39. A New Beginning or The Last Chapter?

356 40 0
                                    

Hari ini merupakan hari pertama masuk sekolah setelah liburan semester. Dua minggu, waktu yang cukup bagi anak-anak ExSiFo untuk refreshing setelah menjalani satu semester yang cukup berat.

Meskipun ada rasa enggan meninggalkan kasur yang empuk nan nyaman di kamar, mereka tetap berangkat sekolah seperti biasa. Entah anak-anak ExSiFo itu janjian atau tidak, tapi hari ini mereka sama-sama datang mendekati waktu bel masuk berbunyi.

Saat Malvin, Eno, Rendi, Naufal, dan Haekal datang bersama, tidak ada lagi siswa-siswi yang memandang sinis kepada mereka. Justru sebaliknya, siswa-siswi itu menundukkan pandangan mereka seolah tak ingin melihat Malvin dan kawan-kawan.

Saat mereka sudah berada di depan pintu kelas, betapa terkejutnya mereka melihat ada banyak kertas post it warna-warni yang tertempel di pintu dan jendela kelas IPA 4 itu.

"Apaan nih?" Tanya Haekal sembari membaca salah satu kertas yang berada di dekatnya.

"Tadi waktu dateng, gue liat ada beberapa anak kelas lain yang nulis dan nempelin kertas ini." Jawab Citra yang juga berada disana.

"Karna gue pikir mereka lagi ngelakuin hal iseng, gue tegur tuh. Eh, mereka justru pergi gitu aja. Pas gue baca, gue jadi terharu deh." Sahut Yuna menambahi.

Malvin pun menarik salah satu kertas itu hingga terlepas. Disana tertulis:
'Halo kak, aku anak 10-C. Makasih ya kak karna udah bikin sistem pembagian kelas berdasarkan ranking ditiadakan. Makasih untuk perjuangannya. SEMANGAT!!'

Malvin tak bisa menahan senyumnya untuk merekah. Melihat ada orang yang mengapresiasi perjuangan mereka selama ini, ternyata terasa begitu mengharukan.

Ada banyak lagi kertas-kertas yang berisi ucapan terima kasih dan permintaan maaf. Mereka pun mulai membaca satu persatu kertas yang bisa mereka jangkau tanpa harus mengambil.

"Astaga, kaget gue!" Pekik Rendi saat ia membaca salah satu kertas post it di jendela dan muncul wajah konyol Roland disana. Roland pun tertawa terbahak-bahak melihat wajah terkejut Rendi.

"Ini ada apa?" Tanya Arin saat ia datang dan melihat gerombolan teman-temannya di depan pintu kelas.

"Liat deh Rin," Malvin menyerahkan kertas post it yang tadi ia baca pada Arin.

"Ini-"

"Iya, anak-anak kelas lain yang tulis." Ucap Malvin tanpa menunggu Arin menyelesaikan kalimatnya.

"Masuk woy, diluar mulu." Seru Nina dari balik pintu karena teman-temannya tak kunjung masuk ke dalam kelas.

"Lo udah tau ada kertas-kertas ini?" Tanya Eno karena merasa Nina bersikap biasa saja.

"Ini maksud lo?" Tanya Nina balik sembari menunjukkan setumpuk kertas-kertas post it yang tadi ia kumpulkan saat akan masuk ke dalam kelas.

"Lah masih ada lagi?" Nina sedikit terkejut saat membuka pintu dan melihat banyak kertas warna-warni disana.

"Ada banyak ini," ucap Haekal menunjuk jendela.

"Buset," mata Nina sontak membulat saat melihat begitu banyak kertas lagi disana. Padahal tadi saat ia datang, ia sudah mengumpulkan semua kertas yang tertempel disana.

"Ambilin aja deh, terus buruan masuk. Kayak apa aja pada gerombol di luar." Pinta Reina di dekat pintu kelas. Mereka pun menuruti permintaan Reina untuk mengumpulkan kertas-kertas itu.

"Kalian juga tau ada yang nempelin ini dari dalam kelas?" Tanya Tere sembari mengumpulkan kertas-kertas yang tertempel di pintu.

"Taulah, ada juga yang nempelin sambil ngobrol. Sengaja juga lampu kelas gak dinyalain, biar mereka taunya kita-kita belum dateng." Jawab Reina.

Ternyata memang sudah ada beberapa anak yang berada di dalam kelas dari tadi. Citra dan Yuna pikir, mereka orang pertama yang datang dan memergoki siswi yang menempelkan kertas disana.

Setelah tidak ada lagi kertas yang tertempel di pintu dan jendela, mereka pun masuk ke dalam kelas sembari membaca-baca kertas post it yang mereka kumpulkan.

Tak lama kemudian Raka, Qila, Derry, Saga, Juna, dan Yanuar datang bersamaan.

"Eciee couple kita akhirnya dateng juga!" Sorak Nina saat Raka dan Qila memasuki kelas.

"PJ PJ!" Sahut Citra ikut menyoraki. Beberapa anak pun juga ada yang bersiul-siul menambah ramainya kelas mereka.

"Asikk, aa Raka sama dedek Qila jadian." Haekal menyahuti.

Raka sudah tertawa sedari mereka memasuki kelas. "Iya rakyatku iya, nanti aa Raka traktir di kantin." Ucapnya agar teman-temannya berhenti menyorakinya dan Qila.

"ASIKK!" Seru mereka bersama.

"Itu apa?" Tanya Juna saat menyadari ada banyak kertas post it warna-warni di atas meja Yuna-kertas yang tadi mereka kumpulkan mereka jadikan satu di atas meja Yuna.

"Kertas yang ditulis sama anak-anak kelas lain terus ditempel di pintu sama jendela kelas." Jawab Yuna.

"Ngapain lagi mereka?" Tanya Yanuar yang terdengar kesal.

"Santai, mereka gak ngapa-ngapain kok. Justru kertas-kertas itu isinya ucapan makasih sama permintaan maaf." Jawab Eno agar Yanuar tidak lagi merasa kesal.

Tak berselang lama, bel masuk berbunyi bersamaan dengan Shella, Lia, Jay, dan Leo datang.

***

Seluruh siswa-siswi Starmus High School saat ini tengah berbaris rapi di halaman sekolah untuk melaksanakan upacara. Tapi ada yang aneh, banyak guru asing yang berdiri di depan sana dan hanya tersisa sedikit guru-guru yang mereka kenal.

Hingga akhirnya pak Suman sebagai kepala sekolah dan pembina upacara pun berbicara.

"Selamat pagi anak-anakku semuanya. Selamat memasuki semester baru di tahun baru ini. Ada beberapa hal yang perlu bapak sampaikan pada kalian semua. Yang pertama, seperti yang kalian lihat sendiri, ada wajah-wajah baru yang akan mengajar kalian di semester baru ini. Beliau-beliau ini adalah guru-guru magang yang sementara menggantikan guru-guru sebelumnya. Lalu kemana guru-guru yang lain? Saat ini mereka sedang discores karena melakukan tindak diskriminasi pada salah satu kelas di sekolah ini." Pak Suman mulai berbicara untuk memberitahukan pengumuman mengenai guru-guru magang pada anak-anak didiknya.

"Yang kedua, hari ini saya resmi mengumumkan bahwa pembagian kelas berdasarkan peringkat ditiadakan." Sambung pak Suman yang sontak mendapat sorakan heboh dari semua murid.

Pak Suman tersenyum melihat kehebohan murid-muridnya. "Berat sebenarnya bagi saya untuk menghapus sistem itu begitu saja. Tapi karna ada ketidakadilan yang terjadi pada beberapa kelas, jadi lebih baik sistem ini ditiadakan. Sebagai kepala sekolah, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya, terlebih kepada kelas-kelas yang merasa seperti dianak tirikan." Ujarnya membuat semua murid kembali tenang.

Tentu saja sistem ini menyebabkan adanya ketidakadilan. Lihat saja kelas XI IPA 4 dan XI IPS 5 yang seolah sangat dihindari oleh semua murid.

"Dan bapak juga ingin berterima kasih kepada seluruh siswa IPA 4, baik XI IPA 4 maupun XII IPA 4 yang sudah bersedia bapak tempatkan disana, meskipun terpaksa. Bapak juga ingin berterima kasih karena kalian sudah mau berjuang untuk bertahan dan membuktikan bahwa kalian itu hebat. Bapak minta maaf karena tidak bisa banyak membantu dan menutup-nutupi fakta yang seharusnya kalian tau." Sambung pak Suman sembari menatap barisan anak XI IPA 4.

"WOO EXSIFO!!"

"IPA 4 JAYA JAYA JAYA"

Sorak murid lain seolah memberi semangat pada 24 murid penghuni kelas XI IPA 4 itu.

"Meskipun sistem pembagian kelas berdasarkan ranking ditiadakan, tapi ranking angkatan setiap akhir semester masih berlaku. Jadi kalian harus rajin belajar dan buktikan kualitas diri kalian melalui ranking kalian setiap akhir semester. Sekian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila ada kekurangan. Terima kasih." Pak Suman pun mengakhiri pengumumannya.

Dengan ini resmi dinyatakan bahwa kelas IPA 4 telah terlepas dari julukan kelas keramatnya.

•••• ••• ••••



The End...

Our Class: ExSiFoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang