"Coba lihat deh bu, hasil ulangan harian fisika di kelas XI IPA 4." Ujar Bu Jessi pagi itu di kantor guru.Bu Maria pun melihat kertas-kertas jawaban dari para murid XI IPA 4. "Kok bisa ada yang sampe dapet nol bu?!" Pekiknya tidak percaya dengan nilai-nilai itu.
"Itu dia, saya juga kaget waktu koreksi. Padahal kan disana ada Eno, Malvin, bahkan Leo juga ada disana. Tapi ternyata bukannya mereka bawa perubahan malah mereka yang jadi berubah." Sahut Bu Jessi.
"Ini bahkan nilai Leo cuma dapet 60? Gimana bisa? Padahal kan Leo itu sering ikut olimpiade fisika. Masak mengerjakan soal-soal ulangan harian saja cuma bisa dapat segini?" Heran Bu Maria.
"Saya heran, kenapa Eno, Malvin, Karina, dan Leo bisa ditempatkan di XI IPA 4. Padahal kan jelas-jelas mereka bisa masuk XI IPA 1."
"Denger-denger sih bu, katanya XI IPA 4 tahun ini tuh beda bu. Padahal mah saya juga gak tau bedanya dimana." Sahut Bu Selly ikut bergabung.
"Halah beda apanya, sama aja kok kayak kakak kelasnya XII IPA 4. Sama-sama suka buat masalah. Cuma bedanya mereka ini masih terkendali, sering berisik gitu." Ujar Bu Yuli.
"Iya bener. Kemarin saya waktu masuk kelasnya bukannya belajar mereka malah main game. Terbukti kan, hasil ulangan hariannya gak ada yang bagus. Bahkan yang dapat nilai 80 aja gak ada." Ujar Bu Jessi dengan nada merendahkan.
"Bahkan mereka gak pernah mengumpulkan tugas-tugas yang saya berikan bu. Entah dikerjakan atau enggak saya juga gak tau. Gak cuma sekali dua kali, setiap saya kasih tugas selalu gak dikumpulkan."
"Iya bu, tugas-tugas saya juga gitu. Gak ada yang dikumpulkan. Bandel banget emang mereka."
"Kasihan saya sebenernya sama anak-anak pinter yang dimasukin kesana. Yang tadinya punya masa depan cerah, eh malah ikut-ikutan suram."
"Bener bu, saya juga heran. Ada beberapa murid yang sering dihukum sama guru BK, namanya berkali-kali ada di daftar buku hitam, kan sudah seharusnya ada di XI IPS 5. Kalau kayak gini caranya, bisa-bisa kelas lain juga ikut-ikutan kayak mereka gimana ya bu?"
"Nah itu dia yang saya takutkan. Mereka membawa dampak buruk bagi siswa-siswi kelas lain."
"Iya bener. Kalau dulu kan kelas XI IPA 4 jarang tuh keliatan berkeliaran, nah kalau sekarang mereka berkeliaran dimana-mana."
"Ih iya bu, saya juga kaget waktu ada murid yang dateng ke kantor buat panggil saya. Padahal tahun-tahun sebelumnya mereka gak pernah sampe turun tangan panggil guru yang telat datang."
"Haduh-haduh ada anak-anak pinter di kelas itu bukannya menyaingi XI IPA 1 malah menyaingi XI IPS 5." Ujar Bu Jessi geleng-geleng kepala.
"Mereka itu berisik sekali bu. Waktu itu kan saya sedang ngajar di XI IPA 3, suara mereka itu sampai terdengar jelas di XI IPA 3. Saya mals buat negur, jadi saya cuma minta pintunya buat ditutup saja." Sahut seorang guru disana.
"Untung saya ndak ngajar disana. Bisa tambah keriput nanti saya." Ujar seorang guru perempuan yang masih terlihat muda.
"Pusing lah pokoknya ngajar mereka. Beda banget sama anak-anak saya di XI IPA 2." Ujar Bu Jessi.
"Iya atuh bu, beda banget kalau dibandingin sama XI IPA 1 dan 2 mah." Imbuh bu Maria.
"Haduhh ibu-ibu ini masih pagi kok ya udah ngerumpi. Ayo bubar-bubar pada ngajar sana." Ujar pak Johnny membubarkan para guru perempuan tersebut.
Karena suara mereka yang tidak bisa dibilang pelan saat merumpi, akhirnya para siswa-siswi yang kebetulan berada di ruang guru tersebut pun juga ikut mendengar apa yang mereka katakan. Bahkan tanpa mereka sadari ada salah satu siswi penghuni kelas yang sedari tadi mereka bicarakan sedang mendengarkan obrolan mereka hingga wajahnya memerah seperti akan meledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
FanfictionDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...