6.2

240 42 21
                                    

Kediaman keluarga Suh jelas berbeda dengan kediaman keluargaku di Paris. Ukuran rumahnya memang sama, tapi alih-alih kesan kemegahan angkuh seperti rumahku, rumah sepupu Johnny lebih terasa hangat. Aku mendapat kamar sendiri. Sepupu Johnny adalah anak tunggal, jadi ada banyak kamar kosong yang bisa kutempati. Namun, ternyata berlibur di Fairbourne tidak seperti yang dikatakan Maman. 


"Masa aku ditinggal sendiri?"


Sepupu Johnny tampak sangat menyesal. "Sori, kiddo. Tapi, ada kasus yang harus kutangani. Jadi, aku tidak bisa menemanimu berlibur."


Aku cemberut dan melipat tangan di dada. Biar saja tampak kekanak-kanakan, aku tidak peduli. 


"Sebagai gantinya, aku akan kenalkan pada anak-anak lain di Fairbourne, bagaimana?" tawar sepupu Johnny dengan membujuk begitu melihat wajah cemberutku. "Mereka masih bersekolah di Hogwarts dan ada yang seumuran denganmu. Mungkin kalian bisa berteman?"


Tidak ada yang bisa kulakukan selain membiarkan sepupu Johnny memperkenalkanku pada anak-anak lain yang disebutnya sebagai Dreamies. 


Johnny membawaku ke mansion megah di ujung jalan setapak. Pagar besi yang membatasi pekarangan kontras sekali dengan taman di dalamnya yang mengingatku pada taman di rumah tradisional Jepang. Yang menyambut kami di foyer mansion besar itu adalah seorang anak perempuan. Usianya mungkin hanya satu atau dua tahun lebih tua dariku. Bila aku tampak sangat Kaukasian, anak perempuan ini tampak sangat Asia dengan rambut hitam sepinggang dan bibir kecil merah. Aku yakin bahwa aku jelas-jelas lebih cantik daripada dia, tapi pembawaannya membuat anak perempuan di hadapanku terkesan jauh lebih cantik. Dia memberi kesan elegan dan anggun seperti gadis bangsawan.


"Johnny-oppa!" sapanya ketika melihat kami. 


"Halo, Naomi."


Gadis yang dipanggil sebagai Naomi itu mendekat dan membiarkan tubuh mungilnya tenggelam dalam pelukan Johnny. Saat mereka melepaskan diri, dia menoleh padaku dan tersenyum.


"Ah iya, ini sepupuku, Isabelle," kata Johnny memperkenalkan kami. "Dia datang dari Paris. Murid Beaubatonx."


Naomi mengangguk padaku, lalu mengulurkan tangan padaku dengan senyum ramah. "Hai, Isabelle. Aku Naomi Cho. Senang berkenalan denganmu."


"Hai, Naomi." Aku balas menjabat tangannya. "Belle saja."


"Aku titip Belle, ya? Aku sudah sangat terlambat," kata Johnny yang sekarang tampak terburu-buru setelah melihat arlojinya. Dia menoleh padaku. "Tenang saja, Naomi akan mengenalkanmu pada yang lain. You'll be best friends in no time."


Aku tidak yakin soal menjadi teman baik, tapi aku yakin aku akan baik-baik saja. Tidak ada orang di dunia ini yang menolak berteman denganku. Kalau pun ada, sedikit cipratan aura Veela bisa membuat mereka bertekuk lutut.


Setelah Johnny pergi, Naomi mengajakku ke ruang duduk yang melewati salah satu lorong yang dihiasi berbagai lukisan yang bergerak. Beberapa penyihir dalam lukisan berbisik-bisik melihatku. Ruang duduk keluarga Cho besar sekali dengan dinding yang dicat putih gading. Jendela-jendela besar hampir mencapai langit-langit dengan gorden beludru biru keabu-abuan yang disibak sehingga membuatmu bisa melihat taman di luar. 

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang