3.8

503 120 14
                                    

"MARK LEEEEE!!!"


Suara ultrasonik Chenle bikin kaget para penyihir di bangsal lantai empat St. Mungo. Aku menundukkan kepala sebagai permintaan maaf pada pasien lain sambil berjalan bersama Thalia dan Dreamies menuju tempat tidur Mark.


Dua hari menjelang Natal, kami memutuskan untuk mengunjungi Mark. Dia sudah tampak lebih baik, walaupun lengan dan kaki kirinya masih diperban dan bekas luka di beberapa tempat di wajah. Luka kutukan memang lebih sulit sembuh. Untungnya Mark masih tampak ceria dan cengengesan seperti biasa. Thalia juga ikut menjenguk setelah kuajak dengan agak memaksa. Dia masih tidak mau bertemu Jaemin, tapi sisa rasa suka pada Mark mengalahkan keinginan tak bertemu Jaemin. Thalia menyerahkan sekeranjang buah membuat Haechan sibuk menggodanya dengan lelucon naksir Mark.


"Kami bawa kado," kata Chenle lagi.


"Wuah, terima kasih." Mark menerima kotak besar itu dengan sumringah.


"Kapan Hyung boleh pulang?" tanya Jisung duduk menempel pada Mark, menatap perbannya lekat.


"Mungkin setelah tahun baru," jawab Mark mencubit pipi Jisung gemas. Kali ini si Seeker Slytherin tidak protes. "Masih harus diobservasi selama beberapa hari."


Chenle dan Jisung kompak mengeluarkan desahan kecewa. Sudah pernah kubilang 'kan, sebenarnya Dreamies sayang sekali pada Mark.


"Hai, Naomi," sapa Mark melihatku berdiri di antara Jaemin dan Haechan. Alih-alih menempel pada Renjun seperti biasa.


"Hai, Oppa."


"Sini peluk," Mark merentangkan lengan kanannya yang tidak terluka.


Aku menelan ludah, menahan genangan air mata yang entah mengapa malah muncul ketika melihat Mark. Tapi, aku tidak menolak dan menghambur memeluknya. Melihat Mark dan cengiran bodohnya benar-benar membuatku sadar kalau aku sungguhan rindu padanya. Tahun ketujuh tanpa Mark sangat berbeda sebab aku tak punya teman bercerita tentang tingkah laku Dreamies.


"Kamu makin kurus, Naomi-chan," bisik Mark saat kami masih berpelukan. "Kamu nggak makan lagi?"


Kurasa Mark sudah tahu jawabannya tanpa harus kuberitahu.


"Pasti berat ya mengurus Dreamies sendirian?"


Aku mengangguk lagi. Satu tetes air mata meluncur jatuh membuatku mengeratkan pelukan pada Mark. Aku ingin bercerita banyak padanya, tapi situasi dan lokasi sedang tidak tepat.


Mark menepuk punggungku lembut. "Kamu sudah bekerja keras, Naomi-chan. Jangan lupa Oppa masih bisa disurati kok."


Aku terkekeh dan melepaskan pelukan kami. Mark melanjutkan obrolan dengan Dreamies sampai Jisung merengek kalau dia lapar. Jadi, aku menggiring mereka semua untuk mencari makan.


"Aku di sini saja," Thalia menolak dengan halus. 


Aku mengerti mungkin dia masih canggung pada Jaemin.


Jaemin bersikeras ingin tinggal juga, tapi Jeno sudah menyeretnya ikut bersama kami yang berniat menghampiri Johnny-oppa di ruang teh dan toko survenir lantai lima St. Mungo.


"Eh, itu Anna-nuna bukan?" tunjuk Jeno pada seorang penyihir wanita muda berjubah hijau limau yang sedang berbicara dengan seorang yang mereka duga pasien.


Ya, itu Anna Kim. Mantan kekasih Mark.


"Jalan terus aja," kata Chenle tak suka dan membuang muka. "Pura-pura nggak lihat."


Tampaknya dia masih dendam karena berakhirnya hubungan Anna dan Mark sempat membuat kakak yang dia sayangi tersiksa.


"Chenle ..." tegurku. Biar bagaimanapun, Anna tetaplah sepupu Doyoung dan kami pernah dekat dengannya karena dia pacar Mark.


Anna menghampiri kami begitu dia mengenali siapa gerombolan remaja berisik di bangsal perawatan. Anna tetap kelihatan cantik meski rambut cokelat gelap panjang yang digelung asal-asalan dan jubah hijau-limau yang dipakainya agak kusut. Dia tampak lelah, tapi senang melihat kami.


"Kalian menjenguk Mark?"


Aku mengangguk mewakili Dreamies. "Terima kasih sudah merawat Mark-oppa," tambahku sopan karena menyadari nama Anna tercantum sebagai Healer yang bertanggung jawab atas kesehatan Mark pada papan yang tergantung di kaki tempat tidur.


Anna hanya tersenyum canggung. Mungkin bisa merasakan masih ada sisa tidak suka dari Dreamies yang ditujukan padanya, terutama melihat sikap dingin mereka. Aku bisa membayangkan bagaimana berada di posisi Anna.


Salah satu alasan mengapa aku tidak boleh suka pada Renjun lebih dari teman. 


Karena jika ada satu hal saja yang salah terjadi di antara aku dan Renjun, maka seluruh persahabatan Dreamies akan ikut runtuh. 




***

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang