaan? Muridnya? Ya jelas beda lah, kan tiap tahun juga muridnya beda." Jawab Rendi.

"Ck bukan gitu nyet. Maksud gue tuh, dulu bukannya tuh kelas mirip kuburan ya? Kalian pernah denger gitu gak sih? Banyak yang bilang tuh kelas seakan gak ada yang huni sangking sepinya." Jelas Haekal.

"Pernah denger sih gue. Dulu gue juga pernah lewat depan kelas XI IPA 4 dan emang kayak gak ada aktivitas gitu." Tambah Naufal.

"Sepi apanya? Tuh kelas dah kayak kuburan beneran isinya setan semua." Sahut Rendi mengingat kejadian kemarin.

"Setuju gue, dah kayak titisan dajjal semua. Apalagi yang tinggi yang manggil gue Nopal Nopal kemarin." Balas Naufal jadi kesal mengingat kemarin namanya tidak disebut dengan benar oleh si tinggi Raka.

"Nah itu dia yang gue maksud." Haekal menjentikkan jari dengan semangat.

"XI IPA 4 tahun ini tuh berasa ada yang huni gitu kelasnya. Gak kayak tahun-tahun lalu yang sepi sunyi. Terus ya masak iya orang-orang kayak Eno sama Malvin bisa masuk XI IPA 4? Kan anehh." Lanjut Haekal.

Rendi dan Naufal pun terdiam seperti sedang memikirkan perkataan Haekal tadi. "Iya juga ya. Kok bisa gue sekelas sama si Eno Malvin?" Heran Naufal.

"Gue bukannya gak seneng kita bisa sekelas. Tapi kan gue sadar sama kemampuan gue di bidang IPA yang gak ada bagus-bagusnya." Ujar Naufal saat mendapati tatapan heran dari Rendi dan juga Haekal.

"Gak usah gitu. Lo tuh cuma terlalu sering pesimis sama males belajar Pal. Gue tau lo gak segoblok itu buat masuk IPA." Ujar Rendi sedikit menghibur.

"Lo tau si Derry gak sih? Yang ikut nyanyi si Nopal sama si tinggi." -Haekal

"Tau-tau," Sahut Rendi dan Naufal bersamaan.

"Gue sering banget liat dia dihukum sama guru BK karna telat kalo gak gitu ketauan colut kelas. Sering banget pokoknya gue liat dia masuk ke ruang BK." Ujar Haekal mengingat-ingat kejadian saat ia melihat Derry berurusan dengan guru BK.

"Lah harusnya masuk XI IPS 5 dong." Sahut Rendi.

"Oh iya iya, baru inget gue. Gue juga pernah liat tuh bocah lari keliling lapangan." Ucap Naufal yang tiba-tiba teringat dengan Derry pula.

"Kenapa bisa gitu coba?" Bingung Rendi.

"Aneh kan pasti, kandidat kuat penghuni XI IPA 1 sama kandidat kuat penghuni XI IPS 5 ada di satu kelas yang sama." Ujar Haekal sembari geleng-geleng kepala.

"Eh si Eno ke Waka mau protes lagi ya?" Tanya Rendi.

"Iya kali. Lo denger sendiri kan kemarin si Eric bilang kalo dia masuk XI IPA 1. Rada aneh gak sih, si Eric bisa masuk sana sedangkan Eno enggak?" -Haekal

"Eh tapi kalian ngerasa juga gak sih. Semalem muka si Eric waktu ngomong dia masuk XI IPA 1 kayak gak enak gitu mau bilang." -Naufal

"Yaiyalah secara yang ngebet banget masuk XI IPA 1 si Eno, eh malah yang masuk si Eric." Kekeh Haekal merasa lucu.

Our Class: ExSiFoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang