36. Usaha untuk Tetap Bersama 2

272 43 1
                                    

Hai hai👋
Sesuai janji, aku update lagi
Gimana part sebelumnya?
Mari persiapkan diri sebelum membaca part ini🤡

Happy Reading~~~

••• •••• •••

Malvin menarik dan mengembuskan napas panjang beberapa kali sebelum memasuki kelas. Ia tidak boleh menangis, tidak boleh. Tapi, bagaimana reaksi teman-temannya nanti? Mereka pasti akan kecewa berat padanya. Tidak tidak. Memikirkan itu hanya membuat kedua mata Malvin semakin memanas.

Sekali lagi ia meyakinkan dirinya sebelum akhirnya meraih gagang pintu dan mendorongnya untuk masuk ke dalam kelas.

Hening. Sepi.

Tak ada yang bersuara sama sekali. Suasana asing yang baru pertama kali Malvin rasakan di kelas ini. Aneh. Membuat perasaannya tak nyaman. Terasa terlalu sedih untuk kelasnya yang biasa heboh bertingkah.

Mereka yang tadinya berencana untuk bersikap seolah tak terjadi apa-apa, nyatanya tak bisa serta merta untuk bertingkah layaknya orang yang baik-baik saja.

Malvin pun lantas menuju kursinya untuk meletakkan tas. Rima yang duduk di sebelahnya tak membalas tatapan Malvin saat ia menatap ke arahnya. Aneh, atau ini hanya perasaan Malvin saja?

Malvin pun menghela napas pelan sebelum kembali bangkit dan berdiri di depan teman-temannya.

"Guys, em....gue mau bilang sesuatu." Ucap Malvin ragu.

Rima sudah tak bisa menahan air matanya bahkan saat Malvin baru mengucapkan kalimat tersebut. Ia pun menyembunyikan wajahnya dengan rambut yang ia biarkan tergerai.

Malvin berdeham pelan, "Gue minta maaf. Gue minta maaf yang sebesar-besarnya ke kalian. Gue bener-bener minta maaf. Gue–" Kalimat Malvin terpotong karena suaranya tercekat.

Malvin berdeham pelan lagi berusaha menahan air matanya. "Gue minta maaf belum bisa jadi ketua yang baik buat kalian. Belum bisa jadi ketua yang kalian inginkan. Dan maaf... gue gak bisa berjuang sampai akhir sama kalian." Sambung Malvin dengan suara bergetar di akhir kalimat.

Sontak air mata yang sedari tadi mereka tahan jatuh begitu saja tanpa dapat dicegah.

"Kok lo tega sih Vin," ucap Arin tanpa dapat ia cegah. Ia benar-benar tidak tau akan bagaimana kedepannya tanpa Malvin.

"Katanya janji bakal cari solusi bareng biar gak pindah, kok malah lo sendiri yang pindah?" Racau Yuna kesal.

Malvin sampai membalikkan badannya karena ia tidak ingin teman-temannya melihat ia menangis.

"Gue minta maaf," ucap Malvin menunduk dalam dengan suara paraunya.

"Terus kita gimana Vin kalo lo pindah?" Tanya Nina sesenggukan.

"Gue udah bujuk papi gue biar gue gak dipindahin, terus sekarang lo bilang mau pindah. Maksud lo apa sih?" Tanya Leo dengan raut kecewanya.

"Gue minta maaf, gue bener-bener minta maaf." Hanya itu yang dapat Malvin ucapkan sekarang.

Dengan mata memerah menahan tangis, Eno melangkah maju ke arah Malvin dan mendekapnya erat.

"Lo ketua kelas paling keren yang pernah gue kenal." Ucap Eno lirih yang semakin membuat tangis Malvin pecah di dalam dekapannya.

Satu persatu anak laki-laki pun ikut maju untuk mendekap Malvin juga. Tak ingin ketinggalan, anak-anak perempuan pun juga saling berpelukan.

"Hehe kita udah kayak Teletubbies, berpelukan." Celetuk Haekal di tengah tangisannya yang membuat mereka terkekeh.

Our Class: ExSiFoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang