Sore ini Haekal, Eno, dan Rendi sedang berada di rumah Naufal. Biasa, menemani si anak tunggal kaya raya karena ditinggal kedua orang tuanya kondangan.
Saat ini mereka tengah berada di kamar Naufal, dengan Eno, Rendi, dan Haekal bergelung di atas ranjang milik Naufal. Sedangkan Naufal? Dia duduk di atas karpet menyandar pada sisi ranjang.
Memang tamu tak ada akhlak bukan.
"Tugas kalian bahasa Indonesia udah pada selesai belom?" Tanya Rendi yang sedang menjadikan punggung Eno sebagai bantalnya.
"Kalo gue sih jelas belom. Novel yang mau diresensi aja gue kagak tau." Jawab Haekal sembari mengunyah camilan yang selalu tersedia di kamar Naufal.
"Dih bisa-bisanya kagak tau novel yang mau diresensi. Kayak gue dong udah kelar." Sahut Naufal membanggakan diri.
"Halah paling juga si Lia yang ngerjain semuanya." Cemooh Rendi.
"Enak aja, gue juga bantuin ya." Sahut Naufal tidak terima.
"Bantuin apa gue tanya?" Tanya Haekal berusaha ber-positive thinking.
"Ya gue membantu buat memenuhi kebutuhan perut Lia lah. Kan kalo kenyang jadi gampang buat berpikir. Baik banget kan gue." Jawab Naufal tersenyum senang.
"Gak guna emang positive thinking gue. Namanya juga Nopal." Ucap Haekal pada Rendi.
"Lah emang salah? Lo bayangin aja, semua makanan dan minuman yang Lia mau gue beliin. Kurang baik apalagi coba gue." Sahut Naufal sembari memainkan rambutnya.
"Kagak salah, tapi ya lo sadar diri lah Bambang. Itu tugas kelompok, ya berarti dikerjain berdua. Jangan cuma numpang nama aja." Balas Rendi dengan nada yang terdengar sadis.
"Lo juga sama." Sambungnya menatap Haekal.
"Gue?" Beo Haekal menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan, Sarimin." Sarkas Rendi yang membuat Haekal mengerucutkan bibirnya.
"Eh itu si Eno diem bae molor apa gimane?" Tanya Naufal yang membuat Rendi dan Haekal tersadar bahwa di kamar tersebut ada 4 orang bukan hanya 3 orang.
Rendi pun mengangkat kepalanya dan mengintip Eno. Ternyata memang benar, Eno saat ini sedang memejamkan matanya dengan wajah yang terlihat sangat damai.
"Hooh tidur bocahnya." Ujar Rendi setelah melihat Eno.
"Kerjain bareng-bareng ajalah yuk tugas resensi tuh. Males gue kalo harus ngerjain berdua doang sama si Nina. Bukannya kelar tugasnya malah idup gue ntar yang kelar." Pinta Haekal dengan wajah memohon.
"Boleh aja sih kalo gue mah. Daripada ntar kena amuk kucing garong kalo berduaan doang sama si Qila." Sahut Rendi.
"Mau ngerjain dimana?" Tanya Rendi.
"Di rumah Haekal ajalah, biar deketan dikit kalo mau ke mang Ujang." Ucap Naufal.
"Lah rumah gue?! Yaudah deh di rumah gue aja." Sahut Haekal.
"Katanya mang Ujang jual Thai tea. Namanya Khemlin Tea." Ujar Haekal yang sontak membuat tawa Rendi dan Naufal meledak.
"Apaan dah namanya Khemlin Tea banget gitu." Sahut Naufal disela tawanya.
"Jangan goyang-goyang anjir." Ucap Eno dengan suara serak khas orang tidur.
Rendi yang sedari tadi masih menjadikan punggung Eno sebagai bantal pun bangkit untuk duduk. Ia lupa bahwa bantal yang ia gunakan adalah punggung orang, jadi dia tertawa terbahak-bahak hingga punggung Eno berguncang.
Eno pun membalikkan badannya, yang semula tengkurap jadi telentang. "Bahas apaan?" Tanya Eno ingin tau.
"Lo tau kagak, di mang Ujang ada Thai tea. Namanya Khemlin Tea." Jawab Rendi disusul tawanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
FanfictionDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...