6.3

207 44 36
                                    

Awalnya kupikir sikap tidak acuh Jisung kemarin hanyalah kecurigaanku saja yang tidak berdasar atau memang reaksi normalnya terhadap orang baru. Tapi, seteleh pengamatan lebih jauh saat aku beberapa kali kembali mengunjungi ke Mansion Keluarga Cho, aku semakin yakin Jisung memang memilih mengabaikanku. Dia bahkan tidak pernah menyebut namaku! 


Johnny masih sibuk dan Naomi bilang aku boleh datang kapan saja ke Mansion keluarga Cho, tempat yang paling sering digunakan Dreamies untuk berkumpul. Setiap kali aku muncul di sana, Jisung sama sekali tidak menyapaku atau mengajakku mengobrol. Sapaan paling ramah yang pernah dia lakukan cuma berupa anggukan nyaris tak kasatmata padaku. Jisung juga selalu memilih kursi yang paling jauh dari tempatku duduk. Tak pernah mau berkontak mata lebih dari satu detik. Haechan bahkan bergurau kalau Jisung menghindariku. 


Namun aku sudah bertekad untuk menjalankan Operation: Getting Jisung's Attention. 


Hari ini Dreamies berkumpul lagi, tapi di rumah keluarga Na alias rumah Jaemin. Rumah keluarga Na didesain seperti rumah peristirahatan: sederhana, tapi nyaman. Kali ini peri rumah yang menyambutku dan mempersilakanku masuk ke ruang tamu yang diisi sofa, kursi berlengan dan karpet dengan berbagai gradasi warna cokelat. Lambang keluarga Na lengkap dengan motto dan silsilah dilukis secara sihir pada salah satu dinding.


Hanya ada Jisung dan Chenle di sana, sedang bermain catur sihir. Ada tumpukan bidak hitam yang hancur di dekat Chenle. Sepertinya Jisung tidak terlalu mahir bermain catur.


"Kau sudah datang, Belle?" tanya Chenle saat melihatku berjalan melewati ambang pintu. 


Aku mengangguk. Jisung sama sekali tidak mengangkat kepala. Melirikku saja tidak. Dia malah sibuk memelototi bidak-bidak catur di atas papan hitam-putih.


"Dimana yang lain?" tanyaku, sengaja betul duduk di sebelah Jisung. Dia berjengit dan menggeser posisinya lebih jauh seolah aku ini bau. Dih, padahal aku pakai parfum terbaikku.


"Naomi-nuna menemani Renjun-hyung melukis di taman. Jaemin-hyung dan Thalia-nuna sedang ada di dapur. Aku nggak tahu dimana Jeno-hyung dan Haechan-hyung," sahut Chenle lagi. "Kuda ke E7."


Bidak kuda putih milik Chenle bergerak di atas papan catur, kemudian menghantam bidak menteri hitam milik Jisung. Bidak itu hancur dan Chenle menyingkirkannya dari atas papan.


"Jadi, apa rencanamu hari ini?" tanya Chenle.


Memastikan Jisung tidak mengacuhkanku. Tapi, tentu aku tidak bisa menjawab seperti itu di hadapan Chenle, jadi aku cuma mengangkat bahu.


"Kalian sendiri bakal main catur terus seharian?" Aku balik bertanya. "Well, sayang sekali kan kalau musim panas hanya di dalam."


"Aku sih tidak mau terbakar matahari," kata Jisung ketus. "Ratu ke E7."


Bidak ratu Jisung menghantam kuda Chenle menjadi serpihan besar-besar. Tapi, Chenle malah bersorak girang. 


"Skatmat, Bodoh!" serunya dan benar saja, bidak raja milik Jisung melepaskan mahkota di kepalanya dan meletakkannya di hadapan bidak ratu milik Chenle. Permainan sudah berakhir. 


Jisung mengerang kesal sementara Chenle tertawa puas karena menang. 


"Jisung benar sih. Terlalu panas untuk bermain di luar hari ini, Belle," kata Chenle melanjutkan ucapan sembari menata kembali bidak catur di atas papan. Secara ajaib, bidak-bidak yang hancur tadi langsung kembali utuh seperti semula saat mahkota bidak raja dilepas. "Paling-paling aku mau kirim surat untuk Sophia."


Ada semburat merah samar di pipi Chenle saat menyebut nama itu. Kesempatan menjadi lebih dekat yang tidak kusia-siakan.


"Wah, pasti kau naksir Sophia ini ya? Apa dia bersekolah di Hogwarts juga? Anaknya cantik tidak?" tanyaku penasaran.


Chenle berdeham-deham malu sementara Jisung tampaknya tidak peduli dengan obrolan kami. 


"Ehm, dia bersekolah di Hogwarts juga, tapi kami tidak satu asrama. Aku di Hufflepuff, sedangkan Sophia di Ravenclaw seperti Naomi-nuna. Err ...dan iya, dia cantik."


Aku menoleh pada Jisung di sebelahku. "Well, kalau kau bagaimana? Kau sudah punya gadis yang kau sukai?"


Tangan Jisung berhenti mengatur bidak catur, lalu mendelik menatapku. Nada bicaranya dingin. "Memangnya apa pedulimu kalau aku sudah punya gadis yang disukai atau belum?"


Wah, ini benar-benar keterlaluan. Aku menatap Chenle dengan tatapan 'apa-sih-masalah-Jisung-denganku' sementara Chenle cuma mengangkat bahu dengan tampang 'jangan-tanya-aku-tidak-tahu'.


Sebelum aku bisa membalas ucapan Jisung, para kakak Dreamies sudah masuk ke dalam ruang duduk. 


"Lemon squash, anak-anak!" Jaemin mengumumkan dengan riang. 


Di belakang Jaemin, ada satu teko besar minuman berwarna kuning dengan es batu. Teko ini dibuat melayang oleh sihir Renjun. 


"Ada apa?" tanya Thalia yang berjalan di sebelah Naomi heran. Sepertinya dia bisa merasakan suasana yang tampak tegang.


"Ada yang bertengkar?" tanya Haechan yang anehnya justru penuh semangat dari balik bahu Thalia. Di sebelahnya, Jeno membuat nampan berisi gelas-gelas kaca melayang.


"Tidak," sahut Jisung langsung berdiri dari menghampiri Naomi yang membawa nampan berisi potongan buah-buahan secara manual tanpa sihir.


Para kakak bertukar pandang, kelihatannya tidak langsung percaya tapi tidak memaksa bertanya lagi. Semua mulai mengambil gelas masing-masing, tapi aku masih duduk terpaku di tempatku semula.


"Jisung, tolong berikan satu gelas untuk Belle," ujar Jaemin menyerahkan segelas lemon squash.


Tapi, Jisung sudah berdiri. "Aku mau ke kamar mandi dulu."


Bukan hanya aku yang kaget dengan reaksi Jisung. Para kakak bertukar pandang dengan bingung karena Jisung tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Aku menatap bagian belakang kepala Jisung yang meninggalkan ruang duduk dengan berang. Tidak pernah ada seorang anak laki-laki pun yang bisa tidak mengacuhkanku seperti Jisung. Beda kalau mereka suka punya gadis yang ditaksir seperti Chenle. Masa sih aku kurang cantik di mata Jisung?


Ini tidak bisa dibiarkan! 

Akan kubalas dia.

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang