4.6

304 74 4
                                    

Keonaran disusun dengan detail dan rapi. Alasan pertama, supaya Maggie Jackson tidak sadar bahwa dia sedang jadi target. Alasan kedua, supaya para guru juga tidak sadar dan kemungkinan mendapat pengurangan angka dan detensi menjadi lebih kecil. Biar bagaimana pun, kami tetap mau memenangkan Piala Asrama kan?


Mula-mula lelucon hanya berupa gangguan-gangguan yang kelihatannya bisa dilakukan siapa saja. Seperti kerumunan kecoak yang tiba-tiba muncul di dalam tas Jackson membuatnya berteriak-teriak jijik di tengah-tengah kelas Mantera. Para kecoak muncul terus-menerus seperti keran air bocor dari dalam tas Jackson, tak peduli seberapa kuat tas itu dikibaskan agar isinya keluar.


"Lihat semuanya! Jackson punya peternakan kecoak!" ledek salah satu anak Gryffindor.


"Sangat potensial, Jackson," timpal Haechan menahan geli, melirik ke arahku dengan penuh arti. "Ini bisa jadi bisnis lho!"


Jackson merengut murka, tapi Professor Flitwick segera menyihir lenyap para kecoak.


Disusul gangguan dalam skala agak besar seperti Bom Buang Angin yang dimasukkan Haechan dalam jus labu Jackson beberapa hari setelahnya. Akibatnya dia kentut terus sepanjang hari selama kelas sebab Madam Pomprey tidak punya penangkalnya. Professor Patil di kelas Ramalan terlonjak kaget setiap kali terdengar bunyi kentut Jackson yang menggelegar seperti bom. Sampai tersebar julukan baru untuk Jackson: Fart Lady—Si Nona Kentut. Si Nyonya Gemuk bahkan memakainya untuk kata kunci masuk asrama selama seminggu karena menurutnya lucu sekali.


Fart Lady-Fat Lady.

Kau tahu maksudnya kan?


Tentu saja, julukan fart-lady itu asalnya dari Haechan. Tapi, tidak ada yang tahu kecuali aku dan Haechan sendiri.


Si biang onar, 00-line dan para pendukungnya, termasuk Dreamies, Jane, Thalia, Sophia, Naomi dan aku cuma diam-diam saja. Haechan tentu tertawa di balik telapak tangan dan harus kuaikui eksekusi keonaran ini memang cemerlang. Jadi, begitulah. rencana keonaran kini hampir mendekati puncak.


Rencana paling penting untuk memperlihatkan pada semua orang seperti apa perilaku Maggie Jackson sebenarnya.


"Bagaimana?" Haechan bertanya dengan penuh semangat suatu hari di awal bulan Februari. Atau hari H rencana kami. Dia duduk persis di sebelahku untuk sarapan di Aula Besar.


Aula Besar kini didekorasi dengan warna merah muda. Ada hati yang berjatuhan dari langit-langit secara sihir seperti salju dan menghilang sebelum menyentuh kepala. Membuat kebanyakan cewek bersuka cita dalam nuansa Valentine, tapi juga bikin beberapa guru dan murid berjengit terus-menerus, contohnya Jisung. Itu sebabnya tidak ada guru yang ikut sarapan di Aula Besar hari ini. Secara tidak langsung, ini menguntungkan kami.


"Beres," jawabku santai sambil mengambil beberapa lembar roti panggang dan meletakkannya ke atas piring emas di hadapanku. "Seperti yang kita duga, Jackson memakan umpannya."


Jane yang duduk di hadapanku dan Haechan menatap kami curiga dari balik piala jus labu. Tampaknya dia tahu ada sesuatu yang sedang atau akan terjadi, tapi memutuskan bahwa tidak bertanya adalah tindakan yang bijaksana.


Haechan tersenyum lebar sekali. Senyum yang mengingatkanku pada mentari. "Yes," katanya dengan nada dipanjang-panjangkan. Matanya menatap pintu Aula Besar dengan bergairah. Kebetulan sekali Aula Besar sudah cukup ramai. "Berarti tinggal menunggu dalam lima ... empat ... tiga ..."


Ternyata Haechan tidak perlu menyelesaikan hitungannya sebab Maggie Jackson muncul di Aula Besar sambil berteriak-teriak heboh. Para murid yang sedang sarapan di Aula Besar langsung menoleh. Beberapa terpekik kaget sebab kulit di sekujur tubuh Maggie Jackson kini berwarna hijau pucat membuatnya terlihat seperti Grindylow jelek.


Haechan menatapku, lalu nyengir puas.


We solemnly swear that we are up to no good.





---

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang