BAB 29

138K 10.2K 429
                                    

Logan melirik ke arah jendela sekali lagi, memastikan Nathanael sudah pergi dari sana. Setelah ia yakin Nathanael sudah pergi, Logan segera menarik ke atas kemeja seragam yang Agatha kenakan.

Memang Logan menyukai Agatha mengenakan seragam dan ia enggan menelanjangi Agatha tapi itu bukan satu-satunya alasan, alasan terkuat Logan tak menelanjangi Agatha dan hanya menyingkap sedikit rok Agatha adalah karena Logan tahu sebelumnya bahwa Nathanael tengah mengintip.

Logan tidak ingin ada orang lain yang melihat tubuh telanjang Agatha, tidak ada yang boleh melihat betapa eloknya bentuk tubuh Agatha selain dirinya.

Berhubung Nathanael sudah tidak ada, Logan kini tidak segan menarik ke atas kemeja sekolah yang Agatha kenakan tak lupa dengan bra hitam Agatha ia tarik ke atas hingga dua bukit kembar itu terpampang jelas di hadapannya.

Logan tidak tinggal diam, ia memberi kecupan disana, mencubit, menggigit, menjilat dan menghisap. Membuat Agatha menggelinjang tak karuan.

"Kau benar-benar sensitif disini." Bisik Logan disela-sela kulumannya pada nipple Agatha. "Jangan berhenti goyangkan pinggul mu sayang.."

Agatha yang sempat terdistraksi kini kembali menggerakan pinggulnya. Sembari jemarinya meremas kuat rambut Logan, menikmati tiap gerakannya dibawah dan juga sentuhan lidah Logan di dadanya.

Tangan Logan turun ke pinggul Agatha, membantu Agatha bergerak lebih cepat. Agatha mulai merasa melayang, nafasnya semakin memburu.

Desahan Agatha terdengar bersamaan dengan rasa semburan hangat dibawah sana. Keduanya saling memandang satu sama lain dalam pelepasan mereka.

Lama keduanya saling memandang satu sama lain, sampai Logan mengusap peluh di pelipis Agatha.

"Untung saja kau sedang hamil. kalau tidak, mungkin kau sudah habis oleh ku hari ini." Logan tertawa, ia mengelus lembut bibir Agatha yang memerah dan bengkak karena ulahnya.

Logan mengecup lembut bibir Agatha sebelum menggendong Agatha ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Mau tidak mau Nathanael kembali ke apartemennya yang lama ia tinggalkan, maksud hati Nathanael ingin menenangkan diri disana setelah melihat kemesraan antara Agatha dan Logan.

Namun Nathanael justru mendapati Paula ada di dalam apartemennya, membuat perasaan Nathanael semakin buruk saja.

"Kenapa kau disini, cepat keluar sebelum aku memanggil security untuk menarik mu keluar dari sini." Nathanael malas melihat wajah Paula, melihat Paula hanya terus membuat Nathanael teringat akan semua perlakuan Paula dan kebodohan yang telah Nathanael lakukan selama ini.

"Nathanael, kau tidak boleh begitu padaku. Bukankah kau sangat mencintai ku? Kita juga sudah bertunangan, kau dan aku saling mencint-"

"Kau pikir aku masih bisa mencintai wanita yang tidur dengan banyak laki-laki seperti mu? Lupakan soal status kita, melihat wajah mu saja aku sudah merasa mual." hina Nathanael pada Paula, persetan soal perasaan Paula. Masih untung Nathanael tidak menyakiti Paula setelah penghianatan yang Paula lakukan kepadanya.

"Kau salah paham sayang, aku diperkosa. Aku ini korban. Kepada siapa lagi aku bersandar kalau bukan kepada mu, laki-laki yang aku cintai." Paula meneteskan air matanya, ia mencoba meraih Nathanael. Hendak memeluk Nathanael namun Nathanael dengan sigap menepis kasar tangan Paula.

"Diperkosa apanya? Kau melebarkan kaki mu tanpa paksaan, kau mendesah menjijikan menyebut nama laki-laki itu seolah kau menikmatinya. Apa itu yang dinamakan diperkosa?!"

Paula terdiam karena ia tidak tahu harus bagaimana lagi bersilat lidah.

"Tapi aku mencintai mu Nathanael, aku sungguh mencintai mu. Aku tahu kau juga masih mencintai ku. Tidak mungkin kau melupakan cinta kita semudah itu setelah apa yang kita lalui bersama." Paula kembali mendekati Nathanael, berusaha berkali-kali untuk menyentuh Nathanael meski berkali-kali tangannya ditepis dengan kasar.

Namun pada akhirnya Paula berhasil menyentuh dada Nathanael, mengusap lembut dada bidang Nathanael.

"Aku tahu di dalam sini masih ada cinta untuk ku, untuk kita berdua."

Gerakan tangan Paula yang semula lembut mengelus berubah bergerak nakal, bergerak membelai dada bidang Nathanael dengan maksud lain.

Jika dengan air mata Nathanael tidak bisa diluluhkan maka tidak ada jalan lain selain mencobanya dengan tubuhnya. Persetan jika citranya di depan Nathanael akan semakin buruk.

"Lebih baik sekarang kau pergi Paula, suasana hati ku sedang buruk sekarang. Aku tidak ingin berdebat lebih jauh dengan mu, cepat bawa semua barang-barang mu dari tempat ini dan pergi." Nathanael sekali lagi menepis tangan Paula yang berada di dadanya.

Nampaknya Paula tidak mau mengerti, alih-alih pergi dari apartemen Nathanael, Paula justru dengan tanpa tahu malunya menyentuh bagian bawah Nathanael. Sengaja ingin membangunkan sesuatu yang berada dibawah sana.

"Paula!!" teriak Nathanael geram.

"Maafkan aku oke? Kita bisa mulai semua dari awal kembali, jika kau kesal karena ada laki-laki lain yang menyentuh ku maka sekarang sentuh aku. Gantikan semua sentuhan itu dengan sentuhan mu, kali ini aku milik mu sepenuhnya. Aku tidak akan main gila dengan laki-laki lain lagi aku bersumpah."

Ini jalan terakhir yang bisa Paula lakukan.

Nathanael menghela nafas berat, suasana hatinya sudah buruk dan Paula justru memperburuk semuanya. Nathanael yang terbawa emosi menjambak rambut panjang Paula, mendorong Paula hingga membentur dinding apartemen.

Belum sempat Paula mengeluh karena dijambak dan didorong hingga membentur dinding, Nathanael sudah lebih dulu merobek pakaian yang Paula kenakan. Menelanjangi Paula dengan paksa.

Paula mulai ketakutan, ia gemetar melihat pandangan Nathanael yang gelap. Ia juga merasa kesakitan dengan perlakuan Nathanael yang kasar terhadapnya.

Tapi Paula tidak menyuruh Nathanael untuk berhenti, Paula justru berharap dengan ini Nathanael bisa memaafkannya dan mereka bisa memulai hubungan mereka kembali.

Awalnya Paula kira kekerasan yang Nathanael lakukan hanya sebatas itu saja, namun perkiraan Paula salah.

Nathanael tanpa aba-aba memaksa masuk pada Paula yang belum siap, membuat Paula menjerit kesakitan. Tidak sampai disitu saja, Nathanael menampari wajah Paula dengan kencang, membuat sudut bibir Paula robek.

Nathanael menjadikan Paula alat pelampiasan amarahnya. Nathanael mencekik leher Paula yang berada di bawahnya itu. Ia memacu dirinya sembari mencekik leher Paula sekuat mungkin, menikmati perubahan warna di wajah Paula yang semula kemerahan menjadi keunguan.

"Ini kan yang kau inginkan pelacur?! Karena kau, karena kau aku tidak bisa lagi bersama dengan Agatha. Kalau saja dulu kau tidak muncul dalam kehidupan ku dan Agatha, pasti semuanya tidak akan jadi begini. Rasakan ini wanita sialan."

"Nathh.. Lephshh.." Paula berusaha berontak namun ia tidak punya tenaga, air matanya mengalir deras. Kali ini bukan air mata palsu, ia benar-benar menangis karena kesakitan yang luar biasa.

Nathanael melepaskan cekikannya setelah ia mencapai kepuasannya sendiri.

Nathanael menarik lepas dirinya dari Paula, tidak memperdulikan Paula yang terbatuk-batuk berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Tanpa rasa bersalah, Nathanael membetulkan celananya dan pergi meninggalkan Paula begitu saja. Tidak memperdulikan Paula yang tergeletak di lantai dalam keadaan memprihatinkan.

-

Maaf updatenya sedikit dulu. Hehe. Besok update lagi.

Selamat lebaran, saatnya menumpuk dosa-dosa baru.

Devilish Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang