"Siapa yang bertamu?" tanya Agatha yang baru saja selesai membersihkan diri, saat ia sampai di ruang tamu. Tidak ada siapa-siapa selain Logan.
"Nathanael dan Paula, mereka sudah pergi." Logan meraih Agatha ke pelukannya, menghirup aroma segar dari sabun yang Agatha gunakan saat membersihkan diri tadi.
"Kenapa kau cepat sekali selesai mandinya, padahal aku ingin menyusul mu." Logan menenggelamkan wajahnya di leher Agatha. Lama ia menciumi leher Agatha hingga ia tiba-tiba teringat dengan sesuatu.
Logan sontak melepas pelukannya, ia menggandeng Agatha untuk ikut dengannya kembali ke kamar.
"Ada apa?" tanya Agatha kebingungan.
"Aku lupa menunjukan sesuatu kepada mu." Logan mendudukkan Agatha di pinggir ranjang, ia mengeluarkan beberapa brosur dari laci lemari nakas dan menyerahkannya kepada Agatha.
"Ini semua untuk apa?" tanya Agatha sekali lagi, ia memperhatikan brosur yang Logan berikan kepadanya. Brosur itu berisikan foto dan penjelasan tentang destinasi wisata.
"Tentu saja untuk honeymoon kita."
"Bukankah pekerjaan mu menumpuk? Demi mengurus pernikahan kita saja kau sudah menelantarkan banyak pekerjaan. Lebih baik kita tidak perlu berbulan madu." Agatha menolak, ia menaruh kembali brosur itu ke atas nakas.
"Kau tidak perlu khawatirkan pekerjaan ku, aku bisa bekerja di manapun. Biarkan itu jadi urusan ku saja." Logan kembali mengambil brosur-brosur tersebut, menunjukan tempat-tempat indah yang sekiranya akan Agatha sukai.
"Lihat tempat ini, tempat ini indah bukan?"
Agatha masih memperhatikan Logan yang dengan semangat menunjukan brosur-brosur tersebut.
"Logan.. jika kau melakukan ini semata-mata hanya agar aku senang, tidak perlu. Bulan madu kita bisa melakukannya lain waktu saat kau tidak sibuk. Toh percuma kita berbulan madu kalau kau saja tidak bisa lepas sejenak dari pekerjaan mu. Dari pada berbulan madu."
Logan tidak bisa memaksa, ia memberikan brosur itu karena Logan pikir Agatha pasti ingin sekali berbulan madu. Tapi sepertinya Agatha tidak ingin membuat Logan repot. Meski Logan sangat bersedia dibuat repot.
Asalkan Agatha senang, apapun pasti Logan lakukan.
"Baiklah kalau kau tidak mau, kita bisa melakukannya lain waktu." Logan membuang brosur tersebut, ia meraih tengkuk Agatha dan mengecup kening Agatha lembut. "Terima kasih karena sudah pengertian, aku beruntung bisa menjadi suami mu."
***
Edgar menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Logan sudah masuk kerja, padahal baru kemarin pernikahannya diselenggarakan.
"Kau ini benar-benar gila kerja ya, seharusnya kau bersenang-senang dengan istri baru mu sekarang. Bukannya sibuk mengurus dokumen menyebalkan itu." Ujar Edgar sembari duduk di sofa ruang kerja Logan, ia kebetulan lewat kantor Logan dan memutuskan untuk mampir.
"Aku sudah menawarkan Agatha untuk berbulan madu tapi Agatha menolak, Agatha mengatakan kalau dia tidak ingin pekerjaan ku semakin menumpuk. Dia sangat pengertian, dia bisa saja memaksa pergi ke negara manapun yang ia inginkan tapi ia menolak dan justru menyuruh ku bekerja." jawab Logan tanpa melihat ke arah Edgar, pandangannya tetap terfokus pada layar komputer di hadapannya.
Edgar mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, "Agatha punya kakak laki-laki. Jadi dia pasti paham soal pekerjaan mu. Kau beruntung punya istri yang muda dan pengertian."
Logan melirik Edgar melalui sudut matanya, "Bukankah kau juga sama, kau punya istri muda yang pengertian."
"Sayangnya istri pengertian ku itu sudah mulai membangkang sekarang, seharusnya aku tidak membiarkan ia pergi sekolah. Seharusnya ku buat dia homeschooling saja kalau aku tahu dia akan disukai banyak bocah ingusan disana." Edgar berdecih ketika ia ingat pertengkarannya dengan sang istri semalam. Sungguh menjengkelkan.
"Kau harus bisa mengalah, istri mu sudah kesulitan karna kembali bersekolah diusia dua puluh tahun. Pasti tidak sedikit orang yang membullynya karena terlalu tua untuk bersekolah. Kau tidak perlu menambah beban pikirannya, terlebih lagi dia pasti sudah terbebani dengan masalah istri pertama mu." Logan memberi Edgar nasihat, tapi nampaknya nasihatnya tak terlalu digubris oleh Edgar.
"Kau jadi cerewet sekarang, dulu kau tidak perduli pada apapun selain pekerjaan." Sindir Edgar pada Logan, ia ingat sekali bahwa Logan dulu lebih perduli kepada pekerjaannya dibanding apapun.
"Bahkan dulu saat istri pertama mu masuk rumah sakit karena kecelakaan saja kau tidak datang. Kau hanya datang saat pemakamannya itu pun hanya sebentar. Kau pasti sangat membencinya ya, berbanding terbalik dengan Agatha. Kau melakukan banyak cara untuk mendapatkannya, bahkan kau sampai meminta Livianna si anak mafia untuk menghasut Paula agar menggoda Nathana-"
Belum sempat Edgar melanjutkan perkataannya, suara benda jatuh dari arah pintu membuat fokus Edgar dan Ligan teralih. Disana ada Nathanael yang berdiri mematung sementara di lantai berceceran dokumen yang sebelumnya ia bawa untuk diberikan kepada Logan.
"Ups.." desis Edgar pelan, ia tidak menyangka kalau perkataannya akan didengar oleh Nathanael.
"A-apa aku salah dengar? Papa menyuruh seseorang untuk menghasut Paula agar menggoda ku?" Nathanael masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, jadi selama ini dalang dari hancurnya hubungannya dengan Agatha adalah Ayahnya sendiri?!
"Jadi semua ini rencana Papa, mulai dari kepergian Agatha ke Jepang, bahkan perselingkuhan ku dengan Paula semuanya sudah diatur oleh Papa?!" Teriak Nathanael sekali lagi, ia merasa sangat terkhianati. Jelas-jelas Logan tahu betapa Nathanael mencintai Agatha, kenapa Logan justru menjebaknya seperti ini.
Bukankah peran orang tua seharusnya mendukung anaknya bukannya menjatuhkan anaknya sendiri.
Logan berdecak, ia melirik kesal kepada Edgar. Seharusnya Edgar tidak membahas hal itu. Kalau saja Edgar tidak bicara sembarangan mungkin Nathanael tidak akan pernah tahu masalah ini.
"Kau salah dengar." Logan mengelak, "Ini masih jam kerja, pungut dokumen yang kau jatuhkan itu dan kembali bekerja."
"Iya Nathanael, kau salah dengar. Yang ku katakan sebelumnya itu soal Logan yang rela melakukan apa saja demi membahagiakan Agatha. Kau tahu bukan Logan sangat mencintai Agatha meskipun Agatha itu dulu mantan kekasih mu, itu yang ku katakan sebelumnya. Kau salah mendengar." Edgar membantu Logan untuk mengelak.
"Tapi aku yakin kalau aku mendengar Om Edgar mengatakan-"
"Kau bisa memastikan yang kau dengar itu sungguhan bukan halusinasi mu? Mungkin itu halusinasi mu karena kau tertekan. Ku dengar kau baru saja terpaksa menikah dengan Paula demi bisa keluar dari penjara." Ujar Edgar sekali lagi untuk meyakinkan Nathanael.
Nathanael terdiam sejenak, ia sedikit percaya dengan perkataan Edgar meski masih ada rasa curiga. Nathanael percaya karena memang ia merasa tertekan karena telah menikah dengan Paula sementara ia masih mencintai Agatha.
Nathanael memunguti dokumen yang sebelumnya ia jatuhkan, ia menaruh dokumen itu ke atas meja Logan sebelum ia pamit pergi.
Edgar menghela nafas lega setelah melihat Nathanael pergi, untungnya Nathanael percaya dengan perkataannya.
Edgar melirik Logan yang masih menatapnya dengan tatapan tajam. "Kenapa kau takut sekali dia tahu semuanya, kau takut perasaan Nathanael terluka? Toh dia itu kan bukan anak kandung mu. Kau sudah tidak butuh Nathanael lagi, dulu kau membutuhkannya karena kau tidak punya keturunan tapi sekarang Agatha sudah hamil. Jadi kau tidak membutuhkan dia lagi."
Logan berdecak sebal, bukan itu masalahnya. "Yang ku khawatirkan bukan itu, pernikahan ku baru sehari dengan Agatha. Aku tidak ingin Nathanael tahu semuanya dan membeberkannya pada Agatha. Aku tidak ingin kehidupan rumah tangga yang sudah lama ku impikan ini hancur hanya karena kau tidak bisa menjaga bicara mu."
Edgar diam tak berkutik, yang Logan katakan ada benarnya. Edgar jadi merasa bersalah. "Oke maafkan aku, aku tidak akan mengulanginya lagi."
-
Baca juga cerita baru ku yang berjudul Perfect Sin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish Choice [END]
RandomDiselingkuhi oleh calon tunangannya, Agatha Mackenzie bukannya membalas selingkuh dengan orang lain juga. Agatha justru melakukan one night stand dengan Ayah dari calon tunangannya sendiri. Sialnya lagi Agatha justru hamil, hamil anak dari orang yan...