3.11

490 120 36
                                    

Kupikir semua hal kembali menjadi normal setelah liburan Natal. Tahun baru sudah tiba, meski tidak ada awal yang baru. Aku dan Renjun mulai kembali seperti biasa; bicara dan minum teh bersama. Tidak ada perubahan pada ritualku membantu Renjun memakai dasi setiap pagi.


Semua tampak seperti seharusnya. Begitu lebih baik, aku lelah harus mengalami perubahan emosi seperti roller-coaster beberapa minggu belakangan.


"Tadinya aku pikir kau bakal menghindariku terus," kata Hwang Hyunjin di suatu sore awal Januari yang dingin. Dia melempar sisa kue mentega yang kami bawa sebagai bekal ke Danau Hitam yang tidak membeku. Sesekali tentakel si cumi raksasa muncul ke permukaan menangkap kue mentega yang dilempar Hyunjin.


"Maaf."


Aku menunduk tak enak hati. Surat Hyunjin akhirnya aku balas pada hari Natal sekaligus menjelaskan bahwa aku mendadak menghabiskan liburan di Hogwarts. Juga mengajaknya bertemu setelah liburan nanti. Dan di sinilah kami sekarang.


"Iya, enggak apa-apa, Naomi," kata Hyunjin ikut duduk di rerumputan di sebelahku. Dasi hijau-peraknya longgar berantakan dan dua kancing kemejanya dibiarkan terbuka. "Santai saja, Naomi. Aku juga minta maaf karena tiba-tiba menciummu. Salahkan mistletoe yang memilih muncul di situ. Yah, walaupun kita nggak benar-benar bisa disebut ciuman. Cuma tiga detik, terus gara-gara Mistletoe lagi." Dia menyeringai jahil.


Kutinju lengan Hyunjin sambil mendelik sebal. Itu ciuman pertamaku, tapi Hyunjin malah bicara santai begitu. "Sudah kuduga semua rumor itu benar. Hwang Hyunjin itu seorang kasanova."


Hyunjin tertawa tanpa menyangkal tuduhanku dan menyibak rambutnya yang menutupi jidat. Sekejap aku bisa membayangkan jutaan anak perempuan di Hogwarts yang meleleh karena gerakannya barusan.


"Jadi, kau dan Renjun akhirnya bersama?"


Aku hanya bisa menggeleng dan tersenyum miris. "Tidak. Sudah kubilang aku bertepuk sebelah tangan."


"Masa? Nggak mungkin!"


Aku mengangguk lagi. "Lagipula aku sebenarnya tidak boleh suka padanya."


Kalaupun Hyunjin merasa ada yang aneh dengan ucapanku, dia tidak bilang apa-apa. "Kalau nanti kau sudah menyortir perasaanmu sendiri, kau bisa bilang padaku, Naomi. Aku setia menunggu kok," candanya membuatku tertawa.


Menyenangkan juga bicara dengan Hyunjin. Walaupun banyak yang bilang Hyunjin suka gonta-ganti pacar, dia tampaknya teman yang baik. Pantas dia populer.


"Jadi, kita berteman?"


"Teman," sambut Hyunjin pada uluran tanganku dengan senyum.


Kami menyudahi obrolan sore itu karena matahari sudah mulai terbenam dan kembali ke Aula Besar. Hyunjin pergi ke meja Slytherin, sedangkan aku menghampiri meja Ravenclaw yang tumben ramai.


"Dari mana?" tanya Renjun padaku, tapi matanya mengikuti pergerakan Hyunjin.


Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang