4.9

300 76 32
                                    

Maggie Jackson dan tiga kroninya yang tampak seperti anak kembar menyudutkanku di lorong remang menuju ruang bawah tanah kelas Ramuan. Tidak ada yang akan lewat lorong ini kecuali murid-murid yang mau ke kelas, tapi sekarang sudah hampir jam makan siang. Otomatis tidak ada siapa-siapa di sana.


"KAU!" Jackson mendorongku keras sampai aku terhuyung mundur. Wajahnya merah penuh amarah terpendam dan suaranya melengking tinggi. "AKU SUDAH MENDUGA KALAU KAU PASTI TERLIBAT!"


Ucapan Jackson tidak salah, tapi aku diam saja. Tidak mau memberinya kepuasan dengan membenarkan atau mengoreksi ucapannya. Aku menyesal sudah sempat merasa bersimpati dengannya. Emosiku jadi sia-sia.


"Merasa hebat yaa?" Telunjuk berkuku panjang milik Jackson mendorong kepalaku. "Merasa dilindungi karena Haechan melirikmu?" Dia tertawa mengerikan seperti nenek sihir jahat dalam film kartun Muggle. "Lihat, sekarang kau sendirian! Tidak ada penyelamat!"


Jackson tidak tahu saja bahwa tanganku menggenggam koin protean di dalam kantong jubah sekolah. Mengirim pesan pada koin protean lain yang salah satunya dipegang Haechan dan Jane. Cara baru kami berkomunikasi.


"Kau harusnya sadar diri, Jalang!" maki Jackson berdecih tak suka. "Kau cuma anak aneh dengan selera fesyen yang aneh juga."


Tangannya terjulur berbahaya ke arah leherku yang memakai kalung panjang dengan bandul berbentuk kepala singa dari pahatan kayu. Jackson menarik bandul singa dengan kuat. Sepertinya berusaha menarik lepas kalung sekaligus mencekikku. Tapi sebelum itu semua terjadi, ia berteriak kesakitan.


"Apa itu?" tanya Jackson panik sambil memegang tangannya yang merah seperti habis terbakar. Tangan yang sama dengan yang tadi dipakainya menarik bandul singa dengan paksa. "Kau lakukan apa, hah?!"


Aku cuma mengangkat bahu. "Mantera sederhana semacam Manteri Anti-pencuri." Aku mengangkat bandul kepala singa dengan santai dan melanjutkan, "tidak ada yang bisa mengambil kalung ini, kecuali aku sendiri yang melepasnya. Aku nggak jago menyihirnya, tapi Thalia Han membantuku menyihir semua aksesoris yang kupakai."


Mata Maggie Jackson membulat takut mendengar nama si Ketua Murid perempuan. Aku menahan senyum. Mungkin hubunganku dengan Thalia Han sempat tidak baik di awal karena kecurigaannya akan keterlibatanku pada perundungan Sophia Li. Tapi setelah insiden tonjokan Jane di hidung Jackson, hubungan kami menjadi jauh lebih baik. Bisa dikatakan sekarang kami berteman dan dia menolongku dengan mantera dengan tingkat kesulitan sulit seperti ini.


Jackson menggeram tidak suka dan dia memberi kode pada kroni-kroninya. "Pegang dia!" perintahnya.


Namun sudah kukatakan, kali ini aku siap.


Dengan gerakan gesit, aku menghindar dan mencabut tongkat sihir. Meskipun aku bilang aku siap, tangan pemegang tongkatku gemetar. Namun aku tetap mengacungkan tongkat sihir di depan hidung Jackson dan para kroninya yang langsung mundur. Aku mengumpulkan seluruh keberanian dalam tubuhku untuk situasi seperti ini.


"Aku belajar beberapa trik mantra kutukan juga loh," kataku dengan tenang. Untungnya tidak ada tanda-tanda ketakutan dalam suaraku. "Dari Thalia Han."


Sepertinya Jackson tidak menyangka kalau aku akan melawan kali ini. Dia terpaku di tempat dengan wajah kaget. Para kroninya berdiri di belakang punggung Jackson sambil berbisik-bisik.


"Apa merundung itu menyenangkan buatmu, Jackson?" Pertanyaanku membuat Jackson berjengit seolah dicambuk. "Apa merundung membuatmu merasa hebat? Superior? Apa kau tidak tahu kalau kau menyakiti hati anak-anak yang kau rundung? Memangnya apa salahnya dengan fesyenku? Semua orang bebas memakai apa yang dia mau!"


"K-kau ... k-kau tidak tahu apa-apa!" tukas Maggie Jackson. Matanya terarah cemas pada tongkat sihirku yang masih teracung.


Aku menghela napas. "Ya, aku memang tidak tahu apa-apa. Bahkan butuh lima tahun untukku bisa berdiri dan melawanmu begini." Tangan pemegang tongkatku masih gemetar, tapi aku tidak lagi merasa takut untuk melawan. Untuk mempertahankan diri. "Kuharap kau berhenti merundung, Jackson. Ini tahun terakhir kita. Aku mau fokus pada NEWT dan sebaiknya kau juga begitu. Nggak lucu kalau kau dikeluarkan sebelum bisa bilang NEWT."


Wajah Maggie Jackson berubah menjadi pucat. Dia melangkah mundur. "Awas kau! Kubalas kau nanti!" ancamnya.


"Silahkan saja," kataku kalem. "Tapi, jangan lupa kalau aku tidak akan diam saja seperti dulu. Locomotor Wibbly!"


Kutukan Kaki-Jeli langsung berefek membuat kaki Jackson kehilangan kekuatannya. Dia tertatih-tatih dan harus dipapah oleh kroni-kroninya agar bisa kabur dari lorong bawah tanah. Aku tertawa geli melihat mereka yang seperti peserta lomba lari kaki-tiga. Kocak sekali. 


Setelah punggung Jackson dan kroni-kroninya hilang, barulah aku merosot bersandar pada dinding ruang bawah tanah yang lembab. Rasanya seperti habis lari marathon di dunia Muggle. Lelah, tapi aku bangga pada diriku sendiri.


"Astaga, Lauren!" Jane berlari menghampiriku yang masih bersandar di dinding. "Kau baik-baik saja?"


"Demi Celana Merlin, tentu saja Lauren baik-baik saja, Jane! Kau tidak lihat barusan, efek Kutukan Kaki-Jeli itu pada Jackson?!" respons Haechan yang berjalan di belakang Jane. Dia melongok ke ujung lorong di mana Jackson dan para kroninya baru saja menghilang. Lalu menoleh kembali padaku. Dia tampak setengah kagum dan setengah bangga. "Brilian, Lauren Smith!"


Aku membalas pujian Haechan dengan senyum lebar. Jane membantuku berdiri dan kami bertiga kembali ke ruang rekreasi Gryffindor. Kurasa aku bisa belajar tidak merasa malu pada diriku sendiri mulai sekarang.





















an: tinggal 3 chapter lagi. habis itu interlude dan next member. mau Chenle dulu atau Jisung dulu??

Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang