Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Dimana cuaca yang cerah ini tidak menjamin bagi Malvin untuk tidak merasa stres dengan kelakuan teman-temannya. Entahlah, Malvin pun heran. Bagaimana bisa setiap hari ada saja hal yang bisa mereka debatkan. Bila ditegur selalu saja mengatakan bahwa mereka tengah ngobrol. Mana ada ngobrol yang menggunakan urat seperti mereka.
Dan lagi, pagi yang cerah ini juga tidak menjamin bagi guru untuk mengisi jam pelajaran di kelas XI IPA 4. Hal yang sangat Malvin bingungkan dan herankan. Seakan-akan para guru itu sangat malas untuk mengajar di kelas XI IPA 4. Kebanyakan dari mereka hanya memberi tugas dan tidak masuk kelas sama sekali. Awalnya memang menyenangkan mendapat jam kosong, tapi bila itu terus terjadi kesal juga akhirnya.
Tidak seperti kelas XI IPA 4, kelas XI IPA 3 jarang mendapat jam kosong. Dan pernah beberapa kali guru yang mengajar di kelas XI IPA 3 menegur kelas XI IPA 4 yang berisik dan mengatakan bahwa mereka malas belajar. Padahal kan guru yang malas mengajar di kelas mereka. Mungkin memang seharusnya Malvin mengatakan ini pada pak Toriq segera.
Okey kembali lagi ke kelas XI IPA 4. Karena saat ini sedang jam kosong, jadi Malvin memanfaatkannya untuk suatu hal yang ia harapkan dapat membuat teman kelasnya dapat akrab satu sama lain.
Acak bangku. Ya, Malvin berharap cara itu dapat bekerja. Karena saat ini kebanyakan dari mereka duduk dengan teman yang sudah akrab dengan mereka. Jadi, Malvin harap mereka bisa akrab dengan semua orang di kelas itu, bukan hanya beberapa.
Saat ini Malvin sudah ada di depan meja Arin yang sedang menulis angka pada kertas yang akan diambil satu per satu oleh teman mereka.
"Udah semua Vin." Ujar Arin setelah menulis angka terakhir.
"Dah siap," Sahut Malvin menyelesaikan gulungan kertas terakhir. Ia pun meletakkan gulungan kertas-kertas itu pada wadah.
"Guys, kita acak bangku ya. Kalian gak bosen apa duduk sama temen sebelah kalian terus?" Tanya Malvin memancing agar mereka mau untuk diacak bangkunya.
"Jadi maksudnya lo bosen duduk sama gue Vin?" Balas Juna dengan ekspresi seakan sakit hati mendengar penuturan Malvin.
Malvin pun merasa seakan telah salah bicara. "Eh bukan gitu. Duh gimana ya? Bukannya gue bosen duduk sama lo. Tapi kan biar bisa rasain duduk sama yang lainnya juga gitu." Ujar Malvin memperjelas maksudnya.
"Serah lo deh," Balas Juna seakan tengah merajuk.
"Gue sebenernya pengen nolak sih. Tapi duduk sama Rima pun sebenernya gua juga ogah. Jadi, yaudahlah terserah lo." Celetuk Reina yang mendapat pelototan oleh Rima yang duduk disebelahnya. "Anjir ya lo."
"Oke-oke masing-masing ambil satu kertas ya, ntar biar Arin yang tulis dimana tempat kalian duduk." Jelas Malvin menyodorkan wadah itu dimulai dari Saga dan Derry dan seterusnya.
Setelah semua mendapat gulungan kertas masing-masing, Malvin pun mengabsen nomor mereka satu per satu.
"Yang dapet nomor satu siapa?" Tanya Malvin mengedarkan pandangannya.
Jia pun mengangkat tangannya karena ia mendapat nomor satu. "Jia,"
"Dua?"
"Reina," jawab Reina.
"Tiga?"
"Qila," Qila mengangkat tangannya.
"Dua puluh empat?"
"Lia," Jawab Lia.
"Anjir, abis sama Rima sama si Jia. Gak ada bedanya ini mah." Rutuk Reina kesal.
"Napa? Gak suka lo duduk sama gue?!" Tanya Jia ikut kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
FanfictionDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...