Setelah memarkirkan motornya di halaman rumah, laki-laki itu segera beranjak untuk memasuki rumahnya. Ia benar-benar merasa tubuhnya sangat lelah hari ini, padahal ini baru hari pertama pembelajaran seperti biasa berlangsung.
"Abang pulang," ujarnya saat memasuki rumah dan langsung disambut oleh sang ibu yang sedang berada di dapur.
"Udah pulang bang?"
Malvin pun menghampiri sang ibu dan duduk di meja pantry. "Kusut banget mukanya? Biasanya habis pulang sekolah gak pernah mama liat muka kamu sekusut itu. Capek banget emang?" Tanya Yesi, ibu Malvin.
"Oke oke, mending sekarang abang ganti baju dulu abis itu makan. Ceritanya nanti aja habis makan, ya?" Potong Yesi saat Malvin membuka mulut hendak menceritakan keluh kesahnya.
Malvin pun menurut dan bergegas ke kamarnya untuk mengganti seragamnya dengan baju rumahan.
Selang 15 menit kemudian ia sudah selesai dan sudah mendudukkan dirinya di kursi ruang makan.
"Mama lagi buat apa?" Tanya Malvin melihat sang ibu yang sedang repot di dapur itu.
"Lagi buat cemilan buat adek. Abang kan tau sendiri si adek kalo jajan sembarangan kayak gimana."
"Terus si adek kemana?"
"Lagi main ke rumah temennya di komplek sebelah."
"Udah makannya?" Tanya Yesi saat melirik piring anaknya yang telah kosong.
"Udah,"
Yesi pun segera menyelesaikan kegiatannya dan duduk dihadapan Malvin.
"Jadi kenapa muka abang kusut terus lemes banget kayak orang gak makan tiga hari, hm?" Tanya Yesi yang khawatir dengan kondisi si sulung.
Malvin pun menghela napas pelan sebelum menjawab. "Abang dipilih jadi ketua kelas kemarin."
Yesi yang mendengar itu pun seketika berbinar. "Wah, bagus dong." Ujarnya yang sarat akan bangga.
Malvin pun semakin lesu mendengar respon dari sang ibu. "Mama inget kan kalo abang masuk XI IPA 4?"
Yesi pun mengangguk, "Inget."
"Mereka semua tuh kayak binatang liar ma. Susah diatur. Tingkahnya random banget. Terus suka banget adu mulut. Gak bisa gitu positive thinking sama ucapan orang lain. Ujung-ujungnya bakal debat. Bahkan wali kelas abang aja juga gak bisa bikin mereka diem."
Yesi tersenyum mendengar keluh kesah dari Malvin. "Yang pilih abang jadi ketua kelas siapa? Temen-temen abang?"
"Enggak, wali kelas abang yang pilih."
"Tuh, wali kelas abang aja kasih kepercayaan ke abang buat mimpin temen-temen abang. Berarti emang abang itu mampu buat jadi pemimpin mereka."
Malvin terdiam memikirkan ucapan sang ibu. "Abang masih pengen pindah ke kelas lain?" Tanya Yesi yang dijawab anggukan oleh Malvin.
"Bang, dimanapun abang sekarang berada. Di kelas manapun abang ditempatin. Abang akan selalu dikenal sebagai Malvin, bukan orang lain. Kelas itu cuma label belaka. Label itu ada juga karna penghuninya kan? Contohnya kelas XI IPA 1. Kelasnya murid-murid pintar, jenius yang bolak-balik bawa piala juara olimpiade. Yang bikin kelas XI IPA 1 dapet julukan kelas jenius siapa? Murid-murid yang ada di dalamnya kan? Mereka pintar, mereka jenius, makanya murid-murid lain pada bikin julukan gitu buat kelas XI IPA 1."
Yesi memberi jeda untuk melihat Malvin yang kini terlihat tengah berpikir keras mengenai ucapannya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
FanfictionDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...