Paula masih tidak mau menyerah, meski Nathanael sudah melarangnya. Paula tetap saja datang ke rumah Logan. Kali ini dia datang siang hari, saat Logan tak ada di rumah.
Tujuan Paula pergi kesana tak lain dan tak bukan untuk melampiaskan rasa kesalnya, ia kesal karena Agatha selalu mendahuluinya. Paula masih tidak bisa terima bahwa Agatha tinggal di rumah yang selama ini Paula incar.
"Berhenti di depan rumah itu Pak." Paula memberikan arahan kepada supir taxi yang ia tumpangi, taxi tersebut memelankan lajunya hingga kemudian berhenti di depan sebuah rumah besar. Rumah milik Logan Blake.
Paula turun dari taxi tersebut setelah membayar sesuai argo, Paula memicing sinis melihat adanya satpam di depan gerbang rumah.
Kemarin saat ia berkunjung tak ada satpam, tapi sekarang terdapat satpam. Sepertinya Logan sudah antisipasi dalam meninggalkan Agatha di rumah besarnya sendirian.
"Bukakan pagarnya saya mau masuk!" perintah Paula tidak tahu malunya kepada satpam tersebut.
Satpam itu mengerutkan keningnya bingung, lantaran ia tidak mengerti mengapa Paula datang tiba-tiba dan memerintahnya untuk membuka pagar padahal Paula bukanlah salah satu penghuni rumah ini.
"Maaf ada keperluan apa sebelumnya, Nyonya Agatha tidak berpesan kepada saya kalau beliau ada tamu berkunjung hari ini." Satpam tersebut masih berusaha bersikap ramah meski ia melihat Paula memandangnya dengan pandangan meremehkan.
"Tamu kau bilang?! Kau tidak kenal siapa aku?!" teriak Paula tidak terima, "Aku ini Paula, istri dari anak pemilik rumah ini. Kau tahu Nathanael? Aku istrinya!"
Satpam tersebut mengangguk mengerti, akhirnya ia tahu siapa tamu tidak sopan yang berteriak-teriak padanya.
"Kalau Nyonya mau masuk saya akan tanyakan kepada Nyonya Agatha, Tuan Logan sudah berpesan kepada saya untuk tidak membiarkan siapapun masuk tanpa persetujuan dari Nyonya Agatha langsung."
Paula menatap satpam itu dengan tatapan tidak percaya, ia juga bagian dari keluarga ini. Ia seorang menantu. Tapi diperlakukan seperti orang asing begini?!
"Cepat sana!" teriak Paula jengkel, ia tidak tahan harus menunggu diluar lama-lama.
Satpam itu pergi ke dalam rumah sementara Paula menunggu di luar, ia berusaha menutupi wajahnya dari teriknya matahari. Lama Paula menunggu hingga akhirnya satpam itu kembali muncul dan membukakan gerbang. Paula berdecak sebal, kenapa tidak sejak awal gerbangnya dibukakan dan ia dibiarkan masuk. Satpam bodoh itu justru membuatnya menunggu.
"Sudah ku bilang bukan kalau aku ini bagian dari keluarga ini, sebaiknya kau hati-hati dalam bersikap dengan ku jika kau tidak ingin dipecat nantinya. Aku bisa saja mengadukan mu kepada Papa dan meminta Papa untuk memecat mu." Paula dengan angkuhnya mengibaskan rambutnya sebelum ia pergi meninggalkan satpam itu dan masuk ke dalam rumah Logan.
Di dalam rumah tepatnya di ruang tamu Agatha sudah menunggu Paula, Agatha duduk santai di salah satu sofa. Melihat hal itu Paula merasa semakin kesal lantaran Agatha benar-benar bersikap layaknya tuan rumah.
Paula segera duduk disalah satu sofa sebelum Agatha persilahkan, tak lupa menatap Agatha dengan tatapan congkaknya. "Kau sudah berani bersikap seolah rumah ini milik mu ya.." Hina Paula kepada Agatha.
Agatha berdecih, ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau aneh Paula, rumah ini memang rumah ku. Rumah suami ku berarti rumah ku juga. Sekarang katakan padaku apa alasan mu datang kemari?"
"Apa aku tidak boleh datang ke rumah mertua ku sendiri? Aku ini istri Nathanael, aku jua punya hak di rumah ini karena Nathanael adalah putra Logan. Calon penerus dan ahli waris Logan nanti." Ujar Paula dengan pedenya, ia tersenyum miring.
"Logan masih sehat tapi kau sudah membahas soal warisan, apa kau ingin dia cepat mati? Apa yang akan Logan rasakan jika dia tahu bahwa menantu satu-satunya ingin ia cepat mati karena warisan?"
Paula terbelalak dengan perkataan Agatha, bukan itu yang ia maksudkan tapi Agatha justru memutar perkataannya. Membuat seolah-olah Paula ingin Logan cepat meninggal.
"Kau tahu bukan itu yang ku maksudkan Agatha, kenapa kau suka sekali membuat aku terlihat buruk dimata Logan? Apa tidak cukup bagimu mengambil posisi mendiang Ibu Nathanael, kau jelas tahu betapa Nathanael benci memiliki Ibu tiri. Tapi karna dendam mu kepada ku dan juga Nathanael kau menggoda Logan dan mengambil posisi mendiang Ibu Nathanael. Kau benar-benar tidak tahu malu Agatha."
Agatha tersenyum miring mendengarkan ocehan Paula, ya yang bisa Paula lakukan selalu menyalahkannya. Paula tidak pernah berkaca.
"Aku tidak seperti dirimu yang butuh orang lain untuk bisa berdiri Paula, tanpa menikah dengan Logan aku juga sudah punya tempat ku sendiri. Rumah besar? Aku sudah memilikinya, hasil jerih payah orang tua dan kakak ku. Aku tidak menggoda Logan demi status seperti kau menggoda Nathanael. Ku akui aku memang sempat ada niat menjadikan Logan sebagai alat balas dendam kepada kalian berdua, tapi setelah dipikir-pikir untuk apa aku buang-buang waktu untuk pecundang seperti kalian kalau aku bisa menata hubungan yang serius dengan laki-laki yang lebih baik dari pada Nathanael. Hanya kebetulan saja laki-laki yang lebih baik itu ternyata Ayah Nathanael."
Paula mengepalkan kedua tangannya, bisa-bisanya Agatha dengan bangga berkata begitu. Seharusnya Agatha merasa malu karena telah menikahi laki-laki tua. Bukannya sombong seperti ini.
"Kau egois Agatha, kau selalu merasa tidak puas. Kau selalu saja mengambil semua hal yang aku inginkan. Dulu saat kita masih SMA, kau menarik semua perhatian laki-laki, kau jadi kesayangan guru sementara aku mati-matian untuk bisa terlihat oleh mereka. Seperti yang kau katakan sebelumya kau memang sudah memiliki semuanya, lalu kenapa kau harus menghalangi ku? Aku sudah berjuang mati-matian sampai bisa berada diposisi ini. Kau bisa dengan laki-laki manapun, kenapa harus Logan? kenapa harus Ayah dari suami ku?"
Agatha tersenyum miring melihat Paula yang awalnya nampak sombong sekarang justru seolah meminta belas kasihan. "Kenapa harus Logan? dia tampan, tubuhnya bagus dan yang pasti dia itu ahli soal ranjang. Dia juga memperlakukan ku dengan baik, tidak seperti Nathanael yang memperlakukan ku seperti sampah. Logan memperlakukan ku seperti seorang ratu."
Wajah Paula mengeras, selalu saja seperti inni. Tidak dahulu maupun sekarang selalu saja Agatha yang bahagia.
"Oh ya. Selamat atas pernikahan mu dengan Nathanael. Semoga kau bahagia dengannya." Agatha bangkit berdiri melangkah menuju pintu rumah dan membukanya lebar-lebar.
“Jika kau sudah tidak ada urusan lagi disini, silahkan pergi. Aku ada kelas yoga sebentar lagi. Aku tidak punya waktu luang untuk meladeni omong kosong mu.”
—
Next chapter preview
“Kenapa Papa bersikap beda kepada ku, aku tidak pernah melihat Papa tersenyum selebar itu kepada ku. Tapi Papa tersenyum lebar seperti orang bodoh saat melihat foto USG anak yang belum lahir itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish Choice [END]
RandomDiselingkuhi oleh calon tunangannya, Agatha Mackenzie bukannya membalas selingkuh dengan orang lain juga. Agatha justru melakukan one night stand dengan Ayah dari calon tunangannya sendiri. Sialnya lagi Agatha justru hamil, hamil anak dari orang yan...