Tok Tok Tok
Terdengar bunyi ketukan pintu di kelas XI IPA 4. Atensi mereka pun teralih menuju asal suara. Mereka hanya memperhatikan tanpa ada yang berniat untuk membukakan pintu. Hingga tak lama kemudian muncullah pak Toriq dari balik pintu.
"Eh bapak, saya kira siapa." Celetuk Haekal saat netranya menangkap sosok pak Toriq.
"Ada apa nih pak? Tumben kesini pas bukan jam pelajaran bapak?" Tanya Yanuar.
Pak Toriq pun mendelik, "Nyindir saya kamu?" Sinis pak Toriq. Tapi memang tidak salah sih. Pak Toriq memang hanya akan datang ke kelas XI IPA 4 bila ada jam di kelas tersebut.
"Hehe peace pak." Sahut Yanuar seraya mengangkat dua jarinya.
Pak Toriq pun menggelengkan kepalanya.
"Kalau bapak kesini mau nagih tugas, jujurly saya belum ngerjain pak. Lagian ini kan belum waktunya buat ngumpulin juga." Ujar Raka masih menerka-nerka maksud kedatangan pak Toriq yang tiba-tiba.
"Iya pak saya juga belum ngerjain, Haekal gak mau ngerjain soalnya." Sahut Nina.
"Heh Nina bobo kapan lo ngajak gue buat ngerjain ha?! Sembarangan ngomong gue gak mau ngerjain." Balas Haekal tidak terima dengan ucapan Nina.
"Yee PMS lo? Sensitif amat." Ejek Nina.
"Kayak gue dong udah kelar." Sombong Naufal.
"Maksudnya lo udah kelar PMS gitu?" Tanya Nina sedikit tak percaya.
"Lah kok PMS sih? Maksud gue tuh dah kelar tugas resensinya." Jawab Naufal dengan geram
"Halah paling yang ngerjain juga cuma si Lia." Ucap Haekal.
"Heh sudah-sudah, kok malah jadi debat." Lerai pak Toriq. Ia pikir anak-anak didiknya sudah tidak akan pernah berdebat lagi, ternyata ia salah.
"Saya kesini karna mau bahas papan nama baru di depan pintu kalian itu." Sambung pak Toriq menyampaikan maksud kedatangannya.
"Pasti para cabe itu udah pada ngelapor." Celetuk Reina.
"Emang kenapa pak? Gak boleh ya kalo kita pasang papan nama lagi di depan pintu? Tapi kan papan nama kelas masih tetap kita pasang gak kita copot." Tanya Arin.
"Sebenarnya saya juga tidak pernah tau ada kebijakan dilarang memasang papan nama lain selain nama kelas di depan pintu. Tapi banyak siswa-siswi dan guru yang membicarakan papan nama baru kalian." Jelas pak Toriq.
"Tapi kan itu juga nama kelas pak, cuma dibuat lebih gaul dan kekinian aja." Sahut Eno.
"Halahh mereka itu cuma iri aja gak bisa punya papan nama dari emas kayak punya kita." Ujar Derry.
"Jadi itu beneran dari emas? Bukan cat emas?" Tanya pak Toriq.
"Menurut bapak gimana?" Tanya Leo sembari menarik turunkan alisnya.
Pak Toriq mengusap pelan tengkuknya, "Duh perasaan saya jadi gak enak." Ujarnya.
Sontak satu kelas pun terbahak melihat tingkah wali kelas mereka itu.
"Jadi...bener...dari emas?" Cicit pak Toriq pelan seakan takut salah bicara.
Haekal pun bangkit dari duduknya seolah ingin membenarkan hal tersebut.
"Enggak kok pak, itu cuma dari kayu terus dilapis emas gitu doang." Ujar Leo sebelum Haekal sempat berucap.
Haekal pun menutup kembali mulutnya yang sempat terbuka dan kembali duduk sembari menatap Leo sinis.
"Gitu doang katanya ges." Sahut Saga seakan tidak terima dengan kalimat yang Leo lontarkan.
"Kalo gak mampu beli mending diem aja." Sahut Shella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
FanfictionDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...