"Widihh gila! Pengikut Instagram si Johan sejak jadi ketos meningkat drastis." Seru Rima yang menarik perhatian yang lain.
Hari ini sudah seminggu sejak Johan dan Banu resmi dilantik menjadi Ketua dan Wakil Ketua OSIS Starmus High School.
"Emang sekarang berapa dah?" Tanya Qila penasaran karena jarang membuka sosmed.
"Udah hampir 4000 aja pengikutnya. Padahal terakhir gue liat baru 3100 an." Jawab Rima.
"Beli followers kali." Celetuk Reina asal yang malah membuat mereka tergelak.
"Si Reina mah sekali ngomong suka nyelekit, eh tapi bisa jadi sih." Ucap Jia menanggapi celetukan Reina.
"Jaman sekarang masih beli followers? Kalaupun beli followers, harusnya bisa tambah lebih banyak dong? Ngapain nanggung-nanggung kalo emang beli." Ujar Tere membantah celetukkan Reina.
"Biar gak ketauan kali kalo beli followers, makanya belinya cuma dikit. Terus besok beli lagi." Sahut Yuna.
"Dipikir beli followers itu beli permen, besok lagi." Ucap Nina terkekeh kecil.
"Kalian tuh gak ada bahasan yang lain apa? Segala followers si ketos pake dibahas." Ketus Leo yang mulai jengah dengan para gadis di kelasnya itu.
"Gak ada gosip yang seru gitu Rim? Perasaan beberapa hari ini Starmus sepi gosip." Tanya Nina yang juga merasa ucapan Leo ada benarnya. Buat apa bahas pengikut Instagram si ketos?
"Tau nih, yang dibahas di lambe turah Starmus juga lagi gak berbobot. Kadang malah cuma nge-share meme, kan gak jelas." Jawab Rima yang terdengar seperti mengomel.
"Coba kek sekali-kali bahas tentang politik atau tatanan negara gitu, jangan cuma bahas gosip mulu." Cerca Jay tanpa menatap para gadis itu.
"Aduh tiba-tiba jaringan di otak gue berdenyut mendengar kata politik." Celetuk Jia sembari memegang kepalanya.
"Makanya belajar, biar sekalian otak lo kejang-kejang terus-"
"Terus apa! Lo pengen gue metong?!" Sentak Jia memotong ucapan Reina yang terdengar seperti menginginkan otaknya untuk terus dipakai berpikir. Bukannya Jia tidak mau, hanya saja ia terlalu menyayangi otak kecil pemberian Tuhan itu. Tuhan hanya memberinya satu otak, bagaimana bisa Jia tega membebaninya dengan terus berpikir.
Para gadis itu pun tergelak mendengar protesan Jia. Entah mengapa, ia memang jadi sensitif setiap membahas otak.
"Ya.. kalo emang udah waktunya, ya.. gak papa." Sahut Reina seolah itu bukan suatu hal besar. Sontak Jia pun membulatkan mata sipitnya dan menatap Reina tajam.
"Mending lo diem aja deh Rein, lo ngeselin kalo ngomong." Ucap Jia dengan memasang seyum terpaksanya dan dibalas dengan senyuman mengejek oleh Reina.
"Bosen ah, ngapain kek." Celetuk Citra.
"Vin, si Citra bosen tuh." Ucap Juna pada Malvin yang kini tengah asik mengerjakan soal-soal dengan Eno di belakang kelas.
Malvin pun dengan tanggap langsung melepas pensil di tangannya yang ia gunakan untuk menghitung tadi. "Oke, karna kayaknya kalian udah pro di pelajaran Bahasa Inggris, jadi sekarang kita belajar yang lain aja. Kalian mau belajar apa?" Tanya Malvin menawari mereka.
Sontak para gadis tadi serentak memberikan tatapan membunuh pada Citra yang tengah menyesali ucapannya.
"Ngapain sih pake bosen-bosen segala?!" Cerca Rima pelan.
"Trigonometri aja Vin, gue masih bingung." Ucap Yanuar menjawab pertanyaan Malvin.
"Okey, yuk sekarang kita pinggirin dulu meja sama kursinya, terus kita belajar bareng di bawah." Ajak Malvin yang langsung dilaksanakan oleh mereka (meski ada beberapa yang malas).
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Class: ExSiFo
Fiksi PenggemarDitempatkan di kelas yang dijuluki kelas keramat dan tak memiliki masa depan, membuat 24 anak itu menolak dengan keras. Bahkan peringkat 5 besar dalam satu angkatan yang seharusnya berada di kelas XI IPA 1, kini juga terdapar di kelas yang dipandang...