4.5

352 80 14
                                    

Terlalu banyak yang terjadi selama dan sesudah liburan Natal sampai-sampai aku merasa sedang berada di alternate universe. Yeah, kalau AU benar-benar ada. Kurekap sesingkat mungkin ya. Intinya Dreamies mendadak menghabiskan liburan Natal di Hogwarts, mengajakku dan Jane bergabung dalam acara kumpul mereka, lalu entah bagaimana gosip mengenai Jane dan Jeno beredar seusai liburan, sampai yang paling mencengangkan Jane mematahkan hidung Jackson.


Itu baru gadisku, Jane!


Haha, rasakan! Kurasa hidung Jackson tidak akan sama lagi meskipun Madam Pomfrey sudah membetulkannya.


"Jadi, sekarang Renjun dan Naomi pacaran?" tanyaku pada suatu sore saat aku dan Haechan duduk di pojok ruang rekreasi Gryffindor, mengerjakan PR Ramalan. Setelah minggu-minggu awal usai liburan yang menyedihkan, anak-anak Gryffindor sudah mulai bersikap ramah lagi padaku dan Jane. Alih-alih mendelik curiga karena gosip bodoh itu.


Haechan mengangkat bahu. "Sudah waktunya sih. Mereka selalu bersikap seperti pengantin baru dari dulu. Aku heran saja mereka baru pacaran sekarang. Sudah kubilang kan kadang-kadang anak Ravenclaw juga bisa jadi idiot."


Aku turut senang mendengar kabar itu. Meskipun tidak terlalu mengenal Naomi, aku bisa menilai kalau dia baik dan ramah dari caranya menyambutku dan Jane saat kami tiba-tiba diajak ikut acara kumpul Dreamies pada malam Natal. Kisah mereka memang agak dramatis, tapi anehnya cocok juga sebab Renjun dan Naomi sama-sama punya semacam aura tokoh utama cerita era regency.


"Kalau kalian duduk berduaan terus di pojokan, bersiaplah kali berikutnya akan ada gosip soal kalian pacaran."


Aku dan Haechan sama-sama menoleh dan menemukan Jane yang baru turun dari kamar anak-anak perempuan berdiri di belakang kami.


"Bilang saja kalau iri, Jane," sahut Haechan jahil. "Aku tahu sebenarnya kau juga berharap digosipkan pacaran dengan Jeno."


"YIKES!" seru Jane sok jijik. "Jangan sebut-sebut namanya! Aku tidak kenal si Kapten Tukang Serobot Lapangan!"


Sesuai dugaan Haechan, Jane langsung marah padahal kan dia tidak perlu semarah itu hanya karena nama Jeno disebut.


Meskipun saling ledek begitu, mereka berdua sudah punya sedikit kemajuan. Setidaknya Jane tidak terus-menerus menatap Haechan seolah dia adalah penjerumus sekte sesat. Mereka berdua sudah mulai mau saling panggil nama depan.


"Kau mau pergi?" tanyaku pada Jane yang masih berdiri dan tidak ada tanda-tanda ikut duduk.


"Yeah, detensi, ingat?" kata Jane muram. "Ugh, untung aku tidak detensi bersama Jackson. Kalau tidak ..." lalu dia mengangkat tinju ke udara.


Haechan ikut bergidik, lalu menaruh telapak tangan di dada dengan lagak khidmat. "Aku setuju dan senang sekali dengan fakta bahwa kita sudah berteman sekarang, Jane. Soalnya aku sayang hidupku dan ..." dia menambahkan dengan dramatis, "... hidungku."


Aku dan Jane sama-sama tertawa mendengar kalimat Haechan barusan. Jane mengucapkan "sampai bertemu di Aula Besar saat makan malam," lalu menghilang di balik lubang lukisan.


"Tahu tidak," kata Haechan memulai, "sepertinya sudah saatnya 00-line merencanakan pembalasan."


Aku mengernyit. "Pembalasan? Jackson?"


Omong-omong soal Jackson, dia dan kroni-kroninya tidak terlalu sering berada di ruang rekreasi Gryffindor sejak Jane mematahkan hidungnya. Meskipun dia masih tetap mendelik dan sinis setiap kali aku lewat di koridor.


Haechan mengangguk. "Aku sih tidak sebaik itu membiarkan Jackson bebas begitu saja setelah menyebarkan gosip bodoh soal Jeno dan menuduh Naomi yang baik dengan tuduhan menjijikan. Kurasa sudah saatnya semua orang tahu sikap Jackson yang sebenarnya."


Aku tidak pernah memikirkan soal ingin membalas Jackson, meskipun yeah, dia memang pantas mendapatkannya.


"Tidak seru kalau pembalasannya terang-terangan. Harus sesuatu yang terlihat seperti karma." Mata Haechan berkilat-kilat dengan iseng saat bicara dan aku seperti bisa melihat otaknya berputar memikirkan rencana. "Lelucon maha karya 00-line!"


"Tapi kita kan mau ujian NEWT," kataku mengingatkan Haechan bahwa kami sudah kelas tujuh.


"Masih beberapa bulan lagi, Lauren," sahut Haechan santai sambil mengibaskan tangan. "Kamu ini lama-lama terpengaruh obsesi belajar Thalia dan Naomi. Lagipula justru itu serunya! Tahun terakhir Jackson pasti terasa seperti neraka."


Aku mengangkat bahu meski Haechan ada benarnya. Well, aku kan tidak sepintar dua gadis itu. Jadi, aku belajar keras supaya bisa dapat nilai NEWT yang cukup. Namun, rencana pembalasan Haechan memang terdengar menggiurkan.


"Bagaimana?" Haechan mengangkat alis. "Masih mau jadi partner-in-crime-ku lagi?"


"Please, jangan sampai kita kena detensi," kataku pelan, "aku sih tidak masalah, tapi kalau Jane sampai tahu aku ikut-ikutan kamu lagi, aku tidak bisa menjamin hidungmu akan selamat, Chan."


Haechan langsung memegang hidungnya dengan sebelah tangan, menelan ludah gugup dan rambutnya mendadak berubah menjadi pirang pucat. "Err, akan kuingat itu," ujarnya, tapi tangannya yang satu lagi tetap terulur penuh tekad. "Jadi?"


Kali ini aku menjabat tangan Haechan lebih mantap dan yakin daripada sebelumnya.

"Partner-in-crime.





---




Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang